RUMOR, GHIBAH

22.37 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH /

RUMOR, TEROR DAN GHIBAH
Oleh : Ach. Chambali Hasjim.

Arus deras teknologi informasi yang menerpa semua kawasan dunia, telah melahirkan babak kehidupan baru dari berbagai aspek. Dorongan kemajuan teknologi informasi telah melahirkan keanekaragaman kemasan berita dari media massa. Peran media massa sudah tidak bisa terbantahkan bahwa kehadirannya telah berperan penting bagi kehancuran otoritarian, dan menguatkan tampil nya wajah demokratisasi dan aroma transparansi.

Posisi strategis pers dan media massa inilah yang menjadi masyarakat menaruh harapan yang berlebihan yang kadang melebihi harapan dari media massa atau per itu sendiri. Ini dapat dimaklumi karena peranan media massa yang telah mendapat “social delegate” dibidang pemenuhan hak public dibidang informasi seperti hak untuk tahu ( right to know ), hak untuk memberi tahu ( right to tell ) dan hak untuk mencari tahu (right to find out ) atas apa yang ada dalam seputar kehidupannya.

Namun tidak jarang pula, peran media massa ini pula, masifikasi informasi terjadi dan metamorfosis kata seakan menjadi nyata, menyulap wacana menjadi fakta, kadang mengaburkan batas antara dunia maya dengan dunia nyata, antara kata dengan fakta. Ada berita yang sesungguhnya hanya berdasarkan “kata”, tetapi seakan hadir dalam dunia nyata karena rekayasa berita.

RUMOR, GOSIP atau DESAS DESUS, adalah rangkaian kata atau berita yang hadir tanpa fakta, karena tidak terjamin kebenarannya ( cannot be verified and is of doubiful accuracy ). Gosip atau desas-desus (Inggris: rumors) adalah selenting berita yang tersebar luas dan sekaligus menjadi rahasia umum di publik tetapi kebenarannya diragukan atau merupakan berita negatif.

Produk media massa jenis ini kini lagi marak dan sangat disukai banyak orang dengan kemasan “infotaimen” (ini sesungguhnya salah sebut !). Sebenarnya ini bukan perilaku baru bagi bangsa ini, cuma dimodifikasi melalui kecanggihan teknologi informasi yang memunculkan media massa modern. Dulu sering kita jumpai pada kelompok “ngrumpi sambil cari kutu (petan-Jw) di pedesaan disaat siang bolong di bawah pohon yang rindang nan sejuk.

Rumor biasanya muncul karena keterbatasan dalam pengumpulan fakta dan ketidakpastian informasi yang terkait dengan yang dirumorkan. Kalangan public figure merupakan lahan subur munculnya rumor dan gosip. Rumor menjadi semakin krusial ketika secara intens didistribusikan melalui media massa. Dalam teori tentang opini, bahwa opini pada awal dibangun masih berupa “gas/udara”, terus bergulir tanpa hambatan (bantahan) opini akan terus mengental ‘cair” Dan apabila terus secara berulang-ulang digelontorkan, maka bangun opini ini akan memadat. Artinya, yang tadinya baru wacana, terus terbangun menjadi nyata. Kalau yang dibangun adalah kebenaran, kebaikan itu akan menjadi kemasylahatan, tetapi kalau opini dibangun dari kebohongan, terus mengental seolah-olah itu adalah kebenaran, ini sebenarnya adalah kebenaran semu.

Rumor yang terus menggelinding memutar-mutar dalam kehidupan manusia, dengan sendirinya semakin mendistorsi dan menderivasi kenyataan berdasarkan rumor tersebut. Bahkan melalui rekayasa bahasa, kata dan berita, rumor seakan menjadi lebih dramatis dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Pada akhirnya, rumor tersebut menjadi orbitasi realitas. Ia membentuk semacam orbit yang terus berputar diatas panggung imajiner pendengar/pemirsa/pembacanya. Secara perlahan tapi pasti, ia merasuk dalam kesadaran untuk kemudian meyakinkan bahwa ia betul-betul ada, walau keberadaannya belum tentu benar.

Sebuah rumor bisa saja awalnya mungkin sekedar iseng dan main-main, tetapi dampak yang ditimbulkan bisa jadi sangat fatal dan membahama (lebay dikit). Dalam skala tertentu bisa menjadi pemicu konflik horizontal, vertical dan terjadi kekacauan, serta pertumpahan darah. Tawuran antar warga kampung banyak dipicu karena rumor. Bahkan George W. Bush menyerang Irak juga karena rumor Irak mempunyai senjata pemusnah massal yang akhirnya tak pernah terbukti adanya. Dalam titik ini rumor menjadi teror kesadaran publik, rumor telah bermuka provokasi yang menimbulkan aksi yang sulit terkendali. Kondisi seperti ini, lagi-lagi media massa / pers harus bisa tampil menjadi media yang yang berperamn untuk menempatkan rumor secara proporsional dan berimplikasi positif.

Tumbuhnya virus rumor, sering karena kesenjangan aksesibilitas terhadap sumber informasi. Nafsu untuk memperoleh informasi begitu menguat diera informasi ini disatu sisi, dan lemahnya aksesibilitas (bisa karena cost, ketertutupan, dan status), dan minimnya sumber-sumber formal informasi, karena dorongan untuk mengejar informasi tersebut, dicarilah chanal-chanal informasi nonformal dan bahkan berkembang secara liar.

Proses produksi dan reproduksi rumor yang bergulir terus menerus dari pencipta rumor dan kemudian direproduksi oleh penerima rumor yang kadang justru tidak kalah dramatisnya (ada peribahasa kalau titip uang kemungkinan hanya berkurang, tetapi kalau titip omongan bisa berkurang bisa juga bertambah). Sehingga sampai pada titik kritis (kalau pencemaran sudah diambang batas) maka timbulah problem sosio-politis yang memuncak menjelma menjadi teror yang siap meruntuhkan baik yang dirumorkan (kalau ternyata benar) atau pencipta rumor ( kalau ternyata salah ).

GHIBAH. Satu perguruan dengan Rumor, Ghosip, Desas-desus, dalam bahasa Agama dikenal ghibah. Untuk mendinifikan ghibah ini, sebuah Hadits Rasullullah SAW dari Al Faqih meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah. Nab SAW Bersabda : Kalian mengerti ghibah ? Para Shabat menjawab : “Allah dan RasulNya lebih mengerti”. Lalu beliau SAW bersabda : “Ketika kau ungkap hal-hal/keadaan kawanmu (Sedangkan) ia benci tentang pengungkapan hal itu kepada orang lain, maka itulah yang disebut ghibah”. Lalu ditanyakan. Bagaimana kalau hal itu sesuai dengan kenyataan ? Jawab Beliau SAW : “Jika hal (yang kau ungkap) itu sesuai dengan kenyataan orang itu, berarti itu ghibah, tetapi jika tidak sesuai, malahan itu disebut "Buhtan" (artinya menfitnah (menjelek-jelekan) orang dengan berbagai cara, seperti menghasut, berbohong/memalsu. Dalam Hadist lain Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang menggunjing dan mendengarkan gunjingan, keduanya bersekutu dalam perbuatan dosa.” (Hadits Riwayat Ath-Thabrani)

Perihal bergunjing tentang orang lain, terutama keburukan orang lain karena ini yang justru biasanya manarik, kalau kebaikannya kadang kurang menarik (misal, sianu dapat prestasi sebagai guru terbaik, ah kurang menarik, tetapi kalau sianu korupsi, ini baru berita, masih dengan jargon “bad news is good news” ).

Saat menggunjing aib orang biasanya dibumbui kata yang memiliki nilai strategis, sambil berbisik, "sst! ini rahasia lho!". Yang dibisiki akan meneruskan berita tersebut ke yang lainnya, juga sambil berpesan, "ini rahasia lho!" Untuk ini Kahlil Gibran melukiskan dalam kalimatnya, "jika kau sampaikan rahasiamu pada angin, jangan salahkan angin bila ia kabarkan pada pepohonan."
Padahal kita sudah diperingkatkan oleh Rasulullah SAW : "Barang siapa yang membongkar-bongkar aib saudaranya, Allah akan membongkar aibnya. Barangsiapa yang dibongkar aibnya oleh Allah, Allah akan mempermalukannya, bahkan di tengah keluarganya."

Fakhr al-Razi dalam tafsirnya menceritakan sebuah riwayat bahwa para malaikat melihat di lauh al-mahfudz akan kitab catatan manusia. Mereka membaca amal saleh manusia. Ketika sampai pada bagian yang berkenaan dengan kejelekan manusia, tiba-tiba sebuah tirai jatuh menutupnya. Malaikat berkata, "Maha Suci Dia yang menampakkan yang indah dan menyembunyikan yang buruk."

Untuk orang-orang yang suka mengghosip (menyebar ghosip dan mendengar ghosip) telah diperingkatkan oleh Allah SWT seperti dalam fimanNya [Al Maa’idah (5):42] "Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita dusta dan banyak memakan yang haram*/........" (*/dalam penjelasan tafsir yang dimaksud seperti uang suap/sogokan ).

Dalam Surat Al Hujaraat (49):12, Allah SWT berfirman : ” ya- ayyuhal-lazi-na a-manujtanibu kasi-ram minaz-zann , inna ba’daz-zanni ismuwwa la- yagtab ba’dukum ba’da, a-yuhibbu abadukum ay-yakula lahma akhihi maitan fa karihtumuh, wattaqullah, innalaha taw-wa-bur rahim” (Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang).

Ya Allah, jauhkanlah kami dari jalan yang sesat, jalan untuk orang-orang Engkau mukai. Tunjukanlah kami jalan yang lurus, jalan menuju keridzoan-Mu. !! Amein. ******

Label:

0 komentar:

Posting Komentar