Komunikasi Birokrasi

23.41 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH /

KOMUNIKASI BIROKRASI
Diposting : Drs. Ach. Chambali. Hs, SH.

PENGANTAR.
Produktifitas dan kinerja suatu organisasi pemerintah salah satunya dipengaruhi oleh kualitas komunikasi yang dibangun dalam kehidupan organisasi tersebut, karena organisasi yang didalamnya terdiri atas sejumlah orang; melibatkan keadaan saling bergantung; kebergantungan memerlukan koordinasi; koordinasi mensyaratkan komunikasi.

Kajian Ilmu Komunikasi pada perkembangan terakhir melintasi berbagai disiplin ilmu. kita sudah mengenal istilah Komunikasi politik, komunikasi organisasi, komunikasi pembangunan, sosiologi komunikasi, psikologi komunikasi, Filsafat Komunikasi, Etika Komunikasi dan lain-lain. Dan para pengkaji ilmu komunikasi yang memiliki minat dalam ilmu pemerintahan juga tidak ketinggalan, mereka mulai memasuki wilayah ilmu pemerintahan. Dan kemudian muncul istilah Komunikasi Pemerintahan atau Komunikasi Birokrasi.

Belum begitu banyak referensi yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan yang membahas masalah komunikasi pemerintahan atau komunikasi birokrasi. Akan tetapi rujukan pembahasan komunikasi pemerintahan/ birokrasi ini erat kaitannya dengan pengetahuan tentang birokrasi, kepemimpinan birokrasi, komunikasi organisasi dan komunikasi politik.

Menurut Everet M.Rogers, organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas yang jelas, ini lebih pas dalam menggambarkan organisasi pemerintah yang akan kita dibahas dalam membangun efektifitas komunikasi dalam organisasi / satuan kerja pemerintah untuk meningkatkan sinergitas personal yang ada di dalamnya.

Schein, Kohler dan Wright (Arni.M, 2005) masing-masing mendefinisikan organisasi secara berbeda tetapi mencakup 3 hal yang sama, yaitu bahwa organisasi merupakan suatu system, mengkoordinasikan aktivitas dan untuk mencapai tujuan bersama yang menjadi tujuan organisasi.

Organisasi sebagai suatu system karena organisasi terdiri dari beberapa bagian/unit yang merupakan sub-sub system dalam organisasi, yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam mewujudkan tujuan organisasi.

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, Nota Dinas, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi,dll. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.

Mengurai soal organisasi birokrasi, tidak bisa lepas dari konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, dalam karyanya ”The Theory of Economy and Social Organization”, yang dikenal melalui ‘ideal type’ birokrasi modern. Model ini yang sering diadopsi dalam berbagai rujukan birokrasi berbagai negara, termasuk di Indonesia, walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan.

Weber membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda.

Pertama, Kewenangan tradisional (traditional authority) atau kurang lebih di kita itu semacam, Tokoh Adat; yaitu yang mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi yang diwariskan antar generasi.

Kedua, Kewenangan kharismatik (charismatic authority), atau Tokoh Masyarakat/Agama, mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas pribadi dan yang tinggi dan bersifat supranatural, yangn keduanya merupakan pimpinan informal (informal leader).

Ketiga, kewenangan legal-rasional (legal-rational authority) mempunyai legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan. Yang terakhir ini biasa disebut Pimpinan Formal, yang dianggap oleh Weber, pimpinan yang paling efektif.

Ciri-ciri pokok organisasi birokrasi modern, menurut Weber yang sesuai dengan masyarakat modern, adalah :
  1. sistem kewenangan yang hierakis (A hierarchical system of authority)
  2. pembagian kerja yang sistematis (A systematic division of labour)
  3. spesifikasi tugas yang jelas (A clear specification of duties for anyoneworking in it)
  4. kode etik disiplin dan prosedur yang jelas serta sistematis (Clear ang systematic diciplinary codes and procedures)
  5. kontrol operasi melalui sistem aturan yang berlaku secara konsisten (The control of operation through a consistent system of abstrac rules)
  6. aplikasi kaidah-kaidah umum kehal-hal pesifik dengan konsisten (A consistent applications of general rules to specific cases)
  7. seleksi pegawai yang didasarkan pada kualifikasi standar yang objektif (The selection of emfloyees on the basic of objectively determined qualivication)
  8. sistem promosi berdasarkan senioritas atau jasa, atau keduanya (A system of promotion on the basis of seniority or merit, or both)

Paradigma Weber atas birokrasi adalah organisasi yang rasional dengan mengedepankan mekanisme social dan memaksimalkan efisiensi. Birokrasi sebagai institusi formal yang memerankan pengaturan, pelayanan dan pengembangan. Kehadiran birokrasi adalah kebutuhan rasional dalam mewujudkan tujuan pemerintah.

Sistem kewenangan yang hierakis (A hierarchical system of authority) sebagai salah satu konsep tipe idealnya Weber, dalam implementasi bias menjadi birokrasi yang lebih condong pada ‘berkuasa’ dari pada ‘bekerja’, ini sangat ditunjukan dalam birokrasi kita yang lebih pada pendekatan ‘struktur’ dari pada ‘fungsi’.

Dalam birokrasi yang sanghat weberian ini, jabatan structural (kekuasaan) menjadi primadona, dibandingkan jabatan fungsional, padahal titik pokok pekerjaan birokrasi, yaitu pelayanan, berarti ada pada tugas fungsional, yaitu melayani public.

Paradigma kekuasaan yang lebih melekat pada birokrasi telah memberi pola arus komunikasi yang ada di dalamnya. Iklim komunikasi yang ada lebih kuat pada arus dari atas kebawah (perintah). Paradigma ini terjadi hampir disemua tempat dan waktu di belahan bumi ini, hal ini dibuktikan munculnya adagium dari Lord Acton : power trend to corrupt, absolutely power tren to curropt absolutely.


KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM ORGANISASI.
Anggota atau orang-orang dalam organisasi tidak akan lepas dari komunikasi diantara mereka, baik komunikasi tersebut secara formal yang dilakukan oleh organisasi maupun secara informal yang dilakukan diantara mereka sendiri. Bagiamana cara mereka berkomunikasi, pada dasarnya manusia mengandalkan komunikasi lisan, tertulis, dan verbal. Permasalahan di masyarakat dalam berkomunikasi, adalah : verbal content (materi) 15% ; vocal interest (intonasi) 35% ; body language 50%.

Komunikasi Lisan.
Sarana utama untukm menyampaikan pesan adalah komunikasi lisan, seperti percakapan, paparan, pidato, diskusi, ghosip, dll.

Keuntungan dari komunikasi lisan adalah kecepatan dan umpan baliknya bisa langsung (terjadi dialog). Pesan verbal yang disampaikan mendapat tanggapan dalam waktu yang singkat. Jika penerima pesan kurang mengerti atau kurang yakin dengan pesan yang diterimanya, umpan balik yang cepat diberikan akan dapat mendeteksi dini kesalah-pahaman, sehingga dapat dilakukan koreksi secara dini.

Kelemahan besar dari komunikasi lisan/verbal yang muncul dalam organisasi adalah ketika pesan tersebut melewati beberapa orang secara berantai, semakin banyak orang yang dilewati informasi itu, semakin besar kemungkinan terjadi :
Distorsi, yaitu kekurang tepatan atau perbedaan arti diantara pesan yang dikirim dengan interpretasi penerimanya). Ini terjadi karena penerima pesan menginterpretasikan pesan sesuai dengan kerangka berpikir dan kerangka pengalamannya sendiri

Misal, kalau orang tidak mengenal gajah, saat kita bilang gajah bisa saja yang ada dalam benaknya adalah bisa hewan, bisa tumbuh-tumbuhan, dll.

Evasi komunikasi (Evasion of communication), yaitu gejala mendiskriditkan atau menyesatkan pesan oleh penerima pesan/komunikan karena tidak suka terhadap komunikator maupun pesan yang disampaikan.

Misal, kalau ada teman sekerja bilang yang disipilin, ia meresponnya dengan kata-kata, ‘ lu mau cari muka ya’ karena sipenerima pesan tidak suka dengan pembawa pesan maupun pesannya sendiri (karena ia suka bolos).

Komunikasi Tertulis.

Komunikasi tertulis dalam organisasi mencakup memo, surat-email, SMS, laporan, faximili, pengumuman temple, kotak saran, bulletin, atau lain-lain dikomunikasikan melalui lambang-lambang tertulis.

Keunggulan komunikasi tertulis, terdokumentasikan, berwujud dan dapat dibuktikan. Fitur ini sangat penting bagi khidupan organisasi yang kompleks dan panjang, yang personelnya sering bergantian peran.

Manfaat lain dari komunikasi tertulis muncul dari prosesnya, yaitu biasanya lebih cermat dan terstruktur dari pada kata-kata yang diucapkan.

Kelemahan komunikasi tertulis ini adalah, pesan tertulis memakan waktu. (laporan yang disusun berjam-jam, mungkin bisa disampaikan secara lisan hanya beberapa jam). Disamping itu, umpan balik tidak didapat disaat itu juga, atau kadang memang komunikasi tertulis tidak membangun umpan balik (misalnya terima memo, kadang direka-reka sendiri apa maksudnya).

Komunikasi Non Verbal.

Komunikasi non verbal (gesture/body language) baik secara berdiri sendiri (tanpa dibarengi komunikasi lisan), juga sebagai penegas suasana kebatinan yang berkomunikasi ( berkata dengan senyum atau dengan merengut, tentu kata yang diucapkan berbeda makna).

Kalau Anda mentranskrip untuk notulen suatu rapat, sedangkan Anda sendiri tidak hadir dalam rapat itu, maka Anda akan sulit memberikan stressing kata-kata dari pembicaranya, karena Anda tidak melihat suasana batin pembicara yang tercermin dari bahasa tubuhnya.

Dua pesan penting yang disampaikan dalam bahasa tubuh adalah :

a. Sejauhmana individu menyukai orang lain dan berminat terhadap pandangan pemikirannya.

Misal, kita lebih mungkin untuk memposisikan diri lebih dekat dengan orang yang kita sukai dan relative memiliki pandangan dan pemikiran yang relative sama dengan kita.

b. Status yang relative diterima antara pengirim dan penerima.
Misal, kalau Anda merasa memiliki status lebih tinggi dengan orang lain, maka Anda lebih mungkin duduk dengan menyilangkan kaki anda, atau duduk bersandar secara santai, dll.


ARAH KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Karena organisasi adalah kumpulan orang, maka dinamika organisasi akan ditandai dengan interaksi orang-orang yang ada di dalam organisasi, interaksi dan komunikasi tersebut mengalir terus ke dan dari beberapa arah. Secara hirarkhis, menurut R.L. Simpson (Stephen P.R, 2006) dan Redding & Sanborn (Arni.M.,2005) komunikasi dalam organisasi mengalir dalam dua arah, yaitu vertical dan horizontal. Ronald Adler dan George Rodman menguraikan fungsi dari kedua arah atau arus komunikasi dalam organisasi tersebut :

Komunikasi Vertical.

Dalam dimensi vertical dapat dibagi dalam dua arah, yaitu :

a. Dari Atasan Ke Bawahan (Downward Communication)
Yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Komunikasi yang mengalir dari satu tingkat ke tingkat dibawahnya merupakan komunikasi vertical kebawah, yaitu komunikasi antara atasan dengan bawahannya.

Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah :

  1. Pemberian instruksi kerja (job instruction);
  2. Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
  3. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
  4. Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
Komunikasi tersebut tidak selalu dilakukan secara verbal (kontak lisan) tetapi juga dilakukan secara non verbal, seperti surat, memo, laporan, disposisi, e-mail, SMS, dll.

b. Dari Bawahan Ke Atasan (Upward Communication)
Yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Komunikasi yang mengalir dari staf di tingkat bawah ke tingkat lebih atas, dari staf pelaksana keatasannya, dari menajer/pejabat tingkat bawah ke manajer/ pejabat tingkat lebih atas.

Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:

  1. Penyampaian informai tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
  2. Pnyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan ;
  3. Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan ;
  4. Untuk menambah referensi dalam pengambilan keputusan ;
  5. Memperkuat apresiasi dan loyalitas pegawai/karyawan terhadap organisasi;
  6. Untuk mengetahui apakah bawahan telah mengerti mengenai apa yang dimaksudkan oleh pimpinan.
  7. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
Komunikasi yang mengalir keatas sangat diperlukan disamping untuk mengetahui tingkat keberhasilan, juga untuk mengetahui hambatan dan kegagalan sehingga para manajer/pejabat diatasnya mengetahui suasana kebatinan para pegawai/ karyawannya, juga kondisi organisasi, sehingga secara cepat dapat dilakukan perbaikan.

Komunikasi ke atas, selain dilakukan secara verbal seperti rapat-rapat, diskusi yang melibatkan bawahan untuk mendengarkan kondisi teknis pelaksanaan, juga dilakukan secara non verbal, seperti laporan tertulis, survey sikap karyawan, angket untuk karyawan, dll yang dapat digunakan sebagai bahan pengambilan kebijakan untuk masa selanjutnya.

Komunikasi Horizontal

Ketika komunikasi terjadi antara anggota aorganisasi/pegawai dalam satuan kerja, antara manajer/pejabat pada level yang sama, diantara setiap personel yang secara horizontal ekuivalen, maka pola ini dinamakan komunikasi horizontal.

Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:

  1. Memperbaiki koordinasi tugas
  2. Upaya pemecahan masalah
  3. Saling berbagi informasi
  4. Upaya pemecahan konflik
  5. Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
Komunikasi horizontal yang formal diperlukan sebagai jalan pintas panjangnya jalur hirarkhis. Dari aspek manajemen, komunikasi horizontal bisa bermuara baik juga bermuara buruk. Bermuara baik kalau para personal organisasi memiliki interpretasi dan motivasi yang benar dan baik atas informasi yang ada, kalau tidak akhirnya bermuara buruk terhadap aspek manajerial.


GAYA KEPEMIMPINAN DAN IKLIM KOMUNIKASINYA
Perilaku dasar kepemimpinan dalam organisasi akan mempengaruhi kualitas arah atau arus komunikasi atau iklim komunikasi dalam organisasi. Dalam model pendekatan teori situasional menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard, ada 4 tipe perilaku dasar kepemimpinannya yang berpengaruh pada pola komunikasi dalam organisasi, yaitu :

a. Tipe Direktif (Telling), lebih menitikberatkan pada komunikasi satu arah, pemimpin membatasi peranan bawahan dalam pengambilan keputusan, bawahan lebih pada posisi menerima perintah dan arahan tugas.

b. Tipe Konsultatif (Selling), terjadi komunikasi dua arah antara pimpinan dan bawahan. Bahawan diberi ruang untuk menyampaikan pendapatnya, walau keputusan tetap pada pimpinan.

c. Tipe Partisipatif (Participative), komunikasi dua arah makin meningkat, peranan bahawan dan pimpinan dalam pengambilan keputusan seimbang, karena pimpinan tahu bahwa bawahan yang tahu banyak teknis operasionalnya nanti.

d. Tipe Delegatif, Pimpimnan mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan, selanjutnya mendelegasikan keputusan kepada bawahannya. Bawahan dipercaya untuk mengambil langkah-langkah bagaimana keputusn itu dilaksanakan.


FUNGSI KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI.

Fungsi komunikasi dalam organisasi menurut Sendjaja (1994) adalah sebagai berikut:

1. Fungsi informatif.
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik (aktual dan akurat) dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti.

Orang-orang dalam tataran manajemen (pada level apapun) sangat membutuhkan informasi yang lengkap dan akurat untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.

Sedangkan kalangan staf pelaksana (bawahan) membutuhkan informasi yang lengkap agar dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya berjalan sesuai dengan ketentuan yang mengaturnya, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya, akan memberikan kenyamanan dalam bekerja.

2. Fungsi Regulatif.
Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:

  • Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya
  • Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi persuasif.
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya dari pada memberi perintah.

Sebab pekerjaan yang dilakukan dengan motivasi kebersamaan dalam organisasi serta dengan senang hati, tanpa tekanan dan paksaan dari pegawai/karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya (lebih pada pendekatan kekuasaan)

4. Fungsi integratif.
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan pegawai/karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.

Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu:
  • Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (seperti : buletin, newsletter) ; Rapat Dinas, laporan kemajuan (progress report) organisasi, dll
  • Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, berolahraga bersama, outbond, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan motivasi untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri pegawai karyawan terhadap organisasi (memperkuat korp dan soliditas pegawai).

GAYA KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI.

Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam organisasi ketika mereka berkomunikasi dan berbagi informasi.

Gaya komunikasi didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).

Gaya Komunikasi tersebut meliputi :

1. The Controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.

Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. controlling style lebih pada kekuasaan memerintah, dan harus dilaksanakan tanpa mau menerima masukan dari yang diperintah.

Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.

Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.

2. The Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan (equality). The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).

Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.

Gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks.
Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi, karena ia memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja.

3. The Structuring style
Gaya ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.

4. The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor.

Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pegawai/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.

5. The Relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.

Aspek kekuasaan tidak ditampakan dalam gaya ini, tetapi lebih pada aspek partisipatif. Keterlibatan anggota organisasi lebih diberdayakan untuk memberi kontribusi dalam kebijakan-kebijakan teknis organisasi (pada level kebijakan politis mungkin masih menjadi kewenangan pimpinan)

Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.

6. The Withdrawal style
Kalau gaya Withdrawal (penarikan) ini digunakan akan melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.

Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.

Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat.

Gaya komunikasi yang dibangun hendaknya mampu mendorong pegawai/karyawan memiliki motivasi yang tinggi dan selalu berfikir positif mengenai organisasi. Setiap pegawai atau staf pada bagian manapun seharusnya :
  • Relationship Oriented →Networking → sinergi
  • Service Focused → berpikir pada pelayanan
  • Customer Commited → mempunyai komitmen pada pelanggan/publik
  • Facilitative → mampu memanfaatkan media saluran/pendukung
  • Forward Thinking → berpikir kedepan
  • Value Added → ada nilai tambah → selalu berusaha mengupdate kemampuan komunikasi
  • Team Driven [serba tim] and leaders [mampu tampil sebagai pemimpin]

IKLIM KOMUNIKASI DAN ORGANISASI
Iklim komunikasi dan iklim organisasi merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bagi para manajer/pejabat organisasi pemerintah pada level apapun, karena akan mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan/ pegawainya.
Untuk bisa menciptakan iklim komunikasi dan organisasi yang baik perlu pemahaman keduanya serta keadaan pegawai/keryawannya.

Iklim Organisasi.
Iklim organisasi adalah kualitas lingkungan internal organisasi (lingkungan kerja) yang dialami oleh pegawai / karyawan dan berpengaruh pada perilaku pegawai/karyawannya.

Dari hasil penelitian Campbell, 1970 (Arni.M, 2005) menyimpulkan bahwa lebih positif iklim organisasi lebih produktif organisasi. Iklim yang positif ini tidak saja menguntungkan organisasi tetapi juga penting bagi peningkatan ethos kerja karyawan.

Litwin dan Stringer (Arni. M, 2005) memberikan dimensi iklim organisasi yang berpengaruh pada perilaku anggota organisasi sebagai berikut :
a. Rasa tanggung jawab ;
b. Standar atau harapan tentang kualitas pekerjaan;
c. Punishment (hukuman) dan Reward (imbalan/ganjaran)
d. Rasa persaudaraan ( keakraban / hubungan emosionalnya)
e. Semangat Tim (Teamwork) dan semangat korp.

Iklim Komunikasi.
Iklim organisasi dan iklim komuniklasi hubungan yang sirkuler atau saling bersambungan. Iklim organisasi dipengaruhi oleh cara anggota organisasi bertingkah laku dan bekomunikasi.

Iklim komunikasi yang penuh persaudaraan, saling menghormati dan menghargai, mendorong perilaku anggota organisasi untuk berkomunikasi secara terbuka, rileks, santun. Demikian juga iklim organisasi yang ‘negatif’ akan menghambat keberanian anggotanya untuk berkomunikasi.

Pokok persoalan utama dalam iklim komunikasi adalah hal-hal sebagai berikut :
a. Persepsi mengenai sumber komunikasi dan hubungannya dalam organisasi.
  • Apakah anggota organisasi merasa puas dengan atasan, teman kerja, dan bawahan, sebagai sumber informasi ?
  • Seberapa penting sumber informasi itu ?
  • Apakah sumber-sumber informasi tersebut dapat dipercaya ?
  • Apakah sumber-sumber informasi itu terbuka terhadap komunikasi ?
b. Persepsi mengenai tersedianya informasi bagi anggota organisasi.
  • Apakah jumlah informasi yang diterima cocok atau tepat dengan topic-topik yang penting dari sumber informasi ?
  • Apakah informasi itu berguna ?
  • Apakah umpan balik informasi dikirim kepada sumber informasi yang tepat ?
c. Persepsi mengenai organisasi itu sendiri.
  • Berapa banyak anggota yang terlibat dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi mereka ?
  • Apakah tujuan dan obyektif dipahami
  • Apakah orang diberi sokongan/bantuan dan dihargai ?
  • Apakah system terbuka terhadap input dari anggotanya.

Kepuasan Komunikasi Dalam Organisasi.
Yang dimaksud dengan kepuasan komunikasi organisasi menurut Redding adalah semua tingkat kepuasan seseorang pegawai/karyawan mempersepsikan lingkungan komunikasi scara keseluruhan. Kepuasan anggota organisasi terhadap informasi yang tersedia.

Kepuasan dengan komunikasi muncul dari kombinasi factor-faktor sebagai berikut:
  • Kepuasan dengan pekerjaan. Ini mencakup dengan hal-hal mengenai gaji, kepangkatan, hak dan kewajiban sebagai pegawai
  • Kepuasan dengan ketepatan informasi. Ini berkaitan dengan keakuratan informasi mengenai kehidupan organisasi yang diterima.
  • Kepuasan dengan efisiensi dan kualitas medianya. Ini berkaitan dengan cukup tersedianya saluran dan media untuk memperoleh informasi.
  • Kepuasan dengan cara komunikasi teman sekerja. Ini berkaitan dengan iklim organisasi yang memungkinkan komunikasi antar pegawai berjalan dengan baik dan santun.
  • Kepuasan dengan keterlibatan dalam komunikasi organisasi sebagai suatu kesatuan. Ini berkaitan aspek-aspek organisasi seperti dipercaya, ada sokongan/dorongan, tujuan kinerja yang tinggi.

HAMBATAN KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM ORGANISASI.

Seringkali dijumpai dalam suatu organisasi terjadi kesalahpahaman antara pimpinan dengan bawahan dan atau antara pegawai dengan pegawai lainnya mengenai pesan/informasi yang disampaikan.

Ada sejumlah hambatan yang mengganggu dalam berkomunikasi dalam organisasi, selain hambatan yang sudah disebut diatas seperti distorsi dan evasi, ada juga hambatan yang berkaitan dengan adanya penyaringan, persepsi selektif, informasi berlebih, emosi, bahasa, dan kegelisahan komunikasi.

Hambatan Karena Penyaringan.
Dimensi penyaringan ini bermakna bahwa informasi yang disampaikan tidak seutuhnya, tetapi disaring yang hanya menguntungkan/ mengamankan posisi yang menyampaikan. Kalau informasi itu dari bawahan, maka ia cenderung mau ‘cari aman atau cari muka’ dengan melaporkan yang baik-baik saja.

Kalau informasi itu dari atasan, informasi itu ‘ada yang disembunyikan’ agar bawahan tidak mengetahui sehingga tidak tahun apa yang terjadi.

Menyaring memang bisa bernilai positif, tetapi lebih banyak nilai negatifnya bagi suatu kerja tim, karena tim (anggota organisasi) perlu tahun apa yang terjadi.
Hambatan Karena Persepsi Selektif.

Persepsi selektif adalah orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka lihat atas dasar kepentingan, latar belakang, pengalaman dan sikap mereka, dan kepentingan pribadi sangat mempengaruhi masalah-masalah mana saja yang layak dilihat. Tidak melihat realitas, melainkan menafsirkan apa yang dilihat dan menyebutnya sebagai realitas.

Misalnya, Kalau ia punya persepsi bahwa pegawai wanita itu kerjanya tidak bisa maksimal, karena repot dengan urusan rumah, maka ia tidak akan melibatkan ia dalam tim, karena pasti nanti merepotkan.

Hambatan Karena Informasi Berlebih.
Setiap orang memiliki kapasitas yang terbatas untuk mengolah data. Seseorang apakah bawahan atau atasan (menejer) yang mendapat banyak informasi yang harus ia pelajari dan ia pilah-pilah, kelebihan benan ini akan berakibat mengabaikan beban itu (informasi itu) sehingga ia akan melupakannya/meninggalkannya, padahal seharusnya ia selalu meng-update, untuk kepentingan pekerjaannya.

Hambatan Karena Emosi.
Suasana emosi penerima pesan saat berlangsungnya komunikasi akan mempengaruhi persepsi dan interpretarsinya terhadap pesan maupun pemebri pesan/informasi.

Seorang bawahan yang melapor keatasannya saat atasannya lagi ruwet, bisa dipastikan respon negative yang akan didapat, padahal belum tentu laporannya itu sesuatu yang buruk.

Demikian juga perintah atasan kepada bawahan yang lagi banyak masalah yang dipikirkan, maka responnya akan negative, dianggap atasan tidak mau tahu keadaan bawahannya.

Hambatan Karena Bahasa.
Bahasa bisa dalam kata-kata atau gerakan tubuh (gesture), dapat menjadi penghambat kalau ditempatkan pada waktu dan tempat yang kurang tepat.

Kata-kata bisa memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda pula, baik berbeda karena usia, pendidikan dan latar belakang budaya. Tiga variable ini sangat mempengaruhi arti dari uangkapan kata.

Demikian juga gerakan tubuh, menuding dengan telunjuk dari yang usia muda ke orang yang usia lebih tua, kebanyak kultur kita adalah kurang santun.

Hambatan Karena Kegelisahan Komunikasi.
Menurut K. Davis dan B.H. Spitzberg (Stephen P. Robbin, 2006) diperkirakan 5% sampai 20 % dari populasi mengalami kecemasan atau kegelisahan komunikasi, yaitu mengalami ketegangan dan kecemasan yang tidak pasa tempatnya dalam komunikasi lisan, tulisan atau keduanya.

Sering dijumpai ada orang yang mengalami kecemasan bila berbicara secara formal dengan orang lain, padahal ia tidak gagab saat ngomong santai. Atau ada juga yang susah sekali untuk menyusun kata-kata dalam surat atau laporan, kalau toh bisa kadang bahasanya seperti bahasa lisan, bukan bahasa surat. ***

DAFTAR KEPUATAKAAN
Astrid, S. Susanto, Dr. phil. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek – 1, Penerbit Binacipta, Bandung, 1974.
Adam Ibrahim, Drs. MPA, dkk. Kepemimpinan Dalam Organisasi, Penerbit LAN-RI, Jakarta, 2001.
Effendy, Onong Uchyana, Drs, MA, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Penerbit Remaja Karya CV, Bandung, 1985.
Effendy, Onong Uchyana, Drs, MA, Dimensi-Dimensi Komunikasi. Penerbit Alumni Bandung, 1986.
Muhammad, Arni, Dr. Komunikasi Organisasi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2005.
Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi, PT. Indeks, Kelompok Gramedia, Jakarta, 2006.


Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH

***********


Label:

0 komentar:

Posting Komentar