Pidato, Public Speaking

03.55 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH /

TEKNIK PIDATO / PUBLIC SPEAKING
Oleh : Ach. Chambali Hasjim.

Kita sering dibuat kagum terhadap seorang da’i, politikus, atau motivator saat menyampaikan pidatonya, memikat dan mengesankan !!. Tentu semua orang akan mengatakan wah orang itu sangat berbakat, mempunyai talenta. Betul, tetapi tidak semua betul, karena untuk menjadi seorang orator atau ahli berpidato dapat dilakukan dengan mempelajari ilmunya, memang talenta atau bakat sebagai anugerah Tuhan (God's Gift) akan mempengaruhi proses belajar tersebut, seseorang yang mememiliki bakat dalam public speaking (berbicara di depan umum) akan mempercepat proses dalam mencapai keahliannya.


RETHORIKA.

Untuk dapat menjadi orator/ahli berpidato paling mempunyai pengetahuan tentang komunikasi (baca artikel ‘Dasar-dasar Komunikasi’ pada Blok ini) kemudian kita mempelajari Rethorikanya atau seni berpidato./ Public Speaking, dan psikologi social (terutama yang berkaitan dengan tingkah laku social)

Public speaking atau sering disebut dengan pidato adalah ucapan yang tersusun baik dan ditujukan kepada orang banyak. Kepandaian berbidato sering disebut dengan rhetorika atau oratori, sedang orangnya disebut dengan rhetor atau orator. Berpidato merupakan seni percakapan yang didukung dengan penggunaan bahasa yang baik dan wawasan keilmuan yang luas. Berpidato dalam dunia pesantren sering disebut dengan khithabah dan orangnya disebut dengan khatib. Kita dapat melihat orang yang cakap dalam berpidato dalam forum-forum kenegaraan, pengajian, ceramah, diskusi, debat, kampanye, pelatihan, dan lain sebagainya.

Pengertian:
Retorika yang berakar dari bahasa Yunai 'Rhetor' dan dalam bahasa Inggris ‘Orator’ yang berarti orang yang mahir berbicara dihadapan umum atau berpidato Sedang ‘rhetorika sendiri artinya ‘ seni berbicara di depan umum ‘ ( the art of public speaking ) atau seni berpidato.

Pengertian retorika secara luas, seperti yang diungkapkan oleh C. BROOKS dan R.P WARREN, mendifinisikan retorika sebagai " the art of using language effectively" atau seni penggunaan bahasa secara.

Pidato atau berbicara didepan umum (public speaking) adalah merupakan bercakap-cakap yang diperluas ( enlarge conversation ). Berpidato adalah merupakan "art and science communication " . Sebagai seni, berpidato memang perlu bakat yang ada sebagai anugerah Tuhan (God's Gift) Akan tetapi berpidato sebagai science, kecakapan dan kemahiran berpidato dapat juga dipelajari dan dikondisikan sebagaimana kecakapan dan kemahiran dibidang-bidang lainnya.
Memang perpaduan antara bakat yang dimiliki dan pengetahuan keilmuan yang menunjang bakat tersebut tentu akan menjadi lebih baik.


Tujuan Pidato :

Public Speaking dalam performancenya dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti :
  1. To interest or amuse the audience (untuk menarik perhatian atau menghubur audience)
  2. To inform or teach (untuk memberi informasi atau pendidikan )
  3. To stimulate or impress (untuk memberi dorongan atau menggairahkan )
  4. To convince or persuade (untuk meyakinkan atau mempengaruhi)
  5. To Instruct (untuk memerintah)
  6. To Entertain (untuk menghibur)

Panca Norma Pidato.
Komunikator dalam kegiatan pidato sebagai individu yang mengambil prakarsa melakukan komunikasi, agar dapat berjalan baik hendaknya memperhatikan 'PANCA NORMA PIDATO', yaitu :

1. Persiapan Pidato.
Persipan sekecil apapun perlu ada untuk meng-eliminir ketidak berhasilan tujuan yang ingin dicapai. Pepatah Latin mengatakan : " qui ascendit sine labore discendit sine honore " yang artinya ' siapa yang naik mimbar tanpa persiapan, akan turun tanpa penghormatan '. Oleh karena itu seorang pembicara tidak boleh mengawali dengan kata ' tidak siap untuk berbicara' dan hendaknya dalam kondisi " always be well prepared " ( siap siaga ) dan selalu " ready for use ' ( siap untuk tampil ).

2. Cara Penyajian ( Type of Delivery )
Cara penyajian dalam berpidato ada 4 tipe yaitu :
  • a. Extempore, Pidato yang dilakukan secara spontan, untuk ini memerlukan penguasaan materi dari berbagai bidang ( sudah ahli).
  • b. Impromtu : yaitu pidato yang disampaikan tanpa naskah, dilakukan secara imrpovisasi dan spontanitas.
  • c. Memorized Speech / Memotiter (menghafal materi), yaitu dilakukan dengan cara menghafal naskah pidato. Kelemahan pidato akan tiba-tiba berhenti karena hafalannya bubar pengaruh demam panggung.
  • d. Manuscript (membaca naskah), yaitu pidato secara membaca naskah yang telah dipersiapkan, ini sering dilakukan bila pidato itu memang untuk membacakan naskah pidato orang yang diwakilinya.
  • e. Pointer (dengan catatan kartu), yaitu pidato yang dibantu dengan catatan-catan kecil pada kartu mengenai pokok-pokok pidato yang akan disampaikan.

3. Sistematika Pidato

Sistematika atau susunan pidato harus terangkai dengan baik, artinya pidato harus sistematis dan logis, tidak membingungkan audience yang ditimbulkan oleh jalan pikiran yang tertuang dalam pidato yang berbelit-belit dan kacau (kesannya muter-muter itu-itu saja).

Dalam sistematika pidato, banyak digunakan apa yang disebut dengan " Teori Kuda" Menurut teori ini, pidato harus meliputi empat bagian, yaitu :

  • Exordium (Kepala), yaitu bagian pertama yang merupakan pendahuluan dimakusdkan sebagai upaya untuk menimbulkan kemauan dan membangkitkan perhatian (attention arousing) audience terhadap topik pembicaraan yang akan disampaikan.
  • Protesis (Punggung), yaitu bagian kedua yang merupakan pemaparan pokok permasalahan yang akan disampaikan dalam pidato.
  • Argumenta (Perut), yaitu bagian ketiga yang merupakan bagian yang berkaitan dengan alasan-alasan mengangkat topik permasalahan yang disampaikan tadi.
  • d. Conclucio (Ekor) bagian terakhir yang merupakan penutup pidato yang berisi kesimpulan, pemecahan masalah sekaligus saran-saran alternatif yang secara persuasif bertujuan mempengaruhi audience.

4. Isi dan Materi Pidato.
Isi atau materi pidato hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  • Menarik dan aktual ;
  • Disampaikan dengan lambang-lambang yang mudah dimengerti ;
  • Mencerminkan kepentingan audience ;
  • Mengandung unsur untuk suatu penyelesaian/menambah pengetahuan, bukan menambah persoalan audience.

5. Keadaan Auditorium.
Seorang mimbarwan/pembicara hendaknya mengenali 'medan tempurnya' yaitu situasi dan kondisi auditorium dimana proses komunikasi akan dilangsungkan. Tempat pembicara apakah dapat menjangkau seluruh audience, alat bantu pengeras suara apakah dalam kondisi baik dan menjangkau seluruh audience.


Membangun Ethos.

Seorang orator dalam berkomunikasi, dalam situasi apapun harus tetap berpijhak pada “ ‘pathos’ ( memberikan kesan simpatik)- ‘ethos’ (memegang teguh etika masyarakat) dan ‘logos’ (rasional/logis dan bukan mimpi atau khayalan).

Untuk membangun itu semua harus dilakukan dengan :
  1. persiapan (Preparation);
  2. Kesungguhan (Seriuosness);
  3. Ketulusan (sincerity);
  4. Kepervayaan (confidence);
  5. Ketenangan (poise) ;
  6. Keramahan (Friendship) ; dan
  7. Kesederhanaan (moderation).

Hindari saat Pidato hal-hal berikut ini :

  • Memasukan tangan dalam saku celana
  • Melipat kedua tangan
  • Menggemgam kedua belah telapak tangan dan meletakkan dibelakang
  • Menunjuk audience dengan telunjuk
  • Memegang daun telinga berkali-kali
  • Menggigit salah satu jari tangan
  • Menggaruk-nggaruk kepala
  • Menundukkan kepala/memandang ke bawah atau mendongak memndang keatas.
  • Teralalu sering mengulang kata-kata yang sama.
  • Sering mengucapkan kalimat yang bermakna untuk mengakhiri pidato, tetapi nyatanya tetap masih berlanjut, yang dilakukan secara berulang-ulang.

Basic Concept Public Speaking.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kita melakukan public speaking sebagai konsep dasar untuk memulai pidato, yaitu :

1. Public speaking merupakan konversasi (percakapan) yang diperluas ( enlarge conversation), artinya percakapan dengan banyak orang (audience). Berbicaralah dengan mereka (talk with the people),, jangan berbicara kepada mereka (talk to the people)


2. Public speaking adalah komunikasi yang beryujuan (public speaking is purposeful communication ) agar mereka berperasaan, berpikiran, berbuat sesuai yang dikehendaki Karena itu sepanjang pidato konsentrasi terhadap tujuan itu, jangan terpengaruh oleh keadaan lingkungan.


3. Pidato harus hidup, energik, menarik, enthusiastic, karena itu orator harus bersemangat, optimistic, dan bergairah ( memiliki sense of responsibility an sense of leader)


4. Perhatikan bahwa manusia itu memiliki sikap dasar dan apabila sudah membentuk massa, derajatnya menurun. Sikap dasar tersebut meliputi sikap orang yang mempunyai perasaan, kepatuhan, sifat, kelainan watak, sifat lekas percaya, kebiasaan-kebiasaan, sifat menghormati, sifat senang pujian, sifat berobah pendapatnya.


5. Pembicara yang berhasil dinilai bukan dari apa yang dikatakan, melainkan bagaimana cara mengatakan (HOW You say is more important than WHAT you say)


6. Influence on an audience is determined or dress for success : 7% by what we say ; 38% by how we speak, and 55% by how we look and behave



TINGKAH LAKU KOLEKTIF.

Berpidato atau berbicara didepan umum (public speaking), berarti berhadapan dengan banyak manusia dengan kondisi psikologis yang unik dan komplek. Dalam hal ini Ilmu Jiwa Sosial /psikologi social dapat membantu untuk menganalisis, walau kita hanya diberi sedikit tahu tentang hal ini seperti yang difirmankan Allah SWT [Q.S. Al-Isra’ (17):85]: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: Roh (jiwa) itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".(wasyasaluunaka ‘anirruuhi. Qulliruukhu min amri rabbi wamaa uutiitum minal’ilmi illaa qalillan)

Firman Allah SWT tersebut mengisayaratkan kepada kita bahwa pengetahuan tentang hal ihwal ruh ( jiwa/psyche) yang dimiliki manusia sangat terbatas, yaitu hanya pada gejala jiwa yang tampak secara lahiriyah berupa tingkah laku saja. Selebihnya hanya Allah SWT Yang Maha Tahu.

Psikologi social melihat individu sebagai unsure yang bersikap aktif. Individu di dalam interaksi social memperlihatkan action yang berupa perbuatan sebagai reksi terhadap lingkungannya. Reaksi yang diperlihatkan tidak hanya dibatasi oleh pengaruh-pengaruh dari luar saja, tetapi juga dipengaruhi oleh kebutuhan yang memerlukan pemuasan.

Dalam bahasan proses komunikasi, mau tidak mau harus memperhatikan tingkah laku individual dalam kontek interaksi social. Dalam kehidupannya sehari-hari, seorang individu hidup dalam ikatan social, ikatan social ini mengkondisikan seseorang dalam tingkah laku tertentu yang menunjukan cirri-ciri dan fenomena tertentu sehingga untuk ikatan-ikatan social tersebut dijumpai ada yang namanya kelompok (group), khalayak (public), kerumunan (crowd) dll. I

katan-ikatan social tersebut memiliki karakter tertentu dan menunjukan gejala tertentu pula, maka komunikasi yang berlangsung pada ikatan-ikatan social tersebut, menghendaki cara-cara tertentu pula, yaitu menyesuaikan dengan factor-faktor social psikologis dimana komunikan berada.


Istilah tipologi tingkah laku kolektif (collective behavior) adalah untuk membedakan dengan sitilah tingkah laku individual. Tingkah laku kolektif merupakan pola tingkah laku yang ada saat orang berkumpul banyak.

Gejala yang sangat menonjol dalam tingkah laku kolektif ini adalah, bahwa : daya berfikir individual umumnya menurun atau terhambat ;tanpa disadari penguasaan atas diri sendiri melemah; dan seolah-olah terseret dalam tingkah laku bersama orang-orang lainnya.

GUSTAVE LE BON, menggambarkan keadaan kejiwaan massa sebagai berikut : bilamana orang banyak berkumpul dalam suatu situasi tertentu seperti dalm rapat-rapat umum, demontrasi, menonton sepak bola, dsb. Maka jiwa kelompok bersifat incidental (massa) itu mempunyai watak dan sifat-sifat atai cirri-ciri tersendiri sebagai tingkah lakum kolektif, seperti :
  • Jiwa individu yang ada didalamnya mempunyai tingkah laku dan cirri-ciri khas yang berbeda bila tidak berada pada kerumuman / massa ;
  • Kesadaran diri sekan-akan terserap dalam massa, sehingga menjadi jiwa kelompok yang sensitive dan inpulsif ;
  • Cenderung bertindak dengan segera (reaktif), irrasional, lebih mudah terpengaruh (suggestable) ;
  • Lebih mudah melakukan peniruan (imitation) terhadap hal-hal tertentu ;
  • Solidaritas lebih besar dari pada bila seseorang berada di luar massa.


PANDUAN PRAKTIS PUBLIC SPEAKING.

1. Saat MC mempersilahkan Anda naik podium, itu artinya seluruh audience perhatiannya tertuju pada Anda. Bersikaplah tenang, tarik nafas, perhatikan seluruh audience dan luasnya auditorium untuk mengukur tekanan suara kita (sekaligus untuk menghilangkan podium vrees/demam podium)


2. Berdo’alah sebelum memulai berpidato agar memperoleh ketenangan bathin, dan lancar dalam berpidato.


3. Mulailah berpidato dengan penuh percaya diri, hantarkan pembukaan pidato Anda dengan kata-kata atau cerita yang mengikat, atau hal-hal yang sangat actual dengan singkat (untuk membentuk medan psikis audience).


4. Berbicaralah dengan gaya yang orisinal, dan bersikap sama sederajat dengan audience (talk with the people), jangan bernada menggurui (talk to the people).


5. Berbicaralah dengan menjaga irama/intonasinya, tidak datar dan menjemukan ( irama berbicara, jangan irama membaca ). Aturlah tempo bicara agar dapat didengar dan dicerna dengan jelas, kapan berhenti sementara (koma), dan kapan berhenti lama (titik).


6. Berikan tekanan-tekanan (stressing) pada hal-hal tertentu untuk mendapat perhatian khusus dari Audience.


7. Berbicara hendaknya dengan tetap memelihara kontak pribadi (personal contact) dengan audience, ekspresi wajah terus menunjukkan rasa simpati dan kesungguhannya.


8. Jangan berbicara yang bertele-tele, berhentilah sebelum dihentikan. Jangan berbicara melebihi waktu yang disediakan (kalau memang kurang harus minta ijin menambah sedikit, kalau ada peringatan dengan secarik kertas, hendaknya diberitahukan pada audience, supa tidak mengganggu konsentrasi audience karena penasaran apa itu ).


9. Hindari hal-hal yang merusak medan psikis yang telah dibangun dari awal atau memecah perhatian audience, kecuali karena gangguan mekanik (mechanic noise) perdulikan sebentar kemudian kembalikan lagi audience kepada topic pembicaraan.


10. Jika perhatian audience menurun (kelelahan atau bosan), berusahalah untuk mengembalikan perhatian tersebut dengan menyuguhkan ilustrasi atau joke-joke segar seperlunya, yang penting segera ambil inisiatif (kalau memang masih ada materi yang harus disampaikan).


11. Setiap pidato tentukan klimaksnya, dan kalau dirasa sudah pada klimaks pidato, segera disudahi pidato, denagn menyimpulkan hal-hal yang perlu ada stressing.


12. Setelah pidato pada klimaks, maka pidato segera disudahi yang ditandai dengan kata-kata yang menunjukan pidato akan berakhir, seperti demikian…., akhirnya…., kiranya demikian saja …., dll. Hindari pengulangan kata-kata yang menunjukan berakhirnya pidato tersebut, yang kenyataannya pidato tidak juga berakhit. Hal ini akan melelahkan bahkan menyiksa psikis audience.


13. Untuk mempersiapkan diri menjadi pembicara yang baik, terus lakukan dan kembangkan hal-hal berikut ini :

  • Memandang sesuatu dari sudut baru
  • Selalu memperluas cakrawala
  • Selalu antusias
  • Rasa ingin tahunya tinggi
  • Selalu menunjukkan empati
  • Jangan terlalu banyak membicarakan diri sendiri dalam pidatonya.
  • Mengenal dengan baik siapa pendengarnya
  • Menguasai materi dan mampu ber-improvisasi
  • Mampu menyesuaikan diri dengan waktu, tempat, suasana dan acara
  • Mampu menggelitik emosi pendengar
  • Mempunyai selera humor dan kestabilan emosi
  • Perkaya perbendaharaan kata/ragam bahasa yang berupa ungkapan, perumpamaan, kata mutiara, kutipan ucapan tokoh (karena manusia senang hal seperti ini)
  • Tampilan harus memikat

PEDOMAN UNTUK PENILAIAN PIDATO.
Berikut ini disajikan Pedoman Umum (Guiding Principles) baik untuk pegangan dalam melakukan pidato, atau untuk penilaian suatu pidato (lomba pidato) :
  1. Kelancaran berbicara
  2. Kesungguhan
  3. Sistimatis dan logis
  4. Vokal dan intonasi
  5. Performance
  6. Illustrasi
  7. Gesture / gerakan
  8. Kesopanan dan pemilihan kata-kata
  9. Humor
  10. Waktu / ketepatan durasi
  11. Originalitas.

PENUTUP.
Seorang orator yang mampu merubah ‘warna” dunia. Banyak tokoh yang sudah membuktikannya, Rasululloh SAW dengan pidato-pidato dakwahnya merubah jaman jahillah menjadi jaman yang penuh rahmatan lilalamin.

Bila anda sudah menjadi seorang orator dibidang apapun, sebelum naik panggung, coba renungkan apa yang telah difirmankan Allah SWT : “Serukanlah (ajaklah) kepada jalan Tuhanmu (jalan kebenaran) dengan hikmah*/ dan pelajaran yang baik dan bantahlah (berdiskusilah dengan )mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk“ [ Q.S An-Nahl (16):125]. (*/ Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil)**

Ingat !!!
  • SIAPA YANG NAIK MIMBAR TANPA PERSIAPAN, AKAN TURUN TANPA PENGHORMATAN ( QUI ASENDIT SINE LABORE - DESENDIT SIN HONORE )
  • JANGAN TERSENYUM DI-KEGELAPAN ; JANGAN BERBISIK KEPADA ORANG TULI DAN JANGAN MENGERLING KEPADA ORANG BUTA .
  • PENARI YANG BAIK, HARUS MENGERTI IRAMA GENDANG.

DAFTAR PUSTAKA.
Astrid, S. Susanto, Dr. phil. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek – 1, Penerbit Binacipta, Bandung, 1974.
Cangara, Hafidz,2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
Carolina Nitimihardja, dra. Psi, Psikologi Sosial, Oenerbit senat mahasiswa STKS bandung, 1983.
Effendy, Onong Uchyana, Drs, MA, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Penerbit Remaja Karya CV, Bandung, 1985.
Effendy, Onong Uchyana, Drs, MA, Dimensi-Dimensi Komunikasi. Penerbit Alumni Bandung, 1986.
Evendhy M. Siregar, Komunikasi dan Rhetorika
Kridalaksana, Harimurti, ed. Leksikon Komunikasi, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.1984.
Muhammad, Arni, Dr. Komunikasi Organisasi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2005.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.
Meinanda, Teguh, Pengantar Ilmu Komunikasi, CV Armico, Bandung, 1981
Mirrian. S. Arif, Dra. M.Ec (PA), Organisasi dan manajemen, Penerbit Karunika Jakarta, 1985.
Robert M.Z. Lawang, Drs. Pengantar Sosiologi (Modul 1-9) Universitas terbuka, Jakarta, 1985.
Sendjaja,Sasa Djuarsa,1994, Pengantar Komunikasi,Jakarta:Universitas Terbuka.
Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:Grasindo.








Label:

0 komentar:

Posting Komentar