Komunikasi Massa

02.05 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH /

KOMUNIKASI MASSA.
Diposting : Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH

Asal Muasal.
Dalam catatan sejarah, komunikasi massa digunakan pertama kali pada masa pemerintahan Julius Caesar bangsa Romawi (100-44 SM). Julius Caesar memerintah pembuatan suatu media komunikasi untuk penyebaran informasi yang dapat dibaca atau diketahui oleh khalayak umum yang diletakkan di forum Romanum.

Kemudian media yang dibuat tersebut dikenal dengan istilah ACTA DIURNA, yaitu media yang memuat keputusan-keputusan dari rapat rakyat, serta informasi yang menarik perhatian umum, juga tentang kejadian sehari-har, Dan Media ACTA SENATUS, yaitu media yang memuat laporan singkat mengenai persidangan Senat dan keputusan-keputusan yang diambil (kalau dikita seperti majalah atau rubric parlementaria).

Yang mengelola kedua media ini ditangani oleh apa yang disebut DIURNANI, yaitu mereka yang ditugasi untuk mencatat dan menginformasikan melalui media tersebut. Oleh para pemerhati ilmu komunikasi, kedua media ini dianggap sebagai embrio atau cikal bakal media massa, sedang pekerjaan diurnani sebagai cikap bakal dari profesi jurnalistik.

Tahun 1440 di Ausburg Jerman, Jihan Gutenberg menciptakan mesin cetak. Sebelum ditemukannya mesin cetak ini, semua aktifitas didokumentasikan dengan tulisan tangan, dan setelah ditemukannya mesin cetak maka terdapat lompatan kemajuan dibidang media tulis, seperti buku-buku, yangn kemudian muncul media surat kabar.

Surat kabar tercetak pertama kali terbit di Eropa adalah Mingguan Avisa, Relation, Order Zeitung di Straatsburg, Jerman tahun 1609. Kemudian disusul oleh Negara-negara lainnya seperti Inggris dengan ‘Courant of General News’, Perancis dengan ‘Gazette de France’ dan ‘Boston News Letter’ di Amerika Serikat pada tahun 1704.

Setelah terbitnya surat kabar mingguan, maka dengan adanya kemajuan teknologi yang mendukung industry percetakan dan untuk memenuhi kebutuhan akan berita dan adanya kesadaran betapa pentingnya nilai aktualitas yang obyektif dari suatu informasi atau berita, maka lahirlah surat kabar harian yang pertama di Eropa, yaitu ‘Leipziger Zeitung’ yang tebirt di Leipzig (Jerman) pada tahun 1660. dan kemudian disusul oleh negara-negara lain seperti ‘Daily Courant’ di Inggris, tahun1702; ‘Rotterdamsche Courant’ di Belanda, tahun 1717; ‘Tagblatt der Stadt Zurich’ di Swiss, tahun 1730; ‘Journal de Paris’ di Perancis, tahun1777 ; dan ‘Pennsylvania Packet’ di Amerika Serikat, tahun 1784.

Surat kabar-surat kabar tercetak inilah yang mengawali adanya media massa, dimana ciri-ciri surat kabar sebagai media massa terpenuhi yaitu hal-hal yang berkaitan dengan : aktualitas; periodesitas; universalitas; dan publisitas.

Perkembangan media massa, khususnya diawal yang masih berupa media massa cetak, apakah surat kabar harian, mengguan, majalah, bulletin dsb sejalan dengan perkembangan peradaban social-budaya, ekonomi, politik dari suatu komunitas manusia dan bangsa. Pada perjalannnya kemudian, dengan ditemukannya mesin ketik, telegraph, telepon dan perangkat-perangkat komunikasi lainnya, semakin mendorong kemajuan media massa menjadi bidang industri beserta profesi jurnalistik.

Industri surat kabar mulai menunjukkan geliatnya yang luar biasa ketika budaya membaca di masyarakat semakin meluas. Terlebih ketika memasuki masa Revolusi Industri, di mana industri surat kabar diuntungkan dengan adanya mesin cetak tenaga uap, yang bisa menggenjot oplah untuk memenuhi permintaan publik akan berita.

Seiring dengan semakin majunya bisnis berita, pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah.

Kuatnya persaingan industri media massa, tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah yellow journalisme (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk "pertempuran headline" antara dua koran besar di New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst. Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu: meningkatkan penjualan! Jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.

Surat kabar di Indonesia mulai berkembang jauh hari sebelum negara Indonesia diproklamasikan. Surat kabar telah dipergunakan oleh para pendiri bangsa kita sebagai alat perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan. Tokoh pers nasional, Soebagijo Ilham Notodidjojo dalam bukunya "PWI di Arena Masa" (1998) menulis, Tirtohadisoerjo atau Raden Djokomono (1875-1918), pendiri mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembang jadi harian, sebagai pemrakarsa pers nasional. Artinya, dialah yang pertama kali mendirikan penerbitan yang dimodali dengan modal nasional dan pemimpinnya orang Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, pers Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Haryadi Suadi menyebutkan, salah satu fasilitas yang pertama kali direbut pada masa awal kemerdekaan adalah fasilitas percetakan milik perusahaan koran Jepang seperti Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja (Bandung), dan Sinar Baroe (Semarang) ("PR", 23 Agustus 2004). Menurut Haryadi, kondisi pers Indonesia semakin menguat pada akhir 1945 dengan terbitnya beberapa koran yang mempropagandakan kemerdekaan Indonesia seperti, Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), dan The Voice of Free Indonesia.

Sebelum itu pada pertengahan abad ke 18, Belanda sudah memperkenalkan penerbitan surat kabar di Indonesia. Penguasa kolonial mengekang pertumbuhan pers, meskipun penerbitnya terdiri dari orang-orang Belanda sendiri. Tetapi surat kabar yang tumbuh dari akhir abad ke 19 hingga awal abad berikutnya, juga merupakan sarana pendidikan dan latihan bagi orang-orang Indonesia yang memperoleh pekerjaan di dalamnya (Tribuana Said, 1988). Surat kabar pertama di Indonesia adalah Bataviase Nouvelles (Agustus 1744 – Juni 1746), disusul kemudian Bataviasche Courant (1817), Bataviasche Advertentieblad (1827). Pada tahun 1855 di Surakarta terbit surat kabar pertama dalam bahasa Jawa, bernama Bromartani. Surat kabar berbahasa Melayu yang pertama adalah Soerat Kabar Bahasa Melajoe, terbit di Surabaya pada tahun 1956. kemudian lahir surat kabar Soerat Chabar Betawie (1958), Selompret Melajoe (Semarang, 1860), Bintang Timoer (Surabaya, 1862), Djoeroe Martani (Surakarta 1864), dan Biang Lala (Jakarta, 1867).

Kenapa komunikasi Massa.
Komunikasi sebagai suatu proses, menurut Edward Sapir (Onong, 1985) dibedakan dalam komunikasi primer, yaitu komunikasi yang langsung tanpa menggunakan alat atau media, dan komunikasi sekunder, yaitu komunikasi dengan menggunakan media atau komunikasi massa.

Komunikasi massa adalah berkomunikasi dengan menggunakan media massa. Komunikasi massa dari istilah dalam bahasa Inggris, mass communication, sebutan lengkapnya adalah mass media communication. Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated.

Massa mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Berlo (Wiryanto, 2005) mengartikan massa sebagai meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran.

Dipilihnya komunikasi massa, karena target sasaran yang ingin dicapai adalah : agar menjangkau audience yang luas dan dalam jumlah yang besar seningga memungkinkan adanya immitasi (peniruan) oleh banyak orang ; dan untuk mengatasi batas-batas komunikasi yang timbul karena factor geografis (batas ruang) dan waktu.

Komunikasi massa/sekunder memiliki kompleksitas tersendiri dibandingkan dengan komunikasi primer, karena seorang komunikator/sumber dihadapkan pada siatuasi dan kondisi massa yang bersifat umum, heterogen, keserempakan dan non personal.

Sifat-sifat dari komunikasi massa meliputi sifat komunikator, sifat pesan, sifat media massa, sifat komunikan, sifat efek dan sifat umpan balik, sedangkan ciri-ciri komunikasi massa meliputi komunikasi massa berlangsung satu arah; komunikator pada komunikasi massa melembaga; pesan pada komunikasi massa bersifat umum; media komunikasi massa menimbulkan keserempakan; komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen.

Komponen Komunikasi Massa.
Komponen atau unsur komunikasi massa sebagaimana juga komunikasi adalah komponen-komponen atau unsur-unsur yang mendukung terjadi proses komunikasi. HAROLD LASSWELL (1948) dalam bukunya “ The Structure and Function of Communication in Society “ (Wiryanto, 2005) untuk menjelaskan komponen komunikasi ini dengan menjawab suatu pertanyaan ini : Who Says What In Which Channel to Whom With What Effect ?.

1. Komponen who (sumber atau komunikator).
Sebagai komunikator atau sumber dalam arti yang mengambil prakarsa dalam komunikasi massa (bermedia) adalah institusi atau sekumpulan orang (institutionalized person) yang melakukan pekerjaan dengan fasilitas suatu institusi, yaitu perusahaan yang bergerak dibidang media massa, seperti surat kabar, majalah, lembaga penyiaran (radio, televisi) dsb.

Dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, Pasal 1 ayat (1) menyatakan: ”Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, megolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.” .
Sedang institusi media massa bentuknya seperti disebut pada pasal 1 ayat (2) : ” Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.”

McQuail (1987) menyebutkan ciri-ciri khusus institusi media massa sebagai komunikator dalam komunikasi massa, adalah sebagai berikut:
  • Memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan dalam wujud informasi, pandangan, dan budaya. Upaya tersebut merupakan respon terhadap kebutuhan sosial kolektif dan permintaan individu.
  • Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain: dari pengirim ke penerima, dari kalayak yang satu ke khalayak lainnya, dari seseorang ke masyarakat dan institusi masyarakat terkait.
  • Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik, dan merupakan institusi yang terbuka bagi semua orang untuk peran serta sebagai penerima (atau dalam kondisi tertentu sebagai pengirim).
  • Partisipasi publik dalam institusi pada hakikatnya bersifat sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial. Bahkan lebih bersifat suka rela daripada beberapa institusi lainnya, misalnya pendidikan, agama atau politik ( tidak ada paksaan atau keharus suatu komunitas/publik harus mengikuti berita di media massa). Hal tersebut dikaitkan juga dengan ketidakberdayaan formal institusi media: media tidak dapat mengandalkan otoritasnya sendiri dalam masyarakat, serta tidak mempunyai organisasi yang menghubungkan pemeran-serta ”lapisan atas” (produsen pesan) dan pemeran-serta ”lapisan bawah” (audien).
  • Industri media dikaitkan dengan industri dan pasar karena ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi, dan kebutuhan pembiayaan.
  • Meskipun institusi media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media, mekanisme hukum, dan pandangan-pandangan menentukan yang berbeda antara negara yang satu dengan lainnya.
Komunikator dalam proses komunikasi massa selain merupakan sumber pesan, mereka juga berperan sebagai gate keeper (Nurudin, 2003). Yaitu berperan untuk menambah, mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami oleh audience-nya. Bitner (dalam Tubbs, 1996) menyatakan bahwa pelaksanaan peran gate keeper dipengaruhi oleh: ekonomi; pembatasan legal; batas waktu; etika pribadi dan profesionalitas; kompetisi diantara media; dan nilai berita.

2. Komponen says what (apa yang dikatakan/pesan/komunike).
Pesan-pesan komunikasi massa dapat diproduksi dalam jumlah yang besar sesuai space (halaman atau waktu/durasi) yang tersedia, dan dapat menjangkau audience yang sangat banyak. Pesan-pesan itu berupa berita, pendapat, lagu, iklan, TTS, kuis, dsb.

Charles Wright (1977) memberikan karakteristik pesan-pesan komunikasi massa sebagai berikut:
  • Publicly. Pesan-pesan komunikasi massa pada umumnya tidak ditujukan kepada orang perorang secara eksklusif, melainkan bersifat terbuka, untuk umum atau publik.
  • Rapid. Pesan-pesan komunikasi massa dirancang untuk mencapai audience yang luas dalam waktu yang singkat serta simultan ( memiliki karaketeristik menimbulkan keserempakan kontak )
  • Transient. Pesan-pesan komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan segera, dikonsumsi sekali pakai dan bukan untuk tujuan yang bersifat permanen. Pada umumnya, pesan-pesan komunikasi massa cenderung dirancang secara timely, supervisial, dan kadang-kadang bersifat sensasional.

3. Komponen in which channel (saluran atau media).
Ini menyangkut saluran atau media yang akan digunakan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa. Media massa yang mempunyai kemampuan tersebut adalah surat kabar, majalah, lembaga penyiaran, internet, dan sebagainya.

Setiap media memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing, maka kalau tidak dilakukan melalui multy media, dalam memilih media apa yang akan digunakan, lakukan dengan pertimbangan dari aspek sasaran, ruang dan waktu. Sebab suatu informasi tertentu akan lebih efektif kalau disampaikan melalui media tertentu untuk sasaran yang tertentu pula.

4. Komponen to whom (penerima; khalayak; audience, komunikan).
Penerima pesan-pesan komunikasi massa adalah orang-orang yang membaca surat kabar, mendengarkan radio, menonton televisi, browsing internet, dll.

Menurut Charles Wright (Wiryanto, 2005), mass audience memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Large yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa berjumlah besar atau banyak, yang merupakan individu-individu yang tersebar dalam berbagai lokasi;
  • Heterogen yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, beragam statusnya, baik dalam hal pekerjaan, umur, jenis kelamin, agama, etnis, dan sebagainya;
  • Anonim yaitu orang-orang dari mass audience tersebut umumnya tidak saling mengenal secara pribadi dengan komunikatornya.

5. Komponen with what effect (dampak).
Dampak yang ditimbulkan oleh terpaan media massa, adalah perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri audience karena adanya proses internalisasi informasi terhadap dirinya.. David Berlo (Wiryanto, 2005) mengklasifikasikan dampak atau perubahan ini ke dalam tiga kategori, yaitu: perubahan dalam ranah pengetahuan; sikap; dan perilaku nyata.

Hernando Gonzales (Amri Jahi, 1993) menjelaskan ada tiga efek komunikasi massa, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan attitude (sikap). Sedang efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melalkukan sesuatu menurut cara tertentu.

Perubahan dalam dimensi kognitif tidak berarti selalu menimbulkan perubahan afektif dan konatif. Banyak orang melihat tayangan iklan suatu produk itu sangat baik (kognitif dan afektif okey), tetapi ia tetap memutuskan apa yang selama ini telah ia gunakan (konatifnya gagal).

Ray, 1982 (Amri Jahi, 1993) menggambarkan dalam ada tiga sekuen/hirarki efek komunikasi massa, yaitu hirarki belajar, hiraraki keterlibatan yang rendah dan hirarki atribusi-disonan. Pada hiraraki belajar, efek kognitif (pengetahuan) lebih dahulu, kemudian diikuti oleh efek afektif (perasaan) dan efek konatif (sikap). Secara sederhana menunjukan hirarki ini ialah Belajar – Merasakan – Bertindak.

Pada hirarki keterlibatan yang rendah, efek konatif terjadi dulu, kemudian diikuti oleh efek kognitif dan efek afektif. Secara sederhana dirtumuskan dalam hirarki Bertindak - Belajar – Merasakan. Sedang pada hirrarki Atribusi-Disonan, efek konatif lebih dulu, kemudian efek afektif dan efek kognitif. Atau Bertindak dulu, baru Merasakan dan terus Belajar (pingin mengetahui lebih banyak apa itu).

Fungsi Komunikasi Massa
Lasswell (1948) yang memberikan ringkasan mengenai fungsi dasar komunikasi yang meliputi : pengawasan lingkungan; pertalian (korelasi) bagian-bagian masyarakat dalam memberikan respon terhadap lingkungannya; transmisi warisan budaya.

  • Fungsi pengawasan sosial merujuk pada upaya penyebaran informasi dan interpretasi yang obyektif mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
  • Fungsi korelasi sosial merujuk pada upaya pemberian interpretasi dan informasi yang menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya atau antara satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai konsensus.
  • Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lainnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
Untuk menjelaskan fungsi komunikasi massa Lasswell tersebut, Sasa Sendjaja (2003), menjelaskannya dengan sebuah contioh sebagai berikut : Kita ambil contoh pemberitaan tentang “konflik” yang sekarang sangat dominan dikemukakan oleh berbagai media elektrolit maupun media cetak.

Menurut fungsi pengawasan sosial, pemberitaan tentang konflik tersebut seharusnya ditujukan agar masyarakat waspada dan mencegah agar konflik tersebut tidak meluas. Fungsi surveillance atau pengawasan, antara lain memberitahukan adanya bahaya atau bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, gunung meletus dan sebagainya.
Menurut fungsi kaorelasi social, Penyajian opini dari elit-elit atau kelompok-kelompok yang bertikai, seharusnya dikorelasikan dengan opini-opini dari berbagai kalangan masyarakat lainnya. Ini berarti, isi pemberitaan jangan hanya menyajikan pandangan dari pihak-pihak yang bertengkar saja.

Pandangan-pandangan dari berbagai kalangan masyarakat baik yang berasal dari lapisan atas, menengah atau kalangan masyarakat bawah, perlu disajikan secara eksplisit termasuk dampak konflik terhadap kondisi kehidupan nyata sehari-hari. Tujuannya mencapai konsensus agar konflik dapat segera berakhir karena yang akan menjadi nkorban adalah masyarakat.

Dalam menjalankan fungsi sosialisasi. Pesan utama yang perlu disosialisasikan dalam konteks konflik yang terjadi sekarang ini adalah perlunya menjaga integrasi bangsa. Pesan-pesan lainnya yang relevan disosialisaikan antara lain adalah toleransi dan apresiasi terhadap perbedaan pandangan, perlunya menegakkan supremasi hukum, serta anti segala bentuk tindakan kekerasan.

Komunikasi massa juga dapat meningkatkan status social anggota masyarakat karena mengetahui berbagai berita yang dimuatnya. Sementara itu, fungsi interpretasi dan preskripsi juga tak kalah pentingnya, terutama menyangkut berita-berita tentang kejadian yang dapat menimbulkan dampak negatif dan membahayakan masyarakat. Charles Robert Wright (1960) menambahkan fungsi entertainment (hiburan) dalam fungsi komunikasi massa.

Jay Black dan frederick C, Whitney (1988) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai:
  • (a) to inform (menginformasikan),
  • (b) to entertaint (memberi hiburan), (
  • c) to persuade (membujuk), dan (
  • c) transmission of the culture (transmisi budaya).
John Vivian dalam bukunya The Media of Mass Communication (1991) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai :
  • (a) providing information,
  • (b) providing entertainment,
  • (c) helping to persuade, dan
  • d) contributing to social cohesion (mendorong kohesi sosial).
Joseph R. Dominick dalam bukunya The Dynamics of Mass Communication, 1981 (Nurudin, 2003) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai berikut: (
  • (a) surveillance (pengawasan),
  • (b) interpretation (interpretasi),
  • (c) linkage (hubungan),
  • (d) socialitation (sosialisasi), dan
  • (e) entertainment (hiburan)).
Sedangkan Onong Uchjana Effendy (1994) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai berikut:
  • (a) menyampaikan informasi (to inform),
  • (b) mendidik (to educate),
  • (c) menghibur (to entertain), dan
  • (d) mempengaruhi (to influence).
Dengan bahasa yang berbeda, Katz Gurevich, dan Haas menyebutkan fungsi media massa sebagai berikut:
  • Kebutuhan kognitif – memperoleh informasi, pengetahuan, dan pemahaman.
  • Kebutuhan afektif – emosional, pengalaman menyenangkan, atau estetis.
  • Kebutuhan integrative personal – memperkuat kredibilitas, rasa percaya diri, stabilitas, dan status.
  • Kebutuhan integratif sosial – memperoleh hubungan dengan keluarga, teman, dan sebagainya.
  • Kebutuhan pelepasan ketegangan – pelarian dan pengalihan

Media Massa.
Media massa adalah suatu alat atau saluran yang menghubungan antara sumber berita atau informasi (komunikator) kepada audience atau komunikan yang dalam hal ini adalah massa atau masyarakat.

Media massa yang dimaksud adalah Media Pers (media cetak/persuratkabaran) seperti surat kabar/Koran, majalah, tabloid, bulletin, dan Media Elektronik seperti radio dan televisi, yang memiliki cirri khas, yaitu berkemampuan memikat perhatian khalayak secara serempak (simultaneous) dan serentak (instantaneous).

Dengan kekhasannya itulah media massa ini mempunyai daya pengaruh yang tinggi terhadap perubahan perilaku sudience. Namun kalau ingin lebih rinci menurut bentuknya ditambah lagi dengan Media Online, dan Media Luar Ruang.

A. Media Pers.
Media Perts atau media cetak merupakan media statis dan mengutamakan pesan-pesan visual yang dihasilkan dari proses percetakan, bahan baku dasarnya maupun sarana penyampaian pesannya menggunakan kertas. Media cetak menggunakan dokumen atas segala hal tentang rekaman peristiwa yang diubah dalam kata-kata, gambar, dan foto.

Pada media pers atau media cetak mengharuskan khalayak yang diterpanya bersifat aktif, tidak pasif, karena pesan yang diungkapkan melalui huruf-huruf dan gambar-gambar mati, baru akan hidup dan bermakna apabila khalayak mampu menggunakan tatanan mentalnya (mental set) secara aktif. Karena itulah berita-berita yang ditulis harus disusun dalam susunan kata dan kalimat yang memberikan rangsangan khalayak untuk membacanya

Keunggulan dari media cetak adalah,
  • repeatable, artinya dapat dibaca secara berulang-ulang, dan dapat disimpan atau dikliping yang sewaktu-waktu dapat dibaca lagi.
  • Pemaparan berita/informsi bisa lebih mendalam sehingga mampu membuat pembaca berfikir secara spesifik mengenai isi tulisan.
  • lebih mampu menjelaskan hal-hal yang bersifat kompleks atau rigid.


Kelemahan dari media cetak,
  • dari segi waktu terjadi kelambatan atau ketertundaan dalam menyampaikan berita/informasi, terdapat waktu jeda antara kejadian dengan sampainya berita kepada pembaca, karena adanya proses keredaksian dan proses pencetakannya.
  • Tidak dapat dilengkapi dengan unsure audio (dengar) hanya dengan tulisan dan gambar-gambar tak bergerak, sehingga efek indera dengar dan penglihatan kurang maksimal.
  • Hanya dapat memberikan visual berupa gambar yang mewakili keseluruhan isi berita.
  • Umpan balik media cetak tidak bisa langsung, feedback yang tertunda (delayed feedback).
  • Media cetak berbiaya tinggi, karena diperlukan produksi dan distribusi.

B. Media Elektronik
Media Elektronik muncul setelah revoludi industri yang terjadi di Inggris (Eropa). Tonggak revolusi industri adalah sejak ditemukannya mesin uap oleh James Watt (1825 /Abad 17). Setelah ditemukannya mesin uap maka terjadi proses massifikasi proses produksi. Akibat dari massifikasi produksi menyebabkan raw material (bahan dasar) didalam proses produksi tidak lagi diperoleh di Eropa.

Akibatnya terjadi praktek ekspansi /kolonialisasi untuk memperoleh bahan baku pendukung produksi. Adanya politik ekspansi pada akhirnya menimbulkan kesadaran adanya hambatan ruang dan waktu dalam proses komunikasi, sehinggas timbul rasa kebutuhan akan media komunikasi yang cepat dan efisien. (Juga sarana transportasi yang dapat mempercepat jarak, ruang dan waktu).

Kesadaran ini menimbulkan proses kreatif yang memunculkan media komunikasi yang mengatasi jarak, ruang dan waktu yang menjadi embrio lahirnya usaha komunikasi eletronis saat ini.

Penemuan radio merupakan momentum proses panjang, penemuan-penemuan sebelumnya dalam ilmu fisika, kimia, matematika dan elektronika. Dan penemuan itu sendiri berkembang hingga keadaannya seperti yang disaksikan kini dan masih akan berkembang terus hingga akhir jaman.

Pada tahun 1865 Prof. James Clerk Maxwell (Skotlad, Inggris, 1831 – 1879 ) guru besar elektro pada King’s College, mengumumkan teori gelombang electromagnet. Drs. Ton Kertapati (mantan dirjen penum Deppen) menyebut Profesor ini sebagai Bapak Radio.

Pada abad kini, media elektrionik berkembang pesat, tidak saja radio, televise (dari analog sebentar lagi sudah masuk era digital) juga sudah ditemani handphone (mobile phone) internet, dll.

Media elektronik dapat dikatakan sebagai sumber informasi yang utama bagi kita dan bahkan bagi seluruh orang yang ada di dunia ini. Dengan adanya media elektronik tersebut, kita dapat mengetahui informasi yang terjadi di sekeliling kita dan bahkan kita dapat mengetahui informasi yang terjadi di seluruh dunia.

Media elektronik merupakan media yang proses bekerjanya berdasar pada prinsip elektronik dan elektromagnetis. Media elektronik menyampaikan berita atau informasi dengan cara memperdengarkan suara dan memperlihatkan gambar, serta dengan menampilkan proses terjadinya suatu peristiwa, seperti pada televisi.

Radio, dalam hal ini radio siaran memiliki kekhasan dibanding media lainnya, kekhasan itu ada pada sifat audial, terpaan untuk indera telinga, karena itu khalayak pendengar radio pada tatanan mental yang pasif, peneriaan khalayak sangat tergantung dari jelas dan tidaknya artikulasi penyiarnya. Karena iitu dalam keradioan dikenal dengan ‘ Easy Listening Formula’ atau ‘ELF’. Maksudnya naskah siaran atau pengucapan siaran radio harus terucap dengan jelas (artikulasi, intonasi dan kecepatannya) kalau tidak, apa yang dimaksudkan oleh penyiar lewat begitu saja, aspek informasi lewat, hanya aspek hiburannya yang didapat.

Televisi, telah mendobrak peran radio dalam kelompok media elektronik, karena memiliki karajkteristik yang menampilkan gambar hidup, suara dan tulisan selakigus (audio visual). Pada kehadiran diawal dalam dunia komunikasi massa, Marshall McLuhan dalam bukunya “ Understanding Media” (Onong, 1986) member julukan untuk televise sebagai ‘ Timid Giant’ atau raksasa yang pemalu, karena disaat itu, siaran televise belum berani tampil dengan berita yang panas dan tajam, tel;evisi karena dirasa tingkat imitasi dan partisipasi khalayak penontonnya sangat tinggi, maka televise masih membatasi untuk tidak menyiarkan isu-isu yang panas dan tajam. Tetapi sekarang batas-batas itu semua sudah terlampaui.

Kelebihan media elektonik, yaitu :
  • dari segi waktu, media elektronik tergolong cepat dalam menyebarkan berita kemasyarakat.
  • media elektronik mempunyai audio (radio) dan audio visual (televise) yang memudahkan para audiensnya untuk memahami berita.
  • media elektronik menjangkau masyarakat secara luas.
  • dapat menyampaikan berita secara langsung dari tempat kejadian.
  • dapat menampilkan proses terjadinya suatu peristiwa.
  • dapat dinikmati oleh semau orang, baik itu yang mengalami keterbelakangan mental.

Kelemahan media elektronik
, yaitu :
  • dalam penyediaan berita pada media elektronik tidak dapat mengulang apa yang telah ditayangkan.
Setidaknya ada tiga factor yang medorong, media elektronik menjadi pilihan dalam kegiatan publisitas (iklan/pemberitaan, dll), yaitu :

  • 1. Media elektronik berproses cepat dan langsung. Pesan yang akan disampaikan kepada audience prosesnya langsung dan relative lebih cepat dibandingkan dengan media cetak.
  • 2. Media elektronik tidak mengenal rintangan ruang dan waktu, karena sifatnya yang serempak dan serentak mampu menjangkau daerah manapun sepanjang masih dalam coverage areanya. Teknologi yang digunakan memungkinkan dapat mengatasi hambatan geografis, klimatologis, dan waktu.
  • 3. Media elektronik, memungkinkan mengembangkan animasi-animasi dengan teknologi, sehingga memilki daya tarik yang tinggi karena didukung oleh kata-kata tulisan ; kata-kata lisan (spoken word); musical (music); efek suara (sound effect) dan gambar yang bergerak (movie). Semua ini akan mampu membangun effect theatre pf mind, kalau tanpa video (seperti radio) maka efeknya adalah membangun imaginasi audience.****

Label:

0 komentar:

Posting Komentar