HK, Erros in Persona

16.45 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)

ERROR IN PERSONA

Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH.


A. ERROR IN PERSONA dan ABERATIO ICTUS.

1. Error in persona,

Adalah suatu dawling, suatu salah faham atau kekeliruan dari pihak terdakwa terhadap orang yang akan dituju. Jalah sasaran tentang obyek perbuatan.

Umpamanya, akan membunuh A, tetapi yang terbunuh adalah B, karena yang ia anggap A tersebut sesungguhnya adalah B.

Dalam keadaan semacam itu dikatakan bahwa terdakwa tidak mempunyai kesengajaan untuk membunuh B. -- Apakah terdakwa dapat dipidana ?, tergantung dakwaannya. Kalau terdakwa didakwa telah membunuh B, tidak dapat dipidana, oleh karena memang kesengajaannya untuk itu tidak ada, yang ada adalah untuk membunuh A. Seharusnya didakwakan telah membunuh orang lain, yang ternyata B.----------- Rumusan KUHP Pasal 338 hanya mensyaratkan matinya orang lain (lain dari pada terdakwa). ------------ Jadi error in persona tersebut tidak membawa akibat apa-apa.

Lain halnya kalau kualitas obyek menjadi unsur delik, --- misalnya penghinaan terhadap Kepala Negara (Pasal 134), --penghinaaan yang ditujukan kepada kepala negara, tetapi orang itu bukan kepala negara, maka ia tidak bisa didakwa dengan pasal 134, sebaliknya menghina seseorang dan orang itu ternyata kepala negara, ia dikenakan pasal 134.


2. Aberatio ictus. --

Dalam aberatio ictus, terdakwa tidak salah paham, tidak ada dawling, memang tetap terjadi salah sasaran atas pebuatannya yang menimbulkan perbuatan melawan hukum.

Misalnya, terdakwa akan membunuh A, tetapi A sudah tahu bahwa ia akan akan dibunuh (misalnya dengan senjata tajam) sehingga A sempat menghindar tatkala parangnya diayunkan oleh terdakwa, malangnya parang tersebut melukai (sampai mati) B, ---- disini tidak ada salah faham, yang ada adalah bahwa jalannya kausal menjadi berbeda dengan apa yang dikehendaki terdakwa. Dalam hal ini terdakwa dapat dituntut karena percobaan pembunuhan atau percobaan penganiayaan terhadap A.


3. Dolus Praemeditatus (Voorbedachte raad )

Unsur dolus praemeditatus, adalah merupakan delic yang diterjemahkan sebagai " dengan rencana lebih dahulu" yaitu yang menentukan bahwa doodslag (pembunuhan) yang dilakukan dengan "voorbedachte raad" dinamakan " moord" ( pembunuhan direncanakan ) dan diancam dengan pidana lebih berat dari pembunuhan biasa.

Dalam pasal 338 ,--- pembunuhan biasa diancam pidana penjara paling lama 15 tahun.--- sedang pasal 340 -- moord, diancam hukuman mati, seumur hidup atau selama 20 tahun. ****

Diposting tanggal 28 Juli 2010




Label:

HK, Kealpaan (Culpa)

16.40 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)

KEALPAAN ( CULPA )

Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH.



A. KEALPAAN ( CULPA )


Pasal 359 KUHP, dapat dipidananya orang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpanaanya. sedang pada pasal 338 KUHP : dengan sengaja menyebabkan matinya orang lain.


Dalam kealpaan kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu perbuatan yang obyektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang. ( Dalam kesengajaan sikap batin orang menentang larangan ).

Kealpaan mengandung dua syarat ( Van Hamel ) :
1) tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum ;
2) tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

1. Tidak Mengadakan Penduga-duga Yang perlu menurut Hukum.

Ada dua kemungkinan :

  • a) terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian ternyata tidak benar ( kekeliruan terletak pada salah pikir atau pandang, yang seharusnya disingikiri) atau
  • Contoh : naik sepeda dijalan yang ramai dia tetap jalan dengan kencang karena dia merasa pandai mengemudikan sepeda motor tersebut, ternyata dia menbrak orang. Seharusnya perbuatan itu tidak dilakukan walau ia pandai mengendarai motor karena jalanan ramai dan kemungkinan menbrak orang. Disini kemungkinan itu diinsyafi, tetapi tidak dindahkan, karena merasa pandai. Ini merupakan kealpaan yang disadari ( bewuste culpa ).
  • b) terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya (kekeliruan terletak pada tidak mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat mungkin akan timbul, hal mana adalah sikap yang berbahaya ).
  • Contoh : naik sepeda motor, padahal ia belum paham cara mengendarainya, waktu dijalan yang menukik dia tak bisa mengendalikan sehingga menabrak orang. Disini tidak terlitas bahwa ia akan menabrak orang, padahal seharusnya kemungkinan diketahui sehingga ia tidak sendirian. Ini merupakan kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa)

2. Tidak Mengadakan Penghati-hati Sebagaimana Diharuskan Oleh Hukum .

Syarat yang kedua ini penting dalam membuktikan kealpaan. Sesungguhnya kalau syarat kedua ini sudah ada, makapada umumnya syarat yang pertama juga sudah ada, karena : barang siapa dalam melakukan suatu perbuatan tidak mengdakan penghati-hati yang seperlunya, maka dia juga tidak menduga-duga akan terjadi akibat yang tertentu itu karena kelakuannya.


Dapatkah culpa hapus karena kealpaan orang lain ?
 Culpa tidak hapus begitu saja karena kealpaan/kesalahan orang lain, Karena pembarengan culpoos, dalam hal demikian keduanya bertanggungjawab atas akibat dari kesalahan itu, karena justru oleh perbuatan mereka bersama-sama itulah terjadi perbuatan melawan hukum.

Delict Culpoos Yang Sesungguhnya dan Yang Tidak Sesungguhnya.

Delict Culpoos yang sesungguhnya adalah rumusan-rumusan kejahatan dalam KUHP kesalahan yang berbentuk kealpaan dirumuskan secara materiil ---- seperti pada Pasal-pasal 188, 344, 360, 231 (4), 232 (2).


Delict Culpoos yang tidak sesungguhnya, yaitu doles yang salah satu unsurnya diculpakan ( misal pada pasal 287 --a/ mensetubuhi perempuan yang diketahui belum umur 15 tahun --delict dolus biasa ; b/ …diduga selayaknya belum umur 15 tahun -----delict yang diculpakan.
****

Diposting tanggal 28 Juli 2010.




Label:

HK, Kesengajaan (Dolus)

16.35 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)

KESENGAJAAN ( DOLUS)
Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH.


A. KESENGAJAAN. ( DOLUS )

Penjelasan mengenai kesengajaan tidak ada keterangan dalam KUHP. Dalam KUHP Swiss pada Pasal 18 dengan tegas disebutkan : " Barang siapa melakukan perbuatan dengan mengetahui dan menghendakinya maka dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja. ( Prof. Moeljatno, SH, Asas-Asas Hukum Pidana hal 171 )

Untuk menulusri perbuatan 'sengaja' (dikehendaki dan diketahui) tersebut dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu :

a) Teori Kehendak (wilstheorie), sebagai teori klasik, memberikan pengertian kesengajaan adalah kehendak yang diarahkan pada terwujudnya perbuatan . Kehendak merupakan arah, maksud atau tujuan, hal mana berhubungan dengan motif (alasan pendorong untuk berbuat) dan tujuannya perbuatan. Konsekuensinya, untuk menentukan bahwa suatu perbuatan dikehendaki oleh terdakwa :
  • 1) harus dibuktikan bahwa perbuatan itu sesuai dengan motifnya untuk berbuat dan tujuannya yang hendak dicapai.
  • 2) antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada hubungan kausal dalam batin terdakwa (kalau perbuatan itu dilakukan karena sakit hati misalnya, jelas itu perbuatan yang disengaja)
Cara seperti ini tidak mudah, apabila kasusnya besar, tidak masalah, tapi bila kasus kecil waktunya terlalu panjang.


b) Teori Pengetahuan (voorstellingstheorie), diajarkan oleh Frank (Jerman 1910). ---- Dalam pendekatan ini, pengetahuan (mengenai gambaran, tentang apa yang ada dalam kenyataan, jadi mengerti, mengetahui) berhubungan dengan unsur-unsurnya perbuatan yang dilakukan saja. Tidak ada hubungan kausal antara motif dengan perbuatan. Hanya berhubungan dengan pertanyaan : apakah terdakwa mengetahui, menginsyafi, atau mengerti perbuatan, yaitu kelakuan yang dilakukan, maupun akibat dan keadaan-keadaan yang menyertainya ?

Cara ini lebih singkat, namun sebaiknya digunakan dua pendekatan baik pendekatan kehendak maupun pendekatan pengetahuan, tentu hasil pembuktian mengenai 'kesengajaan' tersebut akan maksimal

Dalam kesengajaan ada tiga corak, yaitu :
  • a) kesengajaan sebagai maksud , yaitu hubungan antara perbuatan dengan kehendak atau vilition terdakwa.
  • b) kesengajaan sebagai kepastian (mengenai akibat perbutannya) ;
  • c) kesengajaan sebagai kemungkinan / dolus eventulis (kemungkinan akibat yang timbul dari perbuatannya ).

Mengenai akibat dan keadaan yang menyertai akibat perbuatan terdakwa, meskipun dinsyafi adanya dan kemungkinan adanya ketika berbuat (corak kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan sebagai kemungkinan) mungkin pula tidak dikehendaki. Untuk menjelaskan ini ada pendekatan 'Teori Apa Boleh buat ' (inkauf nehmen), disini dijelaskan kemungkinan yang timbul akibat perbuatan sudah diketahui tetapi yang terjadi diluar dugaannya. menurut teori ini, untuk adanya kesengajaan diperlukan dua syarat :
  • a) terdakwa mengetahui kemungkiinan adanya akibat/keadaan yang merupakan delik ;
  • b) sikap terhadap kemungkinan itu andaikata sungguh timbul, ialah apa boleh buat, dapat disetujui dan berana menanggung resiko. ****
Diposting tanggal 28 Juli 2010.



Label:

HK, Daya Paksa & Pembelaan Terpaksa

16.29 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)


DAYA PAKSA DAN PEMBELAAN TERPAKSA
Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH.


A. TENTANG DAYA PAKSA DAN PEMBELAAN TERPAKSA.


1. Daya paksa / Darurat ( Overmacht )

Pasal 48 KUHP berbunyi : Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.

Kata "daya paksa" disini terjemahan dari kata "overmacht" (Belanda) yang artinya kekuatan atau daya yang lebih besar. Engelbrecht menyalin pasal tersebut dengan kalimat " Tidak boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena terdorong oleh berat lawan.

Daya paksa atau daya yang memaksa secara mutlak sehingga tidak dapat menghindarinya tersebuit dapat berupa paksaan pisik yang disebut "vis absoluta" dapat juga berupa paksaan psykhis atau "vis compulsiva"

Keadaan daya paksa vis compulsiva dibagi 2 :
  • a) Daya paksa dalam arti sepit (overmacht in enge zin), dimana sumber atau musababnya paksaan keluar dari orang lain/datang dari orang yang memberi tekanan.
  • b) Daya paksa keadaan darurat (nood toestand), dimana daya paksa tadi tidak disebabkan oleh orang lain, tetapi timbul dari keadaan-keadaan yang tertentu / orang yang terkena, bebas untuk memilih perbuatan mana yang akan dilakukan, inisiatif ada pada disinya sendiri.

Dalam keadaan darurat biasanya timbul 3 kemungkinan perbuatan :
  • a) Terjepit antara dua kepentingan (---alasan pembenar). Disini ada dua konflik kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain. (---misal contoh klasik papan Karneades (Yunani Kuno). Begitu kapalnya pecah Karneades bersama seorang lainnya berpeganagan sebuah papan yang hanya mampu menopang satu orang, kemudian Karneades mendorong orang itu dan tenggelam di laut.
  • b) Terjepit antara kepentingan dan kewajiban (---alasan pembenar) Miasal karena sudah tidak makan beberapa hari, tak tahan lapar maka ia mencuri roti. --------- Disini, disatu sisi dia berkepentingan untuk makan, disisi lain ida punya kewajiban mentaati peraturan tidak boleh mencuri.
  • c) Terjepit diantara dua kewajiban (---alasan pemaaf ) Disini ada konflik dua kewajiban yang sama-sam,a harus dijalani pada waktu yang bersamaan, sehingga dia terpaksa mengabaikan kewajiban yang satu untuk memenuhi kewajiban yang satunya lagi.


B. PEMBELAAN TERPAKSA DAN PEMBELAAN TERPAKSA MELAMPAUI BATAS.

1. Pembelaan terpaksa ( Noodweer )
Pasal 49 ayat (1) KUHP : Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan karena ada serangan dan ancaman ketika itu yang melawan hukum terhadap dirinya sendiri maupun orang lain terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.

Perbuatan untuk membela yang dimaksud pasal 49 (1) tersebut meliputi tiga persoalan pokok yang menyangkut perbuatan untuk membela, yaitu :
  • a) harus berupa pembelaan, artinya harus ada hal-hal memaksa terdakwa melakukan perbuatannya ;
  • b) kepentingan macam apa saja yang harus diserang (diri atau badan orang ; kehormatan-kesusilaan ; harta benda orang )
  • c) serangannya harus bersifat melawan hukum.

Pembelaan terpaksa tersebut dilakukan dengan memenuhi syarat :
  • a) harus ada serangan atau ancaman serangan ;
  • b) harus ada jalan lain untuk menghalau serangan atau ancaman serangan pada saat itu, dan
  • c) perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan atau ancaman serangan.

Bagaimana kalau ada orang mengira ada serangan, padahal senyatanya tidak, dan dia melakukan pembelaan terpaksa menurut pasal 49 ayat (1) tersebut ? ---- Perbuatan ini dinamakan pembelaan terpaksa yang putatif yang hanya dalam pikirannya sendiri saja tapi sesungguhnya tidak ada apa-apa. Perbuatan ini tetap salah, hanya saja 'salah sangka' atau salah terkanya' harus dibuktikan dulu.



2. Pembelaan Terpaksa Yang melampaui Batas ( Noodweer-ekses ).


Pasal 49 (2) KUHP: Melampaui batas pertahanan yang sangat perlu, jika perbuatan itu dengan sekonyong-konyong dilakukan karena perasaan tergoncang dengan segera pada saat itu juga, tidak boleh dihukum


Dalam noodweer-ekses tidak ada salah terka, tidak ada salah sangka, disini betul-betul ada serangan yang bersifat melawan hukum, tetapi reaksinya keterlaluan / melampaui batas, tidak seimbang dengan sifat seranagannya. Dalam hal ini terdakwa dapat dihindari dari pidana apabila dapat dibuktikan bahwa eksesnya tadi langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat, sehingga karena ada tekanan dari luar itu fungsi bathinnya menjadi tidak normal lagi (---- alasan pemaaf). ****

Diposting tanggal 28 Juli 2010





Label:

HK, Kelakuan dan Alasan

16.21 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)

KELAKUAN DAN ALASAN
Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH.


A. KELAKUAN POSITIF DAN KELAKUAN NEGATIF.


Yang dijelaskan dengan teori Equuevalensi, teori menggenalisasi, indivsualisasi dan teroi obyektif dan subyektif nachtragliche progonosa diatas merupakan "kelakuan posisit" yaitu berbuat sesuatu dengan sengaja (misalnya …dengan sengaja menyebabkan kematian seseorang (Pasal 338 KUHP). Sedangkan "kelakuan negatif" adalah perbuatan yang karena kelalaian/ kealpaan yang berakibat sesuatu ( misalnya ---- dapat dipidana orang yang menyebabkan matinya orang lain karena jealpaan-----Pasal 359 KUHP).



B.ALASAN PEMBENAR, ALASAN PEMAAF, ALASAN PENGAHPUS PENUNTUTAN


Dalam KUHP tidak ada istilah alasan pembenar, alasan pemaaf dan alasan penghapusan penuntutan. Pada KUHP Buku Pertama Titel III dalam Pasal 44 - 52 dikenal istilah pengecualian, pengurangan dan penambahan hukuman.

 Dalam teori hukum pidana biasanya alasan-alasan yang menghapuskan pidana dibedakan menjadi :
  • a) Alasan Pembenar (Rechtsvaardigingsgronden) : yaitu menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga menjadi perbuatan yang benar.. ------- Dalam KUHP seperti pada Pasal 49 (1) : Pembelaan terpaksa (Noodweer), Ps. 50 : melaksanakan ketentuan undang-undang ; Ps 51 (1) : melaksanakan perintah dari atasan.
  • b) Alasan Pemaaf (Schulduitsluitingsgronden) : yaitu menghapuskan sifat kesalahan dari terdakwa meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum tetapi tidak dipidana. ------- Dalam KUHP seperti pada Pasal 49 (2): pembelaan yang melampaui batas .
  • c) Alasan Penghapus Penuntutan (Onvervolgbaarheid) : Disini soalnya bukan ada alasan pembenar atau alasan pemaaf, dan tidak ada juga dilihat dari sifat perbuatannya. Penghapusan penuntutan pertimbangannya dilihat dari segi untuk kepentingan umum ---- Misalnya dalam KUHP Pasal 53, kalau terdakwa dengan suka rela mengurungkan niatnya percobaan untuk melakukan sesuatu kejahatan ; juga pada Pasal 51 (1) melaksanakan perintah atasan / perintah jabatan.

****
Diposting tanggal 28 Juli 2010.


Label:

HK, Asas Hukum Pidana

16.17 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)

ASAS DALAM HUKUM PIDANA
Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH.


A. ASAS-ASAS YANG TERKANDUNG DALAM HUKUM PIDANA.

1. Asas Legalitas ( Principle of legality )
Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terlebih dahulu dari pada perbuatan itu (Pasal 1 ayat : 1 KUHP) -- Nullum dellictum nulla poena sine praevia lege---Von feuerbach (Jerman, 1775 - 1833) mengucapkankannya dalam pepatan latin yang artinya "tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dulu".

Asas legalitas mengandung tiga pengertian / konsekuensi :
  • a) Perbuatan pidana (delik) tidak boleh diancam dengan pidana bila perbuatan itu belum dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. ( Perbuatan pidana seseorang harus diadili meneurut aturan yang berlaku pada waktu perbuatan dilakukan / Lextermporis delicti.
  • b) Untuk menentukan adannya perbuatan pidana (delik) tidak boleh digunakan analogi (kiyas).
  • c) Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut (Retroaktif)

2. Asas Tidak Retroaktif (Tidak Berlaku Surut).
Yaitu perbuatan pidana (delik) yang terdahulu tidak boleh dipidana dengan peraturan yang berlaku sekarang.

Hukum pidana tidak boleh retroaktif, dikarenakan berakibat tidak ada kepastian hukum yang menimbulkan kesewenang-wenangan penguasa.

Jikalau undang-undang diubah, setelah perbuatan itu lakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan terdakwa ( Pasal 1 ayat : 2 KUHP).


B. KEKUASAAN BERLAKUNYA HUKUM POSITIF.

1. Bersifat negatif : berlakunya hukum pidana menurut waktu (asas legalitas)
2. Bersifat positif : berlakunya hukum pidana menurut tempat.

Berlakunya Hukum Pidana yang bersifat positif (yang berhubungan dengan tempat ) ada 4 asas :
  • a) Asas Teritorial : Ketentuan pidana berlaku bagi perbuatan pidana yang terjadi di dalam wilayah negara (baik dilakukan oleh warga negara asing maupun werga negaranya sendiri) ---- (lihat Pasal 2 KUHP) --- Wilayah Indonesia menurut hukum, termasuk kapal (kendaraan air dan pesawat udara) indonesia ---(lihat pasal 3 KUHP)
  • b) Asas Nasional Aktif / Personaliteit : Ketentuan pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana (delik) yang dilakukan oleh warga negara dimana saja dia berada (baik diluar wilayah negaranya)--- Pasal 4 KUHP. Warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar Indonesia berlaku ketentuan hukum pidana Indonesia --- Pasal 5 KUHP.
  • c) Asas Nasional Pasif : Ketentuan pidana berlaku bagi siapa saja yang melakukan perbuatan pidana, merugikan kepentingan nasional / negara.
  • d) Asas Universal : Ketentuan pidana berlaku bagi siapa saja yang melakukan perbuatan pidana yang merugikan kepentingan internasional, dan telah tertangkap oleh Indonesia, maka berlaku ketentuan KUHP.


C. TEORI KAUSALITET.
1. Teori "Conditio Sien Qua Non " / Equevalensi : yaitu tiap-tiap syarat nilainya sama untuk timbulkan akibat, hilang salah satu syarat akan lain akibatnya.

2. Teori " Menggenalisir / Generalisasi " : yaitu akibat dari suatu kejadian adalah syarat yang pada umumnya secara normal dapat/mampu menimbulkan akibat / kejadian tersebut.

3. Teori " Mengindividualisir / Individualisasi " : yaitu akibat dari suatu kejadian tersebut, disebabkan apa yang paling kuat menimbulkan akibat tersebut.

4. Teori " Obyektive Nachtragliche Prognosa " : yaitu dilakukan dengan mengingat keadaan-keadaan sesudah terjadinya akibat.

5. Teori " Subyektive Nachtragliche Prognosa " : yaitu sebab-sebab kejadian itu banyak dipengaruhi oleh pengetahuan terdakwa.

*****
Diposting tanggal 28 Juli 2010


Label:

HK, Delik

16.08 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)


PERBUATAN PIDANA ( DELIK )
Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH.


A. PERBUATAN PIDANA ( DELIK ).

Pengertian :
Delik adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut ( larangan tersebut ditujukan pada suatu perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang)


Unsur-unsur perbuatan pidana :
a) kelakuan dan akibat ( perbuatan manusia ) ;
b) keadaan tertentu yang menyertai perbuatan ;
c) keadaan tertentu yang memberatkan pidana ;
d) sifat melawan hukum yang obyektif (melakukan kesalahan )
e) sifat melawan hukum yang subyektif ( sikap batin terdakwa )
-- Unsur perbuatan subtyektif, melekat pada pelakunya, sedangkan ---
-- Unsur obyektif melekat pada perbuatannya.

Unsur Pokok Delik adalah Sifat Melawan Hukum.
Artinya :
  • a) Sifat melawan hukum secara formal : yaitu suatu tindak pidana itu ada atau tidak sifat melawan hukum hanya didasarkan atas undang-undang.
  • b) Sifat melawan hukum secara material : yaitu suatu tindak pidana itu bersifat melawan hukum dapat didasarkan atas undang-undang atau tidak tercantum dalam undang-undang.

Indonesia menganut sifat melawan hukum secara materiil dalam fungsinya yang negatif, yaitu bahwa hapusnya sifat melawan hukum hanya atas dasar undang-undang atau tidak tercantum dalam undang-undang


Oleh karena itu Hukum Adat masih dihormati, bila dalam KUHP ada maka KUHP yang dipakai, bila tidak ada, hakim dapat menggunakan hukum adat dengan pidana maksimal 3 bulan sebagai sanksi pidana adat.

Beberapa jenis pengertian delik.
  • a) Delic Dolus, merupakan tindak pidana adanya unsur kesengajaan ( misalnya : " dengan sengaja melukai orang ---- Pasal 354 KUHP ).
  • b) Delic Culpa, merupakan tindak pidana karena adanya unsur kealpaan ( misalnya : …karena kealpaan menyebabkan kebakaran …" Ps. 189 KUHP).
  • c) Delic Comissionis, malkukan perbuatan sesuatu yang dilarang oleh undang-undang (misalnya : mencuri …./ Pasal 362 KUHP )
  • d) Delicta Comissionis, adalah keharusan berbuat sesuatu, tetapi malah tidak berbuat sesuatu ( misalnya : seorang ibu tidak memberi makan anaknya )
  • e) Delic Biasa, merupakan tindak pidana biasa ( seperti mencuri )
  • f) Delic kualifikasi, atau delik yang dikhususkan, merupakan tindak pidana biasa yang disertai unsur-unsur lain yang memberatkan pidananya ( misalnya : mencuri dengan kekerasan / curas ).
  • g) Delic Menerus, adalah perbuatan yang dilarang menimbulkan keadaan yang berlangsung terus menerus ( misalnya : menyekap/menahan/merampas kemerdekaan orang secara tidak sah --- Pasal 333 ayat : 2,3).
  • h) Delic Tidak Menerus , merupakan perbuatan yang dilarang menimbulkan keadaan yang berlangsung tidak terus menerus --- ( lihat Pasal 333- ayat : 1)
  • i) Delic Aduan, adalah delik yang penuntutannya digantungkan pada syarat pengaduan ( adanya pengaduan )

Delik aduan absolut, titik beratnya pada tindak pidanya, sekali diadukan kejahatannya tidak dapat dipisah-pisah.(misalnya : pemerasan, penghinaan, dll ).

Delik Aduan Relatif, titik beratnya pada pelakunya, sehingga penuntutannya dapat dipecah-pecah, mana yang dituntut mana yang tidak ( misalnya : penipuan, pemerasan, pencurian yang melibatkan anggota keluarga korban) ------ delik ini merupakan delik biasa, hanya ada terdakwa yang masih anggota korban.

Locus Delicti dan Tempus delicti.
Locus Delicti, diketahui untuk menentukan :
  • a) apakah hukum Indonesia berlaku terhadap perbuatan pidana tersebut atau tidak ( berhubungan Pasal 2 -8 KUHP )
  • b) pengadilan mana yang berwenang mengurus perkara tersebut ( berkaitan ddengan kompetensi relatif ).

Tempus Delicti, berkaitan dengan :
a) Pasal 1 --- KUHP : asas legalitas ;
b) Pasal 44 --- KUHP : apakah terdakwa mampu bertanggung jawab ;
c) Pasal 45 --- KUHP : apakah terdakwa sudah usia 16 tahun /belum ;

Bila belum 16 tahun, ada 3 kemungkinan :
a) dikembalikan keorang tuanya tanpa dipidana
b) dimasukkan kerumah pendidikan anak nakal oleh pemerintah ;
c) dipidana seperti orang dewasa, hukumannya dikurangi 1/3 nya.***

Diposting tanggal 28 Juli 2010.




Label:

HK, Konsepsi Hukum

15.58 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)

KONSEPSI HUKUM PIDANA
Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH.

A. Konsepsi Hukum :
Konsepsi rumusan hukum didifinisikan oleh para pakar hukum menurut penggolongannya menjadi , menurut sifatnya yang imperatif, definisi menurut tujuannya, definisi menurut hubungannya dengan proses pengadilan. Tetapi ada satu prinsip yang jelas bahwa, hukum mempunyai ciri yang tetap, yaitu Pertama : hukum merupakan suatu organ peraturan-peraturan yang abstrak. Kedua : hukum merupakan proses sosial untuk mengadakan tertip hukum dan mengatur kepentingan - kepentingan manusia.

Duguit (George Gurvitc 1963 : 146) membuat konsepsi hukum dari kenyataan sosial, bahwa manusia hidup ditengah-tengah masyarakat yang terikat oleh kepentingan-kepentingannya sendiri menurut aturan untuk turut serta dalam kehidupan bersama. Hukum tidak tergantung pada ekehendak seseorang atau penguasa atau negara karena semua itu terikat tunduk kepada hukum. Bahwa peraturan dapat menjadi hukum sebelum peraturan itu diakui oleh negara, apabila peraturan itu mendapat dukungan efektif dari masyarakat, karena perundang-undangan sesungguhnya tidak menciptakan hukum, melainkan hanya menentukan apa yang sudah ada.

Hukum, adalah suatu rangkaian ugeran/peraturan yang menguasai tingkah laku dan perbuatan tertentu dari manusia dalam hidup bermasyarakat.
(P.W.D. Redmond 1970:1) : Law in the strict sense of the word, that is : Rules of conduct imposed by a state upon its members and enforced by the court.
(Philip J. james MA 1950:5) : Law is body of rules for the guidance of human conduct which are imposed upon, and enforced among the members og given state.

B. Hukum Pidana ( Strafrecht ).
Istilah hukup pidana pada awalnya digunakan untuk menggantikan pengertian “strafrecht” dari bahasa Belanda yang masuk dalam golongan hukum public atau publiek recht, dan untuk membedakan dengan istilah hukum perdata yang menggantikan pengertian “privaatrecht“ atau hukum sipil dari pengertian “burgelijk recht”

Hukum pidana (secara umum) adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana, dan apa macam pidanyanya. ( Kalau kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan ; Obyeknya : adalah orang yang melakuakn kejahatan ; Tujuannya : untuk memahami sebab-sebab timbulnya tindak kejahatan ).

Dalam menentukan definisi hukum pidana menurut ilmu pengetahuan, dapat dibedakan beberapa golongan :

  • a. Hukum Pidana adalah hukum sanksi. Defini ini diberikan atas dasar ciri hukum pidana yang membedakan dengan lapangan hukum yang lain yaitu bahwa hukum pidana sebenarnya tidak mengadakan norma sendiri melainkan terletak pada lapangan hukum yang lain, dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma diluar hukum pidana. ( Secara tradisional definisi ini dianggap benar sebelum hukum pidana berkembang dengan pesat )
  • b. Hukum Pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan - perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya. Definisi ini belum memberikan gambaran isi yang jelas (Mr. W.P.J. Pompe 1959 :15).
Hukum Pidana diberikan arti bekerjanya sebagai berikut:
  • a. Obyektif (Ius Poenale), yaitu semua peraturan hukum yang mengandung keharusan atau larangan, terhadap pelanggaran mana diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan.

Ada dua macam Hukum Pidana Obyektif :

1) Hukum Pidana Materiil, yaitu peraturan tentang syarat-syarat --bilamanakah ; --siapakah ; --- dan bagaiamanakah sesuatu itu dapat dipidana.
2) Hukum Pidana Formel, yaitu hukum acara pidananya

  • b. Subyektif (Ius Puneindi), yaitu hak negara atau alat-alat negara untuk menghukum berdasarkan hukum obyektif.

Hukum Pidana diberikan arti menurut jenisnya :
  • a. Hukum Pidana Umum (Algemene Strafrecht), yaitu hukum pidana yang berlaku bagi semua orang.
  • b. Hukum Pidana Khusus (Bijzondere Strafrecht), yaitu dalam bentuknya sebagai " ius Speciale " seperti hukum pidana militer, dan sebagai "Ius Singulare" seperti Hukum Pidana Fiscale ( hukum mengenai penghasilan dan persewaan negara )

C. SUMBER HUKUM PIDANA.
Agar hukum pidana dapat "pasti" dan " adil" maka dibentuklah hukum pidana yang durumuskan dalam undang-undang dan atau kitab undang-undang (kodifikasi).----- Namun tidak semua negara memiliki hukum pidana yang di kodifikasi, negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo-Saxon hampir seluruhnya tidak mengenal hukum pidana di dalam kodifikasi, pokok hukum pidananya berdasarkan atas Common law /hukum adat (kecuali di USA pada negara bagian California dan di Australia pada negara bagian Tasmania) Negara-negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Continental hampir semua telah mempunyai kodifikasi hukum pidana.

Hukum public terbagi dalam tiga golongan yaitu hukum tata Negara (mengenai alat-alat kelengkapan Negara), hukum tata usaha Negara (mengenai pelaksanaan tugas alat-alat kelengkapan negara tersebut) dan hukum pidana. Ketiga hukum tersebut memuat norma yaitu larangan-larangan dan perintah atau suruhan-suruhan (verbonds en gebodspalingen). Diantara norma itu ada yang disertai ancaman pidana (straf) apabila terjadi pelanggaran, dan inilah yang menjadi pokok dari hukum pidana.

Hukum pidana berwujudkan dalam tiga macam, yaitu : Pertama, dikumpulkan dalam sati Kitab Kodifikasi (KUHP atau Wetboek van Starfrecht, atau Code Penal, atau Starf-Gezetsbuch). Kedua, tersebar dalam pelbagai undang-undang tentang hal-hal tertentu, yang tercantum dalam bab ketentuan pidana, Ketiga, hukuman pidana ‘kosong’ (blanko strafbepaling), yaitu penentuan hukuman pidana pelanggaran suatu jenis larangan yang mungkin sudah ada atau yang masih akan diadakan dalam undang-undang lain.

Di Indonesia, berlaku hukum pidana yang telah dikodifikasi yaitu sebagian besar dari aturan-aturannya telah disusun dalam satu kitab undang-undang ( wetboek) yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan perundang-undangan hukum lainnya, disamping masih memungkinkan sumber dari hukum adat/hukum rakyat yang masih hidup sebagai delik adat yang dalam praktik putusan pengadilan didasarkan hubungan suatu delik adat dengan Undang-undang Darurat 1951 No. 1 Pasal 5 ayat (3b).

Dalam Kitab Hukum Pidana dicantumkan ancaman pidananya, dapat merupakan Paksaan Psikis ( Anselum van Feurbach ), artinya dengan dicantumkan ancaman pidananya akan ada paksaan psikis terhadap perbuatan kejahatan.


D. HUKUM PIDANA BERSIFAT HUKUM PUBLIK.
Hukum pidana mempunyai dua unsur pokok yang berupa norma dan sanksi, dengan fungsi sebagai ketentuan yang harus ditaati oleh setiap orang di dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan untuk menjamin ketertiban hukum dalam masyarakat, maka hubungan hukum yang ada dititikberatkan kepada kepentingan umum. Kepentingan yang dimaksud ialah mengatur hubungan antara individu dengan masyarakat. ****

Diposting : tanggal 28 Juli 2010



Label: