04.38 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH /

SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR

Oleh : Achmad Chambali Hasjim
www.chambali-hasjim.blogspot.com



"LABBAIK ALLAHUMMA LABBAIK, LABBAIK LAA SYARIKKA LAKA LABBAIK,
INNAL HAAMDA WANNI'MATA LAKA WAL MULK LAA SYARIIKA LAKA."

("Aku datang memenuhi panggilanMu ya Allah, Aku datang memenuhi panggilanMu, Tidak ada sekutu bagiNya,
Ya Allah aku penuhi panggilanMu.
Sesungguhnya segala puji dan kebesaran untukMu semata-mata.
Segenap kerajaan untukMu.
Tidak ada sekutu bagiMu")

Kalimah talbiyah inilah yang menjadi tujuan untuk berhaji, yaitu memenuhi panggilan Allah SWT, selain memang untuk memenuhi kewajiban menjalankan rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Juga untuk memenuhi perintah Allah SWT seperti yang difirmankan dalam Surah Ali-Imran : “ ….mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah…. (QS : Ali-Imran/3 : 97)

Ibadah haji akan memberikan pengalaman spiritual yang baik bagi peningkatan keimanan seorang muslim, karena ibadah haji bukan merupakan ibadah ritual semata. Lebih dari itu, ibadah haji adalah napak tilas perjalanan hamba-hamba Allah yang suci; Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Siti Hajar, dan Ismail. Banyak peristiwa yang menggambarkan hidayah Allah SWT kepada hambanya yang sabar, taat dan bertaqwa kepadanNya.

Setiap datang musim haji, kita selalu menaruh harapan besar terhadap para jemaah haji yang banyaknya rata-rata 200 ribu lebih orang, agar kelak pulang dengan sandangan predikat ‘haji mabrur’. Predikat ini tentu menjadi dambaan tidak saja bagi yang melaksanakan ibadah haji, namun juga kita semua.

Rasulullah saw bersabda, “Sebaik-baik amal ialah iman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian jihad fi sabilillah, kemudian haji mabrur.” Pada kesempatan lain Rasulullah juga bersabda, “Jihadnya orang yang sudah tua dan jihadnya orang yang lemah dan wanita ialah haji mabrur.”

Balasan untuk haji mabrur adalah surga, seperti yang disabdakan Rasulullah SAW “..tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga.” (“Al hajjul mabrrur laisa lahuu jazaa illal jannah.”,. Surga adalah tempat yang pantas bagi orang yang hajinya mabrur.

Secara terminologis, kata “mabrur” dari kata “al-birru” berarti kebaikan atau mendapatkan kebaikan atau menjadi baik. Dalam QS. ke-3 (Ali ‘Imran) ayat 92 Allah SWT berfirman: “lantanalul birra, khatta tunfiquu mimma tuhibbun….. [Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai….. ].
Dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 177 : “Bukanlah menghadapkan wajah kamu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, para nabi, dan memberikan harta yang dicintainya...” .


Kata mabrur ketika dirangkai dengan kata haji, maka ia menjadi sifat yang mengandung arti bahwa hajinya makbul/diterima dan hajinya diikuti dengan peningkatan kebajikan, kebaikan, bersih dan suci yang mendapat keridhoan Allah SWT dari keadaan sebelumnya.

Bahwa haji mabrur akan selalu ditandai dengan perubahan dalam diri pelakunya dengan mengalirnya amal saleh yang tiada putus-putusnya. Bila setelah berhaji seseorang selalu berbuat baik-beramal soleh, sampai ia menghadap Allah SWT, maka insya-Allah telah mendapatkan kemabruran yang berujung diridhoi Allah untuk masuk syurga.

Dan insya-Allah inilah makna yang dapat dipahami dari Firman Allah SWT dalam QS :Al-Baqoarah ayat ke 197 : “ (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi (ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah), barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh , berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”

Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang akan mendapatkan kebaikan. Sering juga dikatakan sebagai ibadah yang diterima Allah Swt. Dengan demikian, haji mabrur adalah haji yang mendatangkan kebaikan bagi pelakunya atau pelakunya selalu memberikan kebaikan kepada orang lain. Jika logika itu dibalik, maka haji yang mardud (tertolak) adalah haji yang tidak mendatangkan kebaikan bagi pelakunya atau pelakunya tidak memberikan kebaikan kepada orang lain.

Sulitkah untuk menjadi mabrur ?, Ada satu kisah yang patut untuk direnungkan, yaitu kisah perjalanan haji Ibnu Muwaffaq yang dikutip al-Ghazali dalam Ihya 'Ulum al-Din. Ketika Ibnu Muwaffaq melaksanakan ibadah haji, dan sedang berada di suatu masjid di Mina, ia sempat tertidur sejenak. Dalam tidurnya ia bermimpi, melihat dan mendengar dialog dua orang malaikat. Mulaikat yang satu bertanya, ''Berapa jumlah jamaah haji tahun ini?'' ''Enam ratus ribu orang,'' jawab malaikat satunya. Kemudian ia bertana lagi ''Berapa orang dari mereka yang hajinya maqbul/mabrur?'' .Dijawab oleh malaikat satunya ''Enam orang saja,''. Mendengar jawaban ini, Ibnu Muwaffaq terjaga, gemetaran, ia termenung sejenak, memikirkan betapa besarnya jumlah jamaah haji ketika itu, tetapi betapa sedikitnya jumlah mereka yang maqbul atau mabrur.

Kemabruran dalam ibadah haji seseorang, justru akan ditampakkan setelah ia pulang dari beribadah haji. Kemabruran berupa meningkatnya amal kebajikan, amal soleh baik secara “hablumminanallah” maupun dalam “hablumminannas”. Amal ibadah hajinya ter-refleksi dalam kehidupan sosialnya. Kebajikan dari buah ibadahnya berbanding lurus dengan perilaku sosialnya. Ia sumber kebaikan dan kebajikan bagi lingkungannya sosialnya.

Perilaku ibadah haji, banyak mengajarkan menjadi perilaku yang mabrur sebagai hikmah dari ibadah haji. Hikmah memang merupakan hidayah dan anugerah dari Allah SWT. “ Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa yang dia kehendak-Nya. Dan barang siapa dianugerahi hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (Al Baqarah : 269)

Kegiatan ritual ibadah haji, telah banyak memberikan hikmah yang dapat dijadikan pelajaran untuk meningkatkan ketaqwaan, tentunya seperti yang ditegaskan dalam ayat diatas, “…hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran…. Dan sangat disayangkan bila dalam beribadah haji kita kehilangan hikmah yang terkandung didalamnya, dan hanya mendapatkan capek dan lelah belaka (seperti dalam Ibadan syiam banyak orang yang hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja ).

Keabsahan menjalan ibadah haji yaitu harus memenuhi rukun haji, yaitu meliputi : Ihram, yaitu pernyataan mulai mengerjakan ibadah haji dengan memakai pakaian ihram disertai niat haji di miqat (yaitu tempat atau waktu untuk memulai berniat ihram) ; Wukuf di Arafah (yaitu berdiam diri dan berdoa di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah) : Tawaf Ifadah (yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dilakukan setelah melontar jumroh Aqabah pada tgl 10 Zulhijah); Sa’i (yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali, dilakukan setelah Tawaf Ifadah); Tahallul (yaitu bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan Sa'i); Tertib (Mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal).

Hikmah Ihram.
Pakain ihram kaum laki-laki hanya terdiri dua lembar kain yang tanpa berjahit, yang disebut izaar (kain) dan rida' (selendang), dan disunahkan berwarna putih. Sedangkan bagi wanita, tidak ada pakaian khusus dan warna khusus untuk ihram, yang penting menutup aurat dan memenuhi adab-adab berpakaian bagi wanita dalam Islam.

Ini mengajarkan kepada kita, bahwa pakaian ihram ini disamping pertanda bahwa seseorang itu telah “labbaik allahumma labbaik” (aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah), juga mengingatkan kita akan “memenuhi panggilan-Mu untuk selamanya atau meninggal di kelak kemudian hari” (yang akan dibungkus kain kafan).

Karena itu berihram, memberi hikmah bahwa status seseorang baik itu pangkat, jabatan, kekayaan, dan segala asesoris duniawi tidak pantas menjadikan manusia menjadi sombong, karena dihadapan Allah SWT hanya yang bertaqwalah yang lebih mulia. “Inna akramakum ‘indallahi ad-qaakum “ (QS Al-Hujurat :13).

Pakaian sering cenderung menjadi simbul status seseorang dan kemewahan pakaian dapat membangkitkan sikap sombong dan arogan. Dengan berihram, maka umat manusia sedunia yang berkumpul untuk berhaji, telah ikhlas menanggalkan status duniawinya demi memenuhi panggilan Allah. Hadist Qudsy Allah berfirman : “Wahai manusia sesungguhnya engkau kelaparan, AKU-lah yang memberimu makan. Sesungguhnya engkau telanjang AKU-lah yang member pakaian”

Saat berihram banyak larangan yang harus dipatuhi, larangan yang dimaksud dalam kehidupan keseharian diluar kegiatan ibadah haji mungkin hal-hal yang biasa seperti : Tidak boleh memotong dan mencabut rambut, memotong kuku, menggaruk sampai kulit terkelupas atau mengeluarkan darah; Tidak boleh menggunakan parfum, termasuk parfum yang ada pada sabun; Tidak boleh bertengkar; Tidak boleh membunuh binatang (kecuali mengancam jiwa), memotong atau mencabut tumbuhan dan segala hal yang mengganggu kehidupan mahluk; dll. dan kalau melanggar akan dikenakan dam/denda.

Kemampuan membayar dam mungkin tidak jadi masalah, karena menurut ukuran duniawi tidaklah begitu besar. Essensinya adalah sejauhmana kepatuhan dan ketaatan kita akan hukum Allah. Komitmen ini yang akan memberi dampak pada kehidupan sesudah ibadah haji. Komitmen terhadap keyakinan bahwa Allah Maha Mengetahui, akan menjadi sikap hidupnya dalam menggapai surga kelak dikemudian hari.

Hikmah Wukuf.
Kata ‘wukuf” berarti berhenti, diam tanpa bergerak. Wukuf di Padang Arafah pada 9 Dzulhijjah sebagai rukun ibadah haji. Rasulullah SAW bersabda : “Haji adalah (wukuf) di Arafah (HR. Bukhari & Muslim). Tidak ada haji jika tidak wukuf di Arofah.

Wukuf, merupakan cermin kehidupan bahwa, aktivitas sepadat apapun, ada saat untuk berdiam, bertafakur, bermunajat kehadirat Allah SWT. Ini konsekwensi logis dari komitmen mukminin “ iyyaka na’budu – wa iyyaka nastaiin” (Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan) (QS. Al-Fatiha : 5). Telampau sombong jika manusia tidak pernah bertafakur, bermunajat kehadirat Allah SWT.

Wukuf di Padang Arofah merupakan gambaran kelak kita akan dikumpulkan Allah SWT di Padang Mahsyar pada Hari Kebangkitan. Wukuf atau berdiam, bisa bermakna kelak kalau semua anggota badan sudah diam atau berhenti (wafat) akan dibangkitkan lagi di Padang Mahsyar. Padang Arafah ini sebagai miniatur Padang Mahsyar.

Waktu yang pendek di padang Arafah ini, pada 9 Zulhidjjah, terhitung mulai tergelincir matahari sampai matahari terbenam (maghrib). Mengisyaratkan kepada kita, betapa singkatnya hidup didunia ini dibanding dengan kehidupan yang abadi kelak. Karena waktu yang singkat itu, banyak-banyaklah berdo’a , berzikir, bertalbiyah, istighfar, bertobat dan minta ampunan kehadirat Allah SWT, seperti yang telah dilakukan saat wukuf di Arofah, serta berbuat baik, agar kelak tidak menjadi manusia yang merugi.

Rasulullah SWA pernah bersabda : "Aku berlindung kepada Allah SWT dari (godaan) syetan yang terkutuk. Tiada hari yang lebih banyak Allah membebaskan seorang hamba dari neraka selain Hari Arofah." (HR. Muslim)


Melontar Jumrah.
Melontar jumroh simbul permusuhan Nabi Ibrahim a.s. dengan iblis karena telah menggoda agar membatalkan niatnya untuk melaksanakan perintah Allah SWT. (menyembelih putranya Ismail a.s).

Melontar Jumrah mengingatkan kepada orang mukmin, bahwa Godaan iblis terhadap manusia tak akan berhenti, karena itu sudah tekadnya sejak iblis menolak perintah untuk bersujud kepada nabi Adam a.s : “Iblis mengatakan : Tuihanku, karena Engkau telah menilaiku sesat, niscaya akan kuhiasi kehidupan manusia di bumi, dan akan kusesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu diantara mereka yang ikhlas, hidup mentaati petunjuk-petunjuk-Mu" (QS. Al-Hijj : 40). Dalam Hadist Nabi SAW diingatkan : “Sungguh syetan merayap pada manusia sebagaimana jalannya darah “

Begitu intensnya iblis/syetan menggoda manusia yang beriman, maka melontar jumrah memberi peringatan akan permusuhan orang mukmin dengan iblis dan syetan. Kita harus berusaha “melontar jumrah” tidak saja saat beribadah haji, tetapi dalam kehidupan sehari-hari pasca beribadah haji. Lempar jauh-jauh pikiran-pikiran buruk dan niatan jahat yang dibisikan oleh iblis bin syetan ini.

Hikmah Thawaf.
Thawaf artinya berkeliling. Maksudnya mengelingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran dimulai dan diakhir dari Rukun Hajar Aswad, dan Ka’bah berada pada sisi kiri yang berthawaf. “ …hendaklah mereka thawaf disekeling Bhait al-Altiq (Batitullah) “ (QS.: Al-Hajj : 29).

Tujuh putaran dalam thowaf mengelilingi Ka’bah untuk memenuhi panggilan Allah dengan tak hendi berdo’a, berdzikir, bertasbih, memuja akan kebesaran Allah, memberi hikmah kepada kita, bahwa dalam “putaran waktu 7 hari dalam seminggu” hendak dalam keseharian kita setelah berhaji tetap tidak terlepas dari berdo’a, berdzikir, bertasbih kepada Allah SWT. Inilah kebajikan buah dari Ibadah haji, meningkatnya kedekatan kita dengan Allah SWT, karena baru saja “bertamu kerumah Allah / Baitullah”

Hikmah Sa’i.
Kata Sa’i memiliki arti ‘usaha’ maksudnya hidup ini harus dipenuhi dengan usaha atau ikhtiar dalam mencapai kebahagiaan ‘fiddun ya wal akhirah’.

Kegiatan sa’i adalah berjalan kaki atau lari-lari kecil antara Bukit Safa dan Bukit Marwah sebanyak 7 kali. merupakan napak tilas perjuangan Siti Hajar yang sabar dan tawakal kepada Allah untuk mendapatkan air bagi putranya Ismail r.a yang akhirnya Allah mengalirkan Air Zam-zam.

Hikmah yang didapat dari sa’i, bahwa seorang muslim, lebih-lebih seorang mukmin haruslah giat dalam berusaha, berikhtiyar, bukan pemalas tetapi rajin dan giat bekerja, sabar, ulut dan bertawaqal. Karena sadar bahwa manusia hanya mampu berusaha dan berikhtiyar, Allah jua yang akan menetapkan hasilnya. Maka tawaqallah. Disamping itu hikmah lain adalah betapa besar kasih saying dan tanggung jawab seorang ibu terhadap putranya. Dari kasih sayang seorang ibulah, generasi yang santun, ulet, sabar dan bertawakal akan disiapkan, karena ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya.

Hikmah Tahallul.
Tahallul atau bercukur (wajib bagi laki-laki) merupakan perbuatan untuk melepaskan diri dari larangan-larangan ihram selama berihram atau penegasan dan realisasi akan selesainya masa ihram.

Makna yang tersimpan sebagai hikmah tahallul adalah membersihkan ‘batok kepala’ yang didalamnya terdapai otak atau pikiran-pikiran manusia dari pikiran-pikiran buruk. Bersihnya hati dan pikiran dari penyakit rohani (iri, dengki, hasut, ghibah, sombong, dll) sangat diperlukan untuk menapai kehidupan yang soleh/soleha dikemudian hari menuju keridhoan Allah SWT.


Semoga menjadi haji mabrur.
Kalau saja perjalanan ritual ibadah haji, juga dapat memaknai hikmah yang terkandung dalam perbuatan-perbuatan ibadah haji, sehingga setelah pulang kembali tempat tinggal semula, berdampak meningkatnya kebajikan dan kebaikan dari perilaku sosialnya, sehingga kemabruran hajinya akan sangat berdampat kepada ketentraman dan kesalehan social.

Kemabruran haji seseorang akan terlihat, seberapa membekas dan terinternailsasi dalam dirinya segala aktivitas ibadah haji yang dijalani, sehingga menjadi sikap hidup dan perilakunya.

Seorang haji yang mabrur, akan memiliki sikap
yang rendah hati, jauh dari sikap congkak, sombong, arogan, pamer kekayaan – jabatan – status, dll, karena mendapat hikmah dari ihramnya. Memiliki sikap tawaddu' (tahu diri) dan istiqomah dengan keimanannya,hikamah dari wukufnya. Sikap yang kuat dan tidak mudah tergoda oleh iming-iming syetan untuk berbuat curang dan sikap buruk lainnya (korup, manupulasi,dll), yang didapat dari hikmah melontar jumrah, karena setiap ada bisikan iblis bin syetan, ia lemparkan dari dirinya.

Thowafnya membekas kuat menjadikan dia orang yang selalu ingat kepada Sang Khaliq, kalimah talbiyahnya tetap mewarnai kehidupannya. Dalam putaran waktu 7 hari dalam seminggu tidak pernah putus melakukan “hablumminallah” Aktifitas ibadahnya semakin meningkat baik secara kualitas maupun kualitasnya.

Sa’inya telah memberi motivasi bahwa hidup ini penuh perjuangan yang memerlukan usaha yang gigih, kerja keras, tidak gampang putus asa, optimis, namun tetap sabar dan bertawaqal. Manusia yang berusaha, tetapi Allah jua yang menetapkan hasilnya.

Akhirnya, dengan tahallul, dengan mencukur rambut untuk menghilangkan ‘pikiran-pikiran buruk’. Hati dan pikiran setelah usai melaksanakan ibadah haji menjadi bersih, bercahaya. Karena itu di tutup dengan ‘tutup kepala putih’ /topi putih (tanda sudah haji ) juga pertanda bahwa hati dan pikirannya sudah suci dan bersih. Sebagai haji yang mabrur.

Makanya, do’a yang dibaca orang yang pulang dari ibadah haji adalah : TAUBAN TAUBAN TAUBAN, LIRABBINAA AUBAN LAA YU GHAADIRU (Aku bertaubat, aku bertaubat, aku bertaubat kepada Allah aku mengharapkan taubatku diterima, aku tidak akan mengulangi dosa-dosa lagi). Insya-Allah. ******* ( 25/XI/2010)






Label:

0 komentar:

Posting Komentar