Hidayah Allah

21.40 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH /


HIDAYAH ALLAH SWT BAGI MANUSIA
http://poligami.jeeran.com/images/BASMALAH.gif

Ass wrwb

الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ
وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيْمِ
http://alquran.babinrohis.esdm.go.id/images/22/22_54.png
waliya'lamalladziina uutuu l'ilma annahu lhaqqu min rabbika fayu/minuu bihi fatukhbita lahu quluubuhum wa-innallaaha lahaadilladziina aamanuu ilaa shiraathin mustaqiim
[22:54] dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Qur'an itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.
QS. AL HAJJ (24:54)

Majelis Netizen Rohimatullah
·      Sebelumnya  kita panjatkan syukur kehadirat allah swt.. Tuhan maha pemurah pencurah rahmah maha pengasih yang tak pilih kasih dan maha penyayang yang kasih sayangnya tak terbilang.
·      Alhamdulillaahil ladzii  an ’amana al iimaani wal islaami, segala puji bagi allah yang telah melimpahkan  nikmat iman dan islam.
·      Wa nikmatan  ‘umrihi,  wa an jismihi, nikmat umur - kesempatan dan nikmat badan sehat, sehingga hari ini kita bisa hadir di majelis ilmu ini untuk melaksana sunnah rasul “barangsiapa meniti suatu jalan untuk mencari ilmu (dienul islam), maka allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).... Amien.
·      Berkat rahmat dan nimat itulah, pagi ini kita dapat menunaikan sholat subuh berjamaah di rumah allah yang penuh rahmat.. Baiturrohmah.
·      Sholat subuh yang selalu disaksikan oleh malaikat ini seperti difirmankan allah ta’ala dalam qs. Al israa’-78, oleh rasululloh saw di tegaskan bahwa “barang siapa sholat shubuh, maka ia dalam jaminan allah....(HR. Muslim. No 1.050)
·      Wanusyolaa wanusalamu ‘alaa khoiril anaam  Muhammadin shalalloohu ‘alaihi wassalam ,
 sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas junjungan penghulu alam-nabi besar muhammad salallaahu alaihi wassalam, beserta para keluarga, sahabat serta umatnya  ....amien
Saya juga ingin berwasiat, terutama untuk diri saya dan keluarga keluar saya serta hadirin “ ...
Yaa ayyuhaalladziina aamanuu ittaquullaaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illaa wa-antum muslimuun /... Bertakwalah kepada allah sebenar-benar takwa kepada-nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam. (qs ali imran (3:102)
·      Bertaqwa,yang sebenar-benarnya taqwa, yaitu  dengan  melaksanakan semua perintahnya (sesuai dengan kemampuanya), misalnya sholat tidak bisa dengan berdiri bisa dengan duduk tidak bisa duduk bisa dengan tidur.
·      Dan meninggalkan semua larangannya (secara mutlak)”, maksudnya untuk meninggalkan larangan tidak ada alasan, misalnya “belum mampu” meninggalkan kebiasaan minum minuman keras nanti aja, ya tidak bisa gitu !!!
·      Abu hurairah r.a, menceritakan ia  mendengar rasulullah saw sabda, : ” apa yang aku larang kalian dari (mengerjakan)nya maka jauhilah ia, dan apa yang aku perintahkan kalian untuk (melakukan)-nya maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, .. “.(HR.Bukhari dan Muslim).
·      Apa yang akan saya sampaikan bukan hal yang baru, karena risalah agama ya memang sudah sempurna sampai rasululloh saw wafat,
·      Dakwah itu hanya berfungsi untuk fadzakkir innama anta mudzakkir; hanya sekadar mengingatkan, memberitahukan dan mengabarkan tentang firman-firman allah swt serta sunnah-sunnah rasululloh saw.  (al ghosyiah [88]:21)
·      Selebihnya, tergantung hati masing-masing, apakah terbuka untuk hidayah atau mau menerima hidayah, dan ada dorongan untuk taufiq (melaksanakan kebaikan) tersebut.
·      Hari ini kami mendapat amanat untuk menyampaikan “amar ma’ruf” menyeru kepada kebaikan, ini sesuai dengan perintah allah ta’ala (ali imran 104)
·      Dan  kata rasululloh saw, ad daallu ‘alal khoiri kafaa ’illihi orang yang mengajak kebaikan mendapat pahala yang sama dengan orang yang diajaknya /HR. Tirmizi)
·      Dan mudah-mudahan saya tidak termasuk golongan yang diperingatkan Allah Ta’ala :
http://alquran.babinrohis.esdm.go.id/images/2/2_44.png
Ata/muruunan-naasa bilbirri Watansawna an-fusakum  Wa-antum tat luunal kitaaba
Afalaa ta'qiluun
[2:44}. “mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca al kitab (taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”
Asbabunnuzul turunya ayat 44 Surah Al Baqarah ini, allah menegur, seorang yahudi yang menyuruh anak dan mantunya serta kaum kerabatnya yang telah memeluk agama islam untuk melaksanakan kewajibannya, tetapi dirinya sendiri tetap saja mengingkari... Ia menyuruh orang berbuat baik/beramal sholeh, tetapi dirinya sendiri tidak melakukannya. Semoga kita tidak termasuk golongan yang demikian ini.
·      Dakwah berfungsi untuk fadzakkir innama anta mudzakkir; hanya sekadar mengingatkan, memberitahukan dan mengabarkan tentang firman-firman allah swt serta sunnah-sunnah rasululloh saw. 
·      Selebihnya, tergantung hati masing-masing, apakah terbuka untuk hidayah atau mau menerima hidayah, dan ada dorongan untuk taufiq (melaksanakan kebaikan) tersebut.

Majelis Netizen Rohimatullah
·      Dalam  perjalanan hidup manusia untuk mencapai tujuan hidup yang benar, perlu petunjuk, perlu  hidayah atau al huda atau al-haadii, yang merupakan salah satu dari asmaul husna, yaitu  allah yang maha pemberi petunjuk,
·      Firman allah swt dalam qs. Al-hajj (22:54),
….wa innallooha lahaadil-ladziima aamanuu ilaa shirootim mustaqiim.
Sesungguhnya allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”
·      Makna Hidayah, Lafadz al-huda serta pecahan katanya dalam Al-Qur’an disepakati oleh ulama sebagai kata yang paling banyak bentuk maknanya.
Muqatil bin Sulaiman al-Balkhi dalam kitab al-Asybah wan Nazhair, Yahya bin Sallam dalam kitab at-Tasharif, dan as-Suyuthi dalam kitab al-Itqan, menyebutkan tujuh belas makna lafadz al-huda. Adapun Ibnul Jauzi di dalam kitab Nuzahatul A’yun menyebutkan 24 makna lafadz al-huda.
Taufiq wal hidayah.
·      Sering kita mengucapkan ‘taufiq wal hidayah’, maksudnyan adalah :
ü Hidayah adalah memberi petunjuk, mendapat hidayah allah, berarti mendapat petunjuk allah swt.
ü Taufik, adalah dorongan kemauan untuk melaksanakan perintah-nya, atau  kedamaian yang sempurna
ü Hidayah berupa taufik untuk tunduk dan mengikuti kebenaran. Hidayah ini dikhususkan bagi hamba yang beriman dan menerima syariat Allah SWT. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (at-Taghabun: 11)
ü Sesorang sudah mendapat hidayah  memeluk agama islam, tetapi kok masih korupsi, itu artinya ia telah mendapatkan hidayah qolbiyah (sebagai seorang muslim bahkam mukmin), tetapi belum ada hidayah taufiq atau dorongan kalbu/maunah qolbiah untuk melaksanakan syariat islam belum optimal
Hidayah untuk manusia.
·      Makhluk hidup yang bergerak (manusia dan binatang) mendapat hidayah dari allah swt. 
·      Makhluk dari jenis manusia, diberi hidayah lebih lengkap dan sempurnya dibanding makhluk lainnya, karena menjadi khlafiha dibumi.
·      Ahmad musthafa al-maraghi dalam kitab tafsirnya yang dikenal dengan tafsir al-maraghi menjelaskan, ada beberapa macam hidayah/petunjuk yang diberikan allah kepada manusia melebihi makhluk lainnya. Dan secara bertingkat, adalah sebagai berikut :
Pertama, hidayah ilhamiyah (naluri/insting)
·      Hidayah ilhamiyah (isntink/naluri) sebagai bawaan lahir diberikan kepada manusia maupun hewan
·      Contohnya,
ü Bayi yg baru lahir langsung bisa menyusu kepada ibunya ketika lapar dan menangis ketika ngompol,
ü Anak bebek langsung bias berenang, tidak perlu ada proses diajari.
·      Pada hidayah tingkat ini, yang diterima hewan bisa lebih sempurna dari pada manusia, misalnya anak ayam saat menetas langsung bisa berlarian dan mencari makan, tetapi anak manusia belum bisa. 
·      Allah akan memberi hidayah kepada makhluknya sesuai dengan kadarnya masing2
QS. Al-A'laa (87:1-3) berikut ini:

sabbihiis marobbikal-a'laa
[87:1] Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi,
alladzii khalaqa fasawwaa
[87:2] yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya),
walladzii qaddara fahadaa
[87:3] dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,

Kedua, hidayah hawasiyah (indrawi ).
·      Karena hidayah ilhamiyah, hanya mengandalkan naluri, maka allah menambahkan hidayah hawasiyah, yaitu kelengkapan panca indera (mata/lihat, telinga/dengar, hidup/cium aroma, lidah/rasa, dan kulit/sentuhan
·      Hewan juga mendapat hidayah ini, walau dalam kualitas yang berbeda. Ada jenis hewan yang mampu mendengar dan mencium tanda-tanda kematian, gempa, jejak dsb. (makanya manusia mengandalkan anjing pelacak, karena daya penciumiannya)
(dan makhluk hewan, hanya mendapatkan dua tingkatan hidayah tersebut).

Ketiga, hidayah ‘aqliyah (akal).
·      Hidayah indrawi yang didapat melalui panca indra, kadang suka salah dalam mempersepsikan obyek.
·      Misalnya,
ü Ketika kita lihat tongkat yg tercelup di air, terlihat bengkok, padahal sebenarnya kan tidak bengkok.
ü Mata sering terkecoh oleh fenomena alam (melihat seperti ada air di jalan aspal saat terik), 
ü Bintang, bulan dan matahari, apa besarnya seperti yang terlihat ?.
·      Intinya, indra tidak selalu mampu memberitahukan informasi yang secara benar
·      Nah, untuk meluruskan indra ini maka manusia membutuhkan hidayah ‘aqliyah (hidayah akal).
·      Dimana akal bisa "meluruskan tongkat yg bengkok", ‘menjelaskan fenomena alam tersebut, memperkirakan besarnya benda-benda langit dengan menciptakan alat teropong bintang, dsb dengan ilmu pengetahuan yg diolahnya.

Keempat, hidayah qolbiyah (kalbu/hati).
·      Kemampuan akal tidak mampu menembus wilayah ‘metaphisik’ (ghoibi), karena hal-hal yang berkaitan dengan aqidah ilahiyah dan syariah-ibadah, akal tidak menjangkaunya.
·      Misalnya, saat kita mau sholat, tiba-tiba kentut (keluar angin dari dubur), maka kita harus melakukan wudu lagi, dan menurut fardhu wudhu yang dibasuh adalah :
ü  Fagsiluu wujuuhakum, (maka basuhlah mukamu),
ü  Wa aidi-yakum ilal maroofiqi,( dan tanganmu sampai dengan siku,)
ü  Wamsahuu biru ‘usikum, (dan sapulah kepalamu)
ü  Wa arjulakum ilal ka’-baini (dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,..) Qs.al maidah (5:6) : 
·      Kalau hanya berdasarkan akal saja (dengan mengabaikan hokum al_qur’an), seharusnya yang dibersihkan adalah bagian dubur/pantat karena kentut yang membuat batal tadi lewat sana., tetapi saat  berwudu untuk bersuci kita sama sekali tidak membasuh pantat yang menyebabkan batal tadi (nggak masuk akalkan ?)

Kelima, hidayah diniyah (agama ).
·      Hidayah yang lebih tinggi lagi khusus buat manusia adalah hidayah diniyah (dinnul islam) yang dibawa oleh rasululloh saw sebagai qhotamun-nabiyyin“/nabi terakhir untuk menuntun dalam mencapai “fidunnya khasanah – akhiroti khasanah”
·      Agama tidak selalu mengedepankan akal, tetapi juga keyakinan (iman), karena keterbatasan kemampuan akal manusia untuk menjangkau  kehendak Allah swt.  Dalam syariat Islam ada tiga perkara yang perlu dipahami.
·      Pertama, Syohibusy-syariah dalam hal “Aqidah”.  Di dalam aqidah (iman) ini menggunakan gaya bahasa “ kalimat berita” . Jadi manusia hanya sekedar bertindak sebagai “ penerima berita” dari Allah SWT tersebut.  Manusia hanya sekedar menerima “dawuh” /perintah, maka dalam perkara akidah kita tidak boleh merubah ( mengurangi – atau menambah) apa yang telah firman Allah Ta’ala.  Jelasnya, masalah aqidah “ hanya  Allah SWT kang ngasto pubo wasesane “, Misalnya, yang ada pada Arkanul Iman yang enam (iman kepada Allah, kepada Malaikat, kepada Kitab-kitab, kepada Rasullullah, kepada Yaumil akhiri, Takdir baik & buruk /Qodho-qodhar )
Allah mengingatkannya dengan keras terhadap orang-orang yang tidak beriman : (QS. Yassin_36 : 60- 61 )

Alam a’had ilaikum yaa bani adamaa  allata’budusy-syaiton, innahuu lakum ’aduwwum-mubin.
[36:60] Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu hai bani adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",
 Wa Ani’ Budhuuni  Hazaa Sirootum Mustaqim
Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. inilah jalan yang lurus   

·      Kedua, Syohibusy-syariah  dalam hal “ ibadah”.  Didalam tataran ‘ibadah’, menggunakan gaya bahasa “ ibtikari” atau ciptaan Allah. Yang menciptakan, menyusun dan menetapkan masalah-masalah ibadah, hanyalah Allah SWT semata. Disini kedudukan manusia hanya sekedar menjalankan/melaksanakan.
Misalnya, seperti pada Arkanul Islam yang lima (syahadat, sholat, zakat, puasa, haji) sebagaimana yang adanya,  manusia tidak boleh “ngreko-ngreko”, membuat tata cara sendiri mengenai masalah ibadah ini, kita hanya dapat taat dan patuh. (misalnya bikin cara sholat sendiri dengan lafaz bahasa Indonesia supaya mengerti yang diua\capkan, puasa nglebeng, puasa ngalong, dll. )
Menyikapi dua syariat ini, serorang muslim dalam menyikapi dua syariat tersebut haruslah “sami’na - wa atho’na” (kami dengar dan kami patuhi)
·      Ketiga, Syohibusy-syariah dalam hal ” muamalah”.   Dalam muamalah digunakan gaya bahasa “selektif edukatif”, maksudnya manusia bebas melaksanakan muamalah dalam bentuk apapun, asal baik, mendidik dan tidak melanggar syarita Islam. Jelasnya didalam hal muamalah orang merdeka memilih mana yang terbaik dari yang baik (dalam koridor hukum aqidah dan ibadah ).    Dalam hal muamalah ini Rosulullah SAW bersabda : “ Perkara aqidah dan iabadah kamu semua berkiblatlah kepadaku, tetapi bab muamalah kamu berlebih tahu adanya“
·      Hidayah berupa dien (agama), yang dimaksud adalah agama Islam sebagai agama yang diridhoi oleh Allah SWT [QS. Ali_Imron (3:19)’ QS. Ali_Imron (3:85)],  sebagai Agama Allah/diennullooh [QS. Ali ‘Imraan (3:83), QS. An Nashr (110:2)’ QS. An Nashr (110:2)]; sebagai Agama yang benar/diennul haq [, QS. At_Taubah (9:33), QS. Ash-Shaff (61:9), QS. Al-Fath (48:28)], sebagai agama yang bersih/diennul khollis [QS. Az-Zumar (39:3)], sebagai agama yang kukuh dan mengkukuhkan /dienul qoyyimah [QS. Al-An’aam (6:161), QS. Ar-Ruum (30:43)]; dan sebagai agama yang berkelanjutan/penutup [QS. An-Nahl (16:52)]
Tingkatan Hidayah
·      Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa hidayah yang diberikan Allah l untuk manusia ada empat tingkatan :
·      Pertama, Hidayah yang diberikan oleh Allah SWT kepada seluruh makhluk mukallaf (jin dan manusia), seperti akal, kecerdasan, dan pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat dharuri (sebuah kemestian).
Ini sebagaimana firman Allah Ta’ala : Musa berkata, “Rabb kami ialah (Rabb) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” (Thaha: 50)
·      Kedua, Hidayah yang dibawa dan diemban para nabi untuk dijelaskan kepada manusia dan jin, sebagaimana firman Allah SWT: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami.” (al-Anbiya: 73)
·      Ketiga, Hidayah berupa taufik untuk tunduk dan mengikuti kebenaran. Hidayah ini dikhususkan bagi hamba yang beriman dan menerima syariat Allah SWT. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.(at-Taghabun: 11)
·      Keempat, Hidayah untuk masuk ke dalam surga pada hari kiamat nanti. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah SWT : “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini.” (al-A’raf: 43)
·      Keempat tingkatan hidayah ini bertahap sifatnya. Seorang hamba yang belum mencapai tingkatan kedua tidak akan mendapatkan hidayah tingkatan yang ketiga. Untuk mencapai tingkatan hidayah keempat, ia harus melalui tingkatan yang ketiga. (Basha’ir, 5/313)
Hidayah Merupakan Anugerah Yang terbaik
·      Hidayah adalah hak prerogatif allah swt. Tidak seorangpun yang memiliki hak memberi hidayah pada orang lain, para pendakwah hanya membantu membuka jalan untuk memperoleh hidayah allah,
·      Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa mengajak kepada hidayah (kebaikan) maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa mengajak kepada kesesatan maka ia akan mendapat dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka.” [Al-Imam al-Albani berkata tentang hadits ini dalam as-Silsilah ash-Shahihah (2/548), “Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (8/62), Abu Dawud (2/262), at-Tirmidzi (2/112), ad-Darimi (1/126—127), Ibnu Majah (1/91), dan Ahmad (2/397) dari hadits Abu Hurairah z, secara marfu’ (disandarkan kepada Rasulullah n). At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”
·      Asy-Syaikh al-‘Utsaimin dalam Syarah Riyadhus Shalihin menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “mengajak kepada hidayah” artinya menjelaskan hidayah dan mengajak orang lain kepadanya.
·      Misalnya, ia menjelaskan kepada orang lain bahwa dua rakaat shalat dhuha hukumnya sunnah dan seyogianya seorang muslim mengerjakannya. Kemudian penjelasannya ini diikuti oleh orang lain sehingga mereka pun mengerjakan shalat dhuha. Maka dari itu, ia akan mendapatkan pahala mereka tanpa mengurangi sedikitpun pahala milik mereka, karena keutamaan yang diberikan oleh Allah SWT amat luas.
·      Ini maksudnya, setiap orang yang diberi hidayah oleh Allah SWT untuk mengerjakan kebaikan melalui sebabnya, ia akan memperoleh pahalanya, tanpa mengurangi pahala yang diperoleh dari orang yang mengerjakan anjurannya.
·      Ibnul Qayyim  menjelaskan bahwa hidayah dimulai dengan keterangan dan penjelasan, setelah itu taufik dan ilham. Hal ini setelah adanya keterangan dan penjelasan. Tidak ada jalan untuk mencapai tahap keterangan dan penjelasan kecuali melalui para rasul. Apabila tahap keterangan dan penjelasan telah tercapai, hidayah taufik bisa terwujud. (Fathul Bari 1/211)
·      Ibnul Qayyim berkata, “Hidayah akan mendatangkan hidayah berikutnya sebagaimana kesesatan akan mendatangkan kesesatan lainnya. Amalan-amalan kebaikan akan membuahkan hidayah. Semakin bertambah amalan kebaikan seseorang, hidayah pun akan bertambah. Sebaliknya, amalan-amalan kejelekan pun akan membuahkan kesesatan. Hal ini karena Allah SWT mencintai amalan-amalan kebaikan sehingga Dia membalasnya dengan hidayah dan kemenangan, dan Allah SWT membenci amalan-amalan kejelekan sehingga membalasnya dengan kesesatan dan kecelakaan.” (Tanwir al-Hawalik, 1/338)
·      Ibnul Qayyim  menambahkan, “Jika seorang hamba beriman kepada Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai pedoman hidayah secara umum, ia menerima perintah-perintah di dalamnya dan membenarkan berita-beritanya. Hal ini akan menjadi sebab baginya meraih hidayah lain dengan lebih terperinci lagi, karena hidayah itu tidak ada ujungnya meskipun seorang hamba telah mencapai tingkat hidayah setinggi-tingginya.
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.”
(Maryam: 76) (Tanwir al-Hawalik 1/177
·      Karena itu, Dakwah berfungsi untuk fadzakkir innama anta mudzakkir; hanya sekadar mengingatkan, memberitahukan dan mengabarkan tentang firman-firman Allah swt serta sunnah-sunnah Rasululloh saw, dan meneru kepada kepaikan.
·      Selebihnya, tergantung hati masing-masing, apakah terbuka untuk hidayah atau mau menerima hidayah, dan ada dorongan untuk taufiq (melaksanakan kebaikan) tersebut.
Dhamirul qolbi dan maunah at taufiq
·      Semua kelengkapan hidup sebagai hidayah dari allagh swt tersebut, tidak akan menghantarkan kepada kesalehan, baik keshalehan ibadah mahdhoh  maupun kesalehan ijtima’iyah/sosial kalau tidak dilengkapi dengan “ hidayah dhamirul qolby/kata hati dan hidayah maunah at taufiq/kemauan yang kuat untuk melaksanakannya”.
·      Orang berbuat munkar, ada dua kemungkinan :
ü Pertama, ada “dhamirul qolbi/kata hati” yang menentang/ menolak untuk berbuat munkar, tetapi “maunah at taufiqnya” tidak ada, sehingga terjadi pembiaran untuk melakukan kemunkaran.
ü Kedua, dhamirul qolbinya tertutup  qolbun muntaqoliba” kegelapan hati, dan ada  maunah at taufiqnya” sehingga perilakunya munkar karena sudah tidak menuruti kata hatinya (got spot)
·      Dorongan kata hati yang menjelma kepada perbuatan manusia, sangat menentukan akan nilai dari perbuatan seseorang, apakah perbuatannya baik atau buruk.
·      Rasululloh saw memperingatkan :, ketahuilah bahwa dalam dirimu ada segumpal daging, apabila dia baik kamu akan termotivasi untuk melakukan kebaikan, namun apabila dia tidak baik, kamu akan terangsang melakukan perbuatan yang tidak baik. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati”.
·      Bisikan hati yang merupakan pusat kekuatan spiritual manusia, akan menggerakkan untuk mengamalkan semua yang disyariatkan oleh dinenul islam. 
·      Dan memposisikan allah swt pada posisi –iyyaka na’budu – wa iyyaka nasta’in  (hanya engkau yang kami sembah, karena itu hanya engkau kami mohon pertolongan ),
·      Karena engkaulah sumber kebenaran yang haq.  Allah berfirman dalam surat al-baqoroh, (2:147) : kebenaran itu adalah dari tuhanmu,  sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu “. 
Yang tertutup dari hidayah.
·      Hidayah itu bak matahari, semua orang bisa mendapatkannya kalau mau. Kalau kita berlindung di dalam rumah atau ruangan yang tertutup, maka kita tidak akan dapat cahayanya. Kalau mau dapat sinar matahari, keluarlah, jangan tutupi sinarnya.
·      Ada golongan manusia yang tertutup untuk mendapat hidayah dari allah swt, seperti yang difirmankan allah swt, diantaranya :
1.  Orang-orang yg menutupi (kafir) kebenaran.
walaahu laa yahdiil qowmal kaafiriin /dan allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”  [qs at-taubah(9:37)]
2.  Orang-orang fasik,
Yaitu orang-orang yang bergelimang dosa, orang yang tahu mana yang benar dan mana yang salah tapi dia tetep melakukan dosa demi dosa.
“….walaahu laa yahdiil qowmal faasiqiin /dan allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.  [qs at-taubah (9:80)]
3.  Orang-orang munafik,
Orang yang membenarkan dengan hati dan lisannya, tetapi tidak dengan perbuatannya.
“…aydiyahum nasuullooha fanasiyahum innal munaafiqiina humul faasiquun
/mereka telah lupa kepada allah, maka allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.
·      Akhirnya, banyaklah memohon hidayah. Dari Abdullah bin Umar c, Rasulullah n sering membaca doa:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
Allohumma inna-nas aluka alhuda wattaquu wal ‘affaa wallaghinaa
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon selalu dari-Mu hidayah, takwa, sikap ‘iffah, dan kekayaan.” (HR. Muslim no. 4898)
·      Sekian semoga kita termasuk golongan yang selalu mendapatkan hidayah dari Allah Ta’ala, dan mendapat maunah at taufiq untuk selalu beramal sholeh.... Amien

Waloohu a’lam bishowab
Demikian yang saya sampaikan bila itu kebenaran,
Merupakan kebenaran yang datangnya dari allah semata,
Karena sifat-nya yang  al haaq/yang maha benar,

Kalau ada salahnya, itulah kesalahan saya sebagai manusia,
Yang sifatnya memang deket dengan kekhilafan
Seperti kata pepatah arab :
al insaanu makhallul khoto wan nisyaan”.

ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
Subhanakallahumma wabihamdika
Asyhadualla ilahailla anta
Astagfiruka wa’atubu ilaik
“maha suci engkau ya allah, dengan memuji-mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-mu, aku memohon pengampunan-mu dan bertaubat kepada-mu.”
(hr. Tirmidzi, shahih).
Nas-alullah as-salamah wal ‘afiyah/
Hanya kepada allah kita mohon keselamatan.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Wassalamu’alaikum warahmatulloohi wabarokatuh


Label:

0 komentar:

Posting Komentar