Opini_Hari Ibu 2012

20.34 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)



PERINGATAN HARI IBU
22 Desember  1928  -  22 Desember 2012
Dipostkan oleh : Ach. Chambali. Hs.
"Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang tua ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu " (QS. Luqman :14)
Tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu, karena sejak tahun 1959 telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Hari Nasional, yaitu dengan Keputusan Presiden RI Nomor 316/1959 tertanggal 19 Desember 1959.  Dengan demikian Hari Ibu ini tidak saja diperingati oleh kaum ibu, tetapi oleh seluruh bangsa Indonesia. Berbeda dengan di Amerika dan Kanada yang merayakan Hari Ibu atau Mother’s Day pada hari Minggu di minggu kedua bulan Mei.
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan. Organisasi perempuan sendiri sudah bermula sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.
Dengan disemangati oleh Api Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, tiga bulan kemudian, para tokoh Wanita Indonesia dari berbagai perkumpulan, bertemu untuk memperjuangkan cita-cita bersama yang meliputi dua aspek ; Pertama, memperjuangkan persamaan hak dengan kaum pria ; Kedua, berjuang bersama kaum pria menuju cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia
Dari kedua aspek cita-cita bersama tadi, lahirlah suatu tekad yang bulat untuk memberi arti pada sejarah perjuangan wanita Indonesia.  Untuk itu diawali dengan diselenggarakannya “ KONGGRES PEREMPUAN INDOENSIA “ yang berlangsung pada hari Minggu, tanggal 22 s/d 25 Desember 1928 di Joyodipuran Jogjakarta, yang diprakarsai oleh perkumpulan-perkumpulan wanita seperti : WANITA UTOMO ; WANITA TAMAN SISWO ; PUTERI INDONESIA ; AISYIAH ; JONG ISLAMIETEN BON BAGIAN WANITA ; WANITA KATHOLIK dan JONG JAVA BAGIAN WANITA.  Hadir pula sebagai peninjau pada acara tersebut sebanyak 30 perkumpulan wanita lainnya dan 21 perkumpulan laki-laki.
Putusan-putusan penting yang diambil dalam konggres Perempuan Indonesia pertama itu, antara lain  :
o   Mendirikan badan permufakatan bernama “ PERIKATAN PERKUMPULAN PEREMPUAN INDONESIA “
o   Membentuk Studifond, yaitu badan yang akan menolong anak-anak perempuan yang tak mampu menanggung biaya sekolah ( kalau istilah sekarang bantuan bea siswa untuk pelajar perempuan )
o     Mencegah terjadinya perkawinan dini ( usia kanak-kanak )
o Meminta kepada pemerintah agar sekolah untuk perempuan diperbanyak.
o   Dll.
Tanggal 22 Desember yang gemilang itu, kemudian lahirlah sebagai Hari Ibu, dengan segala penghargaan yang terkandung di dalamnya, dimana wanita tidak saja dihargai sebagai ibu dari anak-anaknya, tetapi juga sebagai Ibu Bangsa indonesia dalam arti yang seluas-luasnya.  Ini merupakan salah satu ketetapan dari Konggres Perempuan Indonesia yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Konggres Wanita Indonesia (KOWANI) berlangsung dari tanggal 23 s/d 27 Desember 1938 di Bandung yang menghasilkan 14 keputusan, pada keputusan ke-10 disebutkan bahwa peringatan Hari Ibu diadakan pada setiap tanggal 22 Desember , yang selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Nasional dengan Keputusan Presiden RI Nomor 316 Tahun 1959 tadi.
Hari Ibu, adalah hari kesadaran kaum ibu, baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai Ibu Bangsa, atau dalam kancah yang sekarang sebagai ibu yang bertugas diwilayah domestic maupun diwilayah diluar rumah dalam berkarier.  Sebagai ibu rumah tangga memiliki peran dan tanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan keluarga yang pada gilirannya berarti pula ikut berperan dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa.   Ibu yang bijak, akan mendidik dan mempersiapkan generasi mendatang dengan teliti, seksama dan penuh kasih sayang, sehingga mereka mampu mengemban tugas-tugas hidupnya dimasa datang dengan arif, santun dan bermartabat.   Agar mampu melaksanakan tugas beratnya itu, seorang ibu harus memiliki kondisi ketenangan lahir maupun bathinnya, yang akan memancarkan kecerahan dan keceriaan dalam kehidupan dirumah tangga, dan ini merupakan sumber kekuatan bagi anak-anaknya.  Karena Ibu adalah pendidik pertama dan utama bagi generasi bangsa.
Perjuangan pergerakan wanita Indonesia hasilnya kini telah  dapat kita rasakan bersama, yaitu memiliki peluang, hak dan kewajiban yang sama dengan kaum pria, secara proporsional sesuai dengan kodratnya masing-masing.  Wanita tidak lagi hanya dijadikan “ konco wingking “ oleh kaum laki-laki.  Kaum wanita telah menunjukkan kompetensinya dalam dinamika kehidupan, tampil sebagai Srikandi-srikandi bangsa.
Satu momen penting bagi para wanita adalah untuk pertama kalinya wanita menjadi Menteri adalah Maria Ulfah di tahun 1950. Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa.
Namun demikian yang harus diingat oleh kaum wanita, meskipun kini telah mendapatkan derajat, kedudukan, tanggung jawab dan hak yang sama dengan kaum laki-laki, atau istilah yang populer sekarang ini, mendapatkan kesetaraan gender,  kaum perempuan haruslah tetap menyadari sepenuhnya bahwa ia dititahkan dengan kodrati sebagai wanita, sebagai seorang ibu dengan segala keterbatasannya sebagai seorang wanita.  Dari sini wanita  bisa “ mulat sariro “ yaitu melihat porsi dan posisi diri sendiri sebagai kaum wanita yang secara kodrati memang berbeda dengan seorang laki-laki. 
Bagaimana hubungan hak dan kewajiban antara wanita dan laki-laki, secara puitis ada ungkapan orang bijak yang mengatakan bahwa “  Wanita tidak dicipta dari tulang kepala laki-laki “  oleh karenanya wanita bukan sekedar pajangan atau penghias kaum laki-laki ; “  Wanita juga tidak dicipta dari tulang kaki laki-laki “ karenanya wanita tidak untuk dijajah laki-laki ; “ tetapi konon wanita dicipta dari tulang rusuk laki-laki “  karenanya wanita adalah pendamping laki-laki dalam menjalani hari-hari panjang kehidupan ini dengan damai dan sejahtera, saling menghormati dan saling menyayangi.  Sakinah mawadah warrahmah.
Kita menyadari sepenuhnya, betapa penting peranan kaum wanita, lebih-lebih mengingat penduduk Indonesia ini separuh lebih adalah kaum wanita.  Disamping itu kaum wanita adalah sumber dari segala harkat yang suci dan mulia.  Sampai ada pepatah bahwa “ Ibu adalah tiang agung negara “ oleh karena itu kaum wanita sendiri harus memahami sungguh-sungguh kedudukan luhur yang dimilikinya, sebab manakala tidak berhati-hati maka keadaannya akan berbalik, dapat menjadi sumber malapetaka dan kehancuran.
Kunci dari perikehidupan kita seakan tersimpan ditangan kaum Ibu, karena itu kiranya tidaklah berlebihan jika penghormatan terhadap kaum ibu tidak akan kunjung padam sepanjang sejarah manusia dan kemanusiaan. Dalam suatu riwayat Bahaz Ibnu Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya r.a. berkata : "Aku bertanya : Wahai Rasululloh, kepada siapa aku berbuat kebaikan ? Beliau bersabda : "Ibumu". Aku bertanya lagi : Kemudian kepada siapa ? Beliau bersabda : "Ibumu" Aku bertanya lagi : Kemudian siapa?, Beliau bersabda : Ibumu; Aku bertanya lagi : Kemudian siapa : "Ayahmu", lalu yang lebih dekat, kemudian yang lebih dekat " (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Sampai tiga kali Rasululloh SAW, berkata "ibumu" baru kemudian 'ayahmu", ini mengandung himah bahwa betapa besarnya peran kaum ibu, karena ditangan  kaum ibu-lah pertama kali generasi penerus bangsa ini dididik dan dibimbing serta dibina agar menjadi manusia indonesia yang berjiwa Pancasila yang agamis dan manusia Indonesia yang agamis yang Pancasilais.
Dalam berkiprah maju menapak masa depan yang lebih baik, kaum wanita Indonesia harus dapat memelihara kesinambungan dan keserasian peranannya sebagai ibu rumah tangga dan sebagai anggota masyarakat. Sebagai ibu rumah tangga dipundaknya terletak tanggung jawab bagi terciptanya kesejahteraan keluarga. Itu berarti terciptanya kesejahteraan bangsa ini terletak pada seberapa jauh wanita Indonesia dapat melaksanakan fungsinya sebagai ibu rumah tangga dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan bangsa.
Bila dikaji secara cermat, keadaan wanita justru menempatkannya sebagai unsur yang sangat penting dan bahkan menentukan hari depan bangsa, yaitu yang menyangkut pembinaan dan pembangunan watak generasi penerus bangsa. Hal ini karena ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, ini berarti pula bahwa ditangan ibu sebagai ibu pengasuh, terletak tugas paling awal dalam penerus nilai budaya bangsa dan sekaligus pula membentuk pribadi anak untuk mengenal peradaban bangsa dan negaranya demi ketahanan nasional Bangsa Indonesia.
Disinilah letak dasar penting peranan wanita sebagai ibu terhadap perkembangan intelektual generasi mendatang. Karena dasar yang diletakkan pada anak sangat menentukan untuk perkembangan anak selanjutnya dan lewat anak-anak inilah nanti kita pertaruhkan masa depan bangsa ini.
Menghadapai maraknya gaya hidup yang “tabarruj” (suka mempertontonkan anggota tubuh dan dandanan menor)  dimasa kini, peran Ibu menjadi sangat urgen untuk menyelamatkan generasi masa depan yang agamis.  Apalagi kalau kita diingatkan dengan Firman Allah SWT dalam QS. Al_Ahzab (33:33) : “ Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah sholat sunaikan zakat dan taatilah Allah dan rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul baik dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya:
Dalam hadits Rasululloh SAW “ Ada dua golongan dari penghuni neraka yang belum pernah aku lihat, kaum yang memiliki cambuk seperti ekor-ekor sapi yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia (semena- mena) dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, berlenggak-lenggok menggoda, kepala-kepala mereka seperti punuk onta meliuk-liuk. Mereka tidak akan masuk dan tidak akan pula mencium aromanya, padahal aromanya bias tercium dari jarak segini-gini (HR. Muslim:2128)
Fenomena yang ada di kekinian bahkan banyak orang tuanya mendorong, bahkan setengah memaksa anak gadisnya ikut tampil diacara-acara umum dengan pakaian yang tidak sepantasnya (orangtuanya berjilbab, tapi dandanan anaknya kadang malah seronok dalam usianya yg masih sangat belai itu).
Disinilah peranan kaum ibu diuji, apakah telah memerankannya dengan seharusnya, sebagai pendidik utama dan pertama bagi peradaban generasi manusia yang akan.
 Seorang Ibu, yang merupakan bagian terpenting dari kedua orang tua setiap generasi, merupakan penentu bagi kehidupan akheratnya kelak. Sebuah hadits Rasululloh SAW menegaskan, "dari Abi Ummayah ia berkata : " ada seorang lelaki berkata : Ya Rasululloh, apakah hak kedua orang tua atas anak mereka ? Rasululloh bersabda : "keduanya (merupakan) surgamu dan nerakamu"  (HR. Ibnu Majah).  Bahkan dipertegas dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, dari abdullah Ibnu Umar Al-"ash ra. bahwa Nabi SAW bersabda : keridhoan Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua"  (HR. Tirmidzi)
Posisi orang tua, ibu dan ayah dalam kehidupan islami sangat strategis dalam menghantarkan kehidupan anak-anak generasi mendatang dalam kehidupan peradaban manusia. bahkan posisi yang lebih khusus lagi, seorang "IBU" bagu anak-anaknya, sangat tinggi seperti dalam hadits Rasululloh SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasululloh SAW bersabda : "Allah melarang kalian durhaka kepada ibu kalian"  (HR. Bukhari). Ini menunjukkan secara pasti betapa Islam menempatkan seorang IBU begitu tinggi dan mulia, sehingga anak tidaklah patut durhaka kepadanya, ya dan pastinya juga terhadap ayahnya.

Akhirnya, marilah kita panjatkan doa kehadirat Allah SWT semoga para pahlawan, suhada bangsa, khususnya dari kaum ibu, mendapat tempat yang layak disisi Tuhan Yang Maha Esa, Amien.
Selamat Hari Ibu yang Ke-78, Selamat Hari Natal, serta Selamat tahun Baru 2007. Semoga perjuangan kita senantiasa mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Amien. (Malang, 22 Desember 2012) ******




   

Label:

Mengapa Harus Korupsi

21.20 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)


MENGAPA HARUS KORUPSI
(Renungan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2012)
Oleh : Drs. Ach. Chambali Hs.SH
Korupsi, yang popular diera reformasi, rasanya sudah menjadi komoditas dari industry informasi yang tiap hari dilansir melalui media baik eletronik maupun cetak dan sepertinya tak pernah akan berujung.
Perilaku korupsi memang bukan hal baru bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia dari sejak jaman dahulu kala. Dijaman kerajaan, ada isitilah “upeti” untuk para kalangan punggawa kerajaan. Upeti diberikan secara sukarela dengan pamrih tertentu, ataupun karena tekanan baik secara lahiryah melalui kekerasaan fisik  atau secara bathin dengan ancaman dan terror.
Pada rezim orde baru, korupsi kurang popular, bukan berarti tidak ada, hal ini karena beberapa sebab, salah satunya adalah kuatnya proteksi terhadap media atas pemberitaan yang tak sedap, yang berkaitan dengan para birokrat atau kehidupan pemerintahan dan kenegaraan, sehingga tidak muncul kepermukaan. 
Rezim orba tidak bersih dari korupsi, dapat dibuktikan dengan melakukan penyelidikan terhadap harta yang dimiliki oleh para mantan pejabat di era orde baru dengan menggunakan system pembuktian terbalik. Bagi seseorang yang memiliki pendapatan tetap, seperti para birokrat, pekerja kantoran baik swasta maupun negeri, buruh tetap, dll dapat dihitung “home pay” nya pada setiap bulan, sesudah dikeluarkan untuk kebutuhan hidupnya, dan sisanya yang ditabung berapa.  Orang boleh beralasan punya usaha sampingan, dengan system pembuktian terbalik, semua itu akan terbukti dengan sendirinya.
Pada rezim orba, yang popular adalah “pungli atau pungutan liar” kalau saat ini disebut “gratifikasi”. Pemberantasan “pungli” menjadi ‘icon” Pak Sudomo selaku Kopkamtib, walau cuma kenceng di gaungnya, atau hanya tajam kebawah, tetapi tumpul keatas. Makanya saat itu biar tidak dikatakan pungli, apabila akan menggalang dana sumbangan masyarakat harus dengan label “ susutante” atau sumbangan suka rela tanpa tekanan.
Perilaku korup dinegeri ini sudah sangat memprihatinkan, lebih-lebih saat ini kecenderungannya bukan menyusut tapi semakin membesar.  Bahkan lebih memprihatinkan lagi bahwa adanya ‘suksesi generasi penerus koruptor”. Kalau saja generasi korupsi terjadi pada kelompok usia lima puluh keatas, yah secara alami segera akan berakhir, tetapi dengan melihat Gayus, dan temen-temen seangkatannya, maka pewarisan kultur korup benar-benar berjalan mulus. Subhanalloh.
Kenapa orang melakukan korupsi, gratifikasi atau manipulasi” ? satu pertanyaan besar yang berkecamuk dibenak kita yang galau akan masa depan bangsa. Kalau didekati secara psikologi social, bangsa ini memang banyak mengalami pergeseran norma social , cara pandang, kultur dari rezim ke rezim selaras dengan perkembangan yang ada, yang kurang diantisipasi dampak ikutannya.
Kalau dalam rezim pasca kemerdekaan (kemudian disebut dengan orde lama), kehidupan berbangsa dan bernegara masih lebih pada penataan suatu bangsa yang baru merdeka, sehingga arus deras yang ada adalah seputar “kehidupan politik bangsa”,  gesekan lebih pada hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaan politik bangsa, karena masalah ekonomi masih minim.
Mengambil pengalaman itu, rezim orde baru setelah menggantikan rezim orde lama menasbihkan diri “ekonomi sebagai panglimanya pembangunan”.  Hal ini bukan salah, karena masalah perut adalah masalah yang akan memberikan kenyamanan warga bangsa setelah merdeka dari penjajahan yang sangat panjang. Untuk mewujudkan politik ekonomi kita itu berkiblat pada barat atau “Amerika yang kapitalistik” dengan tangan kanannya yang bernama “Word Bank dan IMF”.
Dengan sponsor kedua lembaga dunia yang dibaliknya ada negara kapitalis AS, Indonesia didorong dengan ambisi dari kedua lembaga tersebut, tanpa mempertimbangan kultur social budaya masyarakat Indonesia untuk mengakslerasi pertumbuhan ekonominya, bermodal utang dari kedua lembaga tersebut tanpa memperhatikan tingkat kelayakannya, telah mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai 8 persen pertahun sebelum dilanda krisis tahun 1998, sedang AS saja saat itu hanya bisa tumbuh 3 – 4 persen. Sehingga Indonesia mendapat predikat “Singa ekonomi di Asia tenggara saat itu.
Dari semua itu, disinilah sebenarnya awal pergeseran norma social, cara pandang dan kultur masyarakat Indonesia dari yang agraris, yang kental dengan kesantunan, kegotongroyongan, dan agamis mulai bergeser pada nilai-nilai yang individualis, matrealis dan kapitalis.  Sukses Negara dibidang ekonomi, akhirnya menjadi rujukan dan persepsi masyarakat dalam menilai kesuksesan seseorang.  Persepsi masyarakat terhadap kesuksesan seseorang di ukur secara kapitalistik dan matrealistik, bahwa “orang yang sukses adalah orang yang mejadi kaya dari sebelumnya”, masyarakat tidak memperdulikan bagaimana cara dan dari mana memperolehnya.  Dan masyarakat saat itu, menjastifikasi buruk kalau seorang pejabat pemerintahan tidak menjadi kaya, justru masyarakat menerima dengan ‘ikhlas’ kalau pejabat menjadi kaya atau bahkan kaya raya.
Pembangunan bidang kerokhanian bukan tidak dilaksanakan, tetapi bak lokomotif dengan gerbongnya. Karena lokomotif itu selalu menyeret gerbong, maka “lokomotif sector ekonomi” akan selalu didepan dan menyeret “gerbong sector rohani”  sampai akhirnya terjadi ‘kecelakaan’ lokomotifnya macet, dan justru ‘gerbongnya’ berjalan kencang, maka “Negara menjadi anomaly” pada tahun 1998. Kemudian “lokomotif” nya diganti dengan “reformasi” dan hasilnya justru menampilkan drama menyedikan tentang ‘budaya korupsi ini.  Apakah ini suatu masa yang diisyaratkan oleh Rasululloh SAW bahwa : Akan datang bagi manusia suatu jaman dimana orang tidak peduli apakah harta yang diperolehnya halal atau haram. (HR. Bukhari),
Era memang cepat berubah, orde baru tumbang digantikan dengan era reformasi, tetapi tidak secara tiba-tiba perilaku ikut berubah secara cepat sebagaimana perubahan yang terjadi para era atau rezim. Dan rasanya pada era reformasi ini cuma terjadi pemerataan dan  pergeseran peran dalam berkorupsi.  Dulu korupsi didominasi oleh birokrat/aparat eksekutif, sekarang terjadi ‘pemerataan dan pergeseran’ bahwa korupsi sudah merambah kemana-mana, Yang membedakannya, sekarang ada penolakan dari public yang lebih kuat sehingga dibentuklah KPK.
Dimana posisi moral agama para generasi bangsa ini ?, apa sudah tergerus oleh arus global kapitalisme ?. Indonesia yang mendasarkan dirinya pada Pancasila, dan pada sila pertama dengan menyebutkan tentang Ketuhanan, artinya moral dan rohani keagamaan akan menjadi warna dalam pelaksanaan negara dan pemerintahan  seharusnya menampakan diri sosok negara yang lebih bermoral, lebih amanah dari pada Negara lain yang tidak memiliki Pancasila.  Indonesia memang bukan Negara agama, tetapi peletak dasar negara sudah sepakat, bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar moral dalam penyelenggaraan Negara.
Agama memerintahkan kita kepada zuhut, maksudnya jangan tamak akan harta, dan tapi jangan mengabaikan kebutuhan duniawi termasuk harta.  Rasululloh SAW dalam Hadits riwayat At-Tirmidzi, telah memperingatkan bahwa, selain umur, ilmu, badan kita, juga harta kita yang akan dikhisab di akherat kelak. Kalau umur, ilmu dan badan kita dihisab dengan satu pertanyaan, maka urusan harta akan dipertanyakan “dari mana atau bagaimana cara memperolehnya dan kemana membelanjakannya”
Harta bagai pisau yang memiliki dua sisi yang sama tajamnya, dapat menjadi penolong bagi pemeliharaan ketaqwaan kepada Allah (HR. Ad_Dailami), juga sekaligus menjadi fitnah, ujian dan cobaan bagi kita “Sesungguhnya bagi tiap-tiap umat itu ada fitnah, dan sesungguh-nya fitnah bagi umatku adalah  harta (HR Tirmidzî). “Bagi tiap sesuatu terdapat ujian dan cobaan, dan ujian serta cobaan terhadap umatku ialah harta-benda”. (HR. Tirmidzi)
Perilaku korupsi merupakan perilaku klasik yang terus berkembang dan termodifikasi selaras dengan peradaban manusia, tetapi intinya selalu sama memperkaya diri sendiri dengan cara melanggar norma social, norma kebangsaan dan norma keagamaan.  Padahal  14 abad yang lalu Rasululloh SAW sudah mensinyalir semua ini akan terjadi, karena itu Rasululloh SAW memperingatkan : Barangsiapa mengumpulkan harta dengan tidak sewajarnya (tidak benar) maka Allah akan memusnahkannya dengan air (banjir) dan tanah (longsor). (HR. Al-Baihaqi).  Jangan-jangan musibah banjir dan longsor yang selama ini melanda seluruh negeri, akibat ulah para koruptor ini.
Pengkultusan terhadap harta, fulus atau uang, sampai menimbulkan keserakahan dan kecintaan secara fanatic dan opsesif, serta tumbuh perilaku anarkhis dalam pemilikannya, disebabkan karena kebutuhan pemuasan nafsu serakah yang temporer, ibarat “minum air laut semakin diminum semakin haus”
Dorongan nafsu menguasai harta secara anarkhis (brutal dan gelap mata) terus merongrong jiwa, hal ini karena adanya unsur depersonalisasi dalam hubungan pemilik dan hartanya. Harta (uang dan kesenangan) bukan lagi objek konkret yang dicari, tapi sudah menjadi lambang status, dan perluasan ‘kekuasaan’ dan ‘kehormatan’ (pretasi dan prestige) pembentuk ego. Setelah mendapatkannya, seseorang merasa  mendapatkan sepotong ego baru.
Tampilnya persepsi masyarakat modern yang sekuler, dalam hubungan interaksi antar masyarakat yang selalu diukur dari “kepemilikan materi” tersebut telah memunculkan suatu hubungan antar anggota masyarakat untuk saling menguasai antar sesama sebagai bentuk cermin “posisioning kekuasaan dan penguasaan” yang dimilikinya. Dan ini akan berdampak pada meningkatnya konflik kejiwaan secara personal dan berimbas pada tatanan social yang tampak pada tingkat solidaritas antar warga masyarakat yang minimalis dan daya kohesitas atau daya rekat masyarakat melemah dan miskin nilai.  Kesenjangan antar warga masyarakat semakin melabar, maka potensi konflik horizontal semakin kuat, seperti api dalam sekam. Disnilah kita melihat bangsa ini mulai tercabut dari akar budayanya, bagaimana saat bangsa ini merebut kemerdekaan.
Dengan tayangan media tv mengenai kasus korupsi yang begitu gencar, sepertinya tidak membuat nyali para pelaku korupsi beringsut sedikitpun, mungkin ia bersemboyan “yah itu kan apesnya dia aja”.  Rasanya sentuhan moral agama mengenai perbuatan melawan hukum Allah sudah tidak ada dalam hatinya. Hatinya sudah “qolbun munqoliba”, hatinya sudah gelap gulita, persepsi bahwa harta akan mendorong kehormatannya dimata masyarakat masih kuat menjadi motivasinya.
Ada yang bilang “harta bukan segalanya” itu betul, tapi secara realita di bangsa yang berpancasila ini justru “segalanya perlu harta atau uang”, mau pintar butuh harta banyak, kalau sakit akan dirawat dengan baik kalau ada harta banyak.  Jadi prasyarat social yang mendorong untuk terus korup masih kuat.
Memiliki harta melimpah memang menjadi kebanggan, yang tidak boleh dibanggakan adalah bila cara memperolehnya dengan melawan hukum positif maupun syariat Allah SWT. Rasululloh SAW mengingatkan “Jangan pula kamu mengagumi orang yang memperoleh harta dari yang haram. Sesungguhnya bila dia menafkahkannya atau bersedekah maka tidak akan diterima oleh Allah dan bila disimpan hartanya tidak akan berkah. Bila tersisa pun hartanya akan menjadi bekalnya di neraka. (HR. Abu Dawud).  Dan orang yang demikian ini sebenarnya akan menyesal berkepanjangan hari pembalasan kelak “Orang yang paling dirundung penyesalan pada hari kiamat ialah orang yang memperoleh harta dari sumber yang tidak halal lalu menyebabkannya masuk neraka. (HR. Bukhari). 
Dirgahayu, Republik Indonesia yang sedang merayakan Hari Kemerdekaan Ke-67 Tahun 2012, Semoga Tuhan YME, Allah SWT memberkahi bangsa ini. Amien*****

*/Penulis adalah warga Negara yang galau terhadap perilaku korupsi. Domisi di Perum Sawojajar – Kota Malang  (HP 085 7910 19060),

Label: