Komunikasi Politik Pemilukada

21.15 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)

KOMUNIKASI POLITIK PEMILU KEPALA DAERAH
( Sumbang pemikiran untuk para Tim Sukses
serta untuk menyemarakkan pemilukada di Kabupaten Malang )

Diposting : Drs. Ach. Chambali, Hs, SH

Pada 5 Agustus 2010 mendatang, masyarakat Kabupaten Malang akan melaksanakan hajatan politik Pemilukada untuk memilih Bupati – Wakil Bupati Malang periode 2010 – 2015. Sepertihalnya pemilukada di berbagai tempat, keriuhan politik akan mewarnai kehidupan masyarakat dalam menyongsong pemilukada tersebut. Keriuhan politik tidak lepas dari kiprahnya para pekerja politik dalam melakukan komunikasi politik yang dilakukan, mulai dari kandidat yang berebut jabatan politik tersebut, tim suksesnya, kader-kader politik, parpol maupun kelompok yang mengusung kandidat dari jalur independen.

Komunikasi politik yang dilakukan sebagai upaya untuk pencitraan kandidat yang berebut kekuasaan politik tersebut (bupati dan wakil bupati) yang sekaligus dimanfaatkan untuk pencitraan partai politik pengusungnya. Komunikasi politik dilaklukan dengan banyak cara, seperti orasi politik, iklan politik, maupun tindakan-tindakan politik yang dikemas dalam bentuk bantuan, kunjungan, tebar pesona, dan lain-lain.
Keriuhan politik menjelang pemilukada dimanapun, sering membingungkan para khayalak politik, banyak orang tiba-tiba sangat ramah dan selalu peduli terhadap masyarakat, murah senyum, sering tampil dimedia dengan wajah yang cerah, ramah, gagah dan terarah. Semua itu tentu berkat arahan-arahan manager/humas-humas politik dalam melakukan komunikasi politik.

Dalam berkomunikasi politik, sering menggunakan tokoh-tokoh yang memiliki popularitas (tokoh masyarakat, agama, kalangan selibriti,dll) untuk mendulang suara, hal ini sah-sah saja dalam komunikasi politik, termasuk beriklan besar-besaran yang menghabiskan banyak biaya. Tetapi kalau tidak dilakukan secara proporsional dan kajian yang mendalam dengan beberapa pendekatan, justru akan kontra produksi. Ini baru saja dibuktikan oleh Andi Malarangeng saat berebut kursi Demokrat-1. Gencar melakukan komunikasi politik melalui media baik media elektronik (televisi) baliho yang besar-besar, melibatkan putra tokoh sentral Demokrat, tetapi ia lupa bahwa elektoralnya adalah internal Partai Demokrat yang 513 orang itu, sedang komunikasi politik gencar dilakukan kepada public di ruang-ruang public, hasilnya---muspro. Dan ingat, popularitas seseorang itu tidak selalu berbanding lurus dengan elektabilitas. Banyak kasus yang telah membuktikan.

Para menejer kampanye Pimilukada yang biasa disebut dengan tim sukses, memang harus banyak membekali diri dengan pengetahuan, ketrampilan dan kecerdasan dalam hal berpolitik dan komunikasi politik. Ini diperlukan agar disatu sisi dapat meramu dan merancang komunikasi politik yang tepat sasaran dan tepat waktu, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk itu perlu mengenali khalayak komunikasi politik yang menjadi sasaran, metode dan teknik komunikasi politik yang dipilih, memiliki pengetahuan politik pemasaran dengan packed-packed produk politik yang memiliki nilai jual tinggi. Tim Sukses jangan mencari suksesnya sendiri (timnya yang sukses), tetapi ia benar-benar menjadi tim yang menyukseskan kandidat yang diusungnya.

Disisi lain pemahaman dan kecerdasan politik dibutuhkan, agar ia mampu memanage konflik sebagai dampak ikutan dari kompetisi politik dalam pemilukada, bukan malah memprovokasi massa untuk anarkhis seperti yang terjadi dibeberapa daerah sebagai ekses pemilukada. Kedewasaan dan kecerdasan berpolitik ditampakkan dalam kiprahnya, karena ia sangat faham apa sebenarnya fungsi dari partai politik, yaitu selain untuk sosialisasi politik dalam upaya menguatkann otonomi politik pada setiap individu sehingga menjadi melek dan cerdas politik, mengembangkan komunikasi politik untuk menjembatani antara aspirasi anggota dengan penguasa politik serta menginformasikan kebijakan politik kepada anggotanya, Kata Miriam Budiardjo, menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa –“penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. Juga sebagai pengendalian konflik masyarakat sebagai dampak yang ditimbulkan dalam perjuangan politik.

Komunikasi politik , menurut Almond adalah salah satu dari tujuh fungsi yang dijalankan oleh setiap system politik. Ketujuh fungsi itu adalah sebagai berikut: komunikasi politik; sosialisasi dan rekrutmen politik; artikulasi kepentingan; agregasi kepentingan; pembuatan aturan; aplikasi aturan; pengadilan atas pelaksanaan aturan (rule adjudication).

Tujuan melakukan komunikasi politik, sebagaimana juga berkomunikasi pada umumnya, adalah untuk mentransfer/memindahkan buah pikiran (visi dan misi politik) seseorang (kandidat/politikus) kepada pihak lain sehingga tercipta kesamaan pengetahuan dan pemhaman antara kedua belah pihak, dan pihak penerima pesan mau berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan dari penyampai pesan, yaitu mendukung/memilih dirinya (partainya) dalam pemilihan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk : Mengubah Sikap (to change the attitude) ; Mengubah Opini (to change the opinion) ; Mengubah Perilaku (to change the behavior) ; dan Mengubah Masyarakat (to change the society).

Komunikasi politik mulai banyak disebut-sebut bermula dari tulisan Gabriel Almond yang berjudul The Politics of the Development Areas pada tahun 1960. Almond berpendapat bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam dalam setiap sistem politik. Menurutnya, komunikasi politik bukanlah fungsi yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan proses penyampaian pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan.

Politik
Menjelajah pengertian komunikasi politik tidak bisa dilepas dari pengetahuan kita tentang politik. Dalam ilmu politik, karakter dalam kegiatan politik biasanya terdiri dari “tiga orang” ( tiga kelompok ) yang berinteraksi. Karena dalam hubungan yang hanya dua orang, interaksinya bersifat langsung dan simple, ‘aku’ berhubungan dengan ‘aku kedua’ atau ‘engkau’. Dalam hubungan interaksi ‘tiga orang’ maka hubungan interaksinya akan lebih komplek karena hadirnya ‘ aku ketiga atau ‘dia’.

Fenomena yang terjadi pada interaksi politik ‘tiga orang’ ini, akan terjadi persengkongkolan (kualisi) dua orang melawan satu orang, sebuah situasi dimana dua aktor dapat mengurangi kekuasaan aktor lain. Ini memperlihatkan adanya suatu hubungan yang melibatkan peran “penguasa” dan “yang dikuasai”

Politik adalah hal-hal yang menyangkut interaksi pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Dari defini tersebut dalam politik menyangkut unsur-unsur : Interaksi, yaitu hubungan dua arah yang saling mempengaruhi. Pemerintah, yaitu semua lembaga yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara. Masyarakat, yaitu seluruh individu dan kelompok sosial yang berinteraksi dengan pemerintah. Proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, yaitu kegiatan lembaga-lembaga pemerintah dan pejabatnya dalam membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan pemerintah. Dan Keputusan yang mengikat (otoritatif) yaitu keputusan yang harus ditaati oleh anggota masyarakat.

Kekuatan politik.
Sebelum menyusun startegi pemenangan, maka dilakukan dulu pengenalan dan inventarisasi kekuatan politik yang ada, yang apabila dimenej dengan baik akan menjadi kekuatan yang luar biasa. Kekuatan politik tersebut seperti kekuatan individual maupun kolektif yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik.

Kekuatan politik individual seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh dunia usaha, para selebriti, orang-orang popular, adalah kekuatan politik individual yang patut diperhitungkan karena pengaruhnya yang kuat terhadap perubahan social, opini-opininya, stetmennya, dan sebagainya sering mendapat pembenaran dari peng-idolanya, dan sehingga apa yang diucapkan sering menjadi rujukan pengikutnya.

Kekuatan politik kolektif dapat berwujud dalam bentuk formal, informal dan nonformal. Kekuatan politik kolektif formal adalah organisasi yang sejak awal didirikan dan diniatkan untuk berkiprah dalam dunia politik, yaitu partai politik itu sendiri sebagai kekauatan riil dari kandidat (walau untuk urusan pemilukada hasilnya tidak selalu berbanding lurus dengan saat pemliu legeslatif).
Kekuatan politik kolektif informal adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan pandangan, dan idea/pemikirannya sering berdampak politik, yang secara spesifik dapat berupa gerakan politik, yaitu gerakan spontan dari sekumpulan orang yang bergabung untuk memperjuangkan aspirasinya ; Kelompok kepentingan, yaitu sekelompok orang yang memiliki nasip dan kepentingan yang sama untuk diperjuangkan, dan kelompok penekan, yaitu sekumpulan kaum pemikir yang melakukan kajian-kajian dan hasilnya dipublikasikan sebagai daya tekan terhadap penguasa politik.

Kekuatan politik kolektif nonformal, adalah lembaga resmi yang keberadaannya secara hokum sah tetapi tidak bergerak dibidang politik, namun berdampak pada perpolitikan, seperti ormas,lsm, organisasi profesi, dll.

Komunikasi Politik.
Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) dapat didefinisikan sebagai komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”, komunikasi yang dilakukan antara para politisi dengan konstituennya.

Melalui kegiatan komunikasi Politik kita berusaha memahami berbagai fenomena tentang aktivitas-aktivitas politik, misalnya, apa alasan-alasan seorang pemilih untuk memilih partai politik/kandidat tertentu dalam suatu pemilihan umum/pemilukada? Atau, apa alasan seorang pemilih yang diyakini akan memilih dirinya/partainya, mengubah pilihannya dengan memilih partai politik/kandidat lain?. Bagaimana situasi psikologis pemilih dalam menghadapi pemilihan ? dsb.

Kegiatan komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, seseorang dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun yang tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik, misalnya saat orang-orang yang secara structural diluar kelembagaan politik mengeluh tentang kenaikan harga sembako, kenaikan harga BBM, mahalnya pendidikan, maraknya korupsi karena penegakaan hukum yang lemah,dll. Semua itu merupakan kekentalan komunikasi politik keseharian masyarakat, walau secara informal, karena apa yang dibicarakan oleh mereka adalah dampak dari kebijakan-kebijakan politik yang dibuat oleh penguasa pemerintahan.

Komunikasi yang efektif.
Komunikasi Politik yang efektif menunjuk pada kondisi bahwa elector society/masyarakat pemilih telah menerima informasi sesuai yang dimaksudkan oleh komunikator/politkus, kemudian konstituen/elector society memberikan respon yang positif sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator (yaitu mendukung dan memilih kandidat partai)
Ada lima ketentuan atau hukum komunikasi yang efektif (The five Inevitable Laws of Efffective Communication) yang di kembangkan dan dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH (R-E-A-C-H), yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. Kelima ketentuan/hukum komunikasi yang efektif tersebut adalah :

1. Respect, yaitu memiliki sikap rasa hormat dan saling menghargai setiap individu yang ada dalam pusaran komunikasi. Psikholog terkenal William James mengatakan bahwa "Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai."

2. Empathy, Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Komunikator politik harus memiliki kepekaan terhadap kondisi dan kebutuhan dari masyarakat pemilih/elector society , untuk itu harus menjadi pendengar yang baik bagi elector society

3. Audible, artinya apa yang disampaikan oleh actor politik, mudah dan bisa dimengerti oleh khalayaknya, hal ini berhubungan dengan empathy, yaitu disamping bahasa yang lebih penting adalah program yang ditawarkan sangat erat dengan kebutuhan masyarakat pemilih.

4. Clarity, berkaitan dengan apa yang disampaikan (tidak abu-abu), tegas, terbuka dan jujur. Sikap ini untuk membangun ‘trust’ atau kepercayaan khlayak kepada komunikator politik/politikus. Program yang ditawarkan bukan ‘angin surga’ tetapi memiliki kekuatan realitas yang dapat dilaksanakan.

5. Humble, yang berarti rendah hati, Sikap rendah hati dalam berkomunikasi pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (customer first attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Jabatan yang diperebutkan dalam pemilukada adalah jabatan amanat rakyat, maka pendekatan kerakyatan harus kental ditampakan dengan sejujurnya, bukan sembunyi dibalik topeng ’ bahasa’ dan ‘sikap’.

Komunikan/Khalayak Komunikasi Politik.
Pengetahuan tentang komunikasi, menampilkan tiga komponen utama komunikasi, yaitu komunkator, komunike (pesan) dan komunikan (khalayaknya). Dengan mengetahui ketiga komponen tersebut dapat ditetapkan strateginya. Hennesy (Nasution 1990), membagi pelapisan khalayak komunikasi politik, menjadi : publik umum (general public); publik yang penuh perhatian (the attentive public); elit opini dan kebijakan (the leadership public).

Publik umum terdiri dari hampir separuh penduduk, dalam kenyataannya jarang berkomunikasi dengan para pembuat kebijakan. publik attentive merupakan khalayak yang menaruh perhatian terhadap diskusi-diskusi antar elit politik dan seringkali termobilisasi untuk bertindak dalam kaitan suatu permasalahan politik. Sedang elit opini dan kebijakan merupakan kalangan yang paling aktif minatnya dalam masalah kepemerintahan dan seringkali sebagai pelaku politik. Dengan memahami pelapisan khalayak komunikasi politik ini, seorang manajer kampanye politik dapat menyusun strategi baik performance, alur narasi, dan bahasanya sesuai dengan segmennya.

Khalayak public umum, yang dalam system politik Indonesia sebagai masa mengambang (flooting mass) merupakan lahan garapan yang perlu dilakukan secara intensif dengan memahami status social, kultur dan tuntutan kebutuhan (isu-isu yang menyelimuti keseharian) dari grass roots society ini. Lapisan ini lebih banyak berfikir pragmatis, karena itu ia lebih mampu menangkap apa yang akan diperbuat oleh kandidat nanti untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya bagaimana ia dalam memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan untuk masyarakat

Publik yang attentive, disebut juga lapisan yang penuh perhatian, Khalayak yang berperhatian terhadap perkembangan politik, Mereka ini merupakan lapisan masyarakat yang mau tahu dan menaruh perhatian pada pekembangan politik. Publik attentive menempati posisi penting dalam proses opini. Pentingnya posisi tersebut menurut Nimmo (1978) antara lain didasarkan pada kenyataan bahwa lapisan publik inilah yang berperan sebagai saluran komunikasi antar pribadi dalam arus pesan timbal balik antara pemimpin politik dengan publik umum. Publik attentive merupakan khalayak utama (key audience) dalam komunikasi politik.


Komunike/Pesan Politik
David V.J Bell (Nimmo, 1989) meyakini terdapat tiga jenis komunike atau pesan atau pembicaraan yang mempunyai kepentingan politik . Yaitu: pembicaraan kekuasaan; pembicaraan pengaruh, dan pembicaraan outoritas.

1. Pembicara kekuasaan merupakan pembicaraan yang mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji. Bentuknya yang khas misalnya : “ kalau kita yang menang, sekolah akan gratis “ atau “… para koruptor akan dihukum gantung “

2. Pembicaraan pengaruh merupakan pembicaraan yang mempengaruhi orang lain dengan nasihat, dorongan, permintaan, dan peringatan. Bentuk khasnya seperti : “kita tangkapi illegalloging, agar tidak terjadi banjir ‘. Kunci pembicaraan pengaruh adalah bagaimana si pembicara berhasil memanipulasi persepsi atau pengharapan orang lain terhadap kemungkinan mendapat untung atau rugi.

3. Pembicaraan autoritas adalah pemberian perintah. Bentuknya yang khas adalah ” “Jaga Kebersihan” atau ”Dilarang Buang Sampah Sembarangan”. Yang dianggap sebagai penguasa yang sah adalah suara outoritas dan memiliki hak untuk dipatuhi.

Komunikator Politik
Seperti peristiwa komunikasi pada umumnya, komunkator dalam komunikasi politik dapat berwujud individu-individu/actor-aktor politik atau lembaga politik (parpol atau kelompok independen pengusung kandidat). Dengan begitu, jika seorang tokoh atau politikus, ataupun rakyat yang bertindak sebagai sumber dalam suatu kegiatan komunikasi politik, maka dalam beberapa hal ia dapat dilihat sebagai sumber atau komunikator politik.

Richard E. Petty dan John T. Cacioppo dalam bukunya Attitudes and Persuasion: Classic and Contemporary Approaches, dikatakan bahwa ada empat komponen yang harus ada pada komunikator politik, yaitu, communicator credibility, communicator attractiveness, communicator similarity dan communicator power (Petty, 1996).

1. Kredibilitas (communicator credibility)
Kredibilitas sumber mengacu pada sejauhmana sumber/komunikator dipandang sebagai sosok yang dapat dipercaya. Komunikator (baik kandidat maupun tim suksesnya) selaku actor politik yang kridibel, akan direpresentasikan oleh elector society menjadi sebuah pengharapan baru dalam memperbaiki hidupnya. Kredibilitas mencakup keahlian sumber (source expertise) dan kepercayaan sumber (source trustworthiness).

2. Daya tarik (communicator attractiveness)
Daya tarik seorang komunikator bisa terjadi karena penampilan fisik, gaya bicara, sifat pribadi, keakraban, kinerja, keterampilan komunikasi dan perilakunya. Daya tarik akan mempengaruhi imajinasi elector society, dan akan mempengaruhi keputusan politiknya dalam memilih kandidat. Karena itu seorang menejer kandidat harus bisa menampilkan sosok kandidat baik dalam gambar/foto dengan angel-angel yang bagus, maupun performance yang baik.

3. Kesamaan (communicator similarity)
Sumber disukai oleh khalayak bisa jadi karena sumber tersebut mempunyai kesamaan dalam hal kebutuhan, harapan dan perasaan. Dari kacamata khalayak maka sumber tersebut adalah sumber yang menyenangkan (source likability), yang maksudnya adalah perasaan positif yang dimiliki publik (audience) terhadap sumber informasi.
Sumber yang menyenangkan (sesuai kebutuhan, harapan, perasaan komunikan) akan mengkontribusi efektivitas komunikasi, bahkan lebih memberikan dampak pada perubahan perilaku.

4. Power (communicator power)
Sumber yang mempunyai power (pengaruh, kekuasaan, ketokohan, kharisma, dll ) akan lebih efektif dalam penyampaian pesan dan penerimaannya daripada sumber yang kurang atau tidak mempunyai power .

Empat prasyarat komunikator politik tersebut, hendaknya menjadi rujukan para manajer/ humas politik/tim sukses dalam menerjunkan para juru kampanyenya, kalau tidak efek komunikasi politik yang dijalankan menjadi kontra produktif. Misalnya mengangkat Juru Bicara Kandidat/Jurkam, yang reputasinya diketahui oleh public sangat tidak baik, maka ia akan menjadi representasi dari kandidat yang bersangkutan.
Beberapa orang , misalnya, mendapat kepuasan hanya dengan mendukung seorang kandidat /politikus sebagai cara mengatakan kepada orang lain bahwa mereka menentang kejahatan, kebobrokan moral, atau kemiskinan, atau korupsi, karena direpresentasikan bahwa kandidat tersebut adalah orang yang mampu memberantasnya.

Humas Politik.
Dalam masyarakat mulai melek politik, pertarungan politik untuk memperebutkan jabatan-jabatan politik, baik di eksekutif maupun di legeslatif, diperlukan suatu perngorganisasian yang baik. Diperlukan manajer kampanye politik yang profesionel. Dalam khasanah politik kita sering disebut sebagai Tim Sukses yang pada intinya adalah pengorganisasian dalam upaya memenangkan dalam pertarungan politik.

Profesi humas politik pertama kali diperkenalkan oleh CLEM WHITTAKER dan LEANE BAXTER sejak tahun 1933, dengan bironya yang bernama Champaigns Inc. yang menjadikan konsultan humas politik. Dalam Pemilukada, posisi humas politik secara kelembagaan jarang atau bahkan belum ada yang melakukan, semua tugas bantuan ditangani oleh Tim Sukses.

McNair (2003) meyakini bahwa humas politik berkenaan dengan 4 kegiatan pengelolan atau menejerial, yaitu meliputi :

1. Managemen media, meliputi aktivitas merancang dan memelihara suatu hubungan positif antara politikus (kandidat/parpol) dan media, mengetahui kebutuhan masing-masing dan memanfaatkan karakteristik keduanya untuk mencapai keuntungan maximal.

2. Managemen image. meliputi aktivitas membangun image politikus (kandidat) , dan membangun image organisasi (parpol) pengusungnya atau kelompok pengususngnya untuk jalur independen. Aktivitas ini meliputi pembuatan logo, slogan, foto (bagaimana foto dirancang sehingga dapat membangun image yang positif), perancangan iklan, bahasa yang digunakan dalam mengkomunikasikan ide-ide; kebijakan; mengkomentari masalah, dsb.

3. Komunikasi internal, meliputi aktivitas membangun/menyediakan saluran komunikasi internal (kader partai/pendukung loyalis), sebagai upaya menciptakan kebersamaan dan kesatuan; integritas; loyalitas; mengkoordinir aktivitas; mengelola feedback.

4. Managemen informasi, meliputi aktivitas menyampaikan (apakah harus segera, diperlambat bahkan bila perlu dimemanipulasi/hiden) suatu informasi dalam rangka membangun/menjaga image (politikus/kandidat/parpol), serta menyiapkan counter-counter issue (untuk serangan balik dali lawan politik). Informasi dalam konteks ini, merupakan suatu senjata politis yang kuat. Dengan selektivitas penyampaian/penyimpangan/ pembatasan merupakan suatu unsur penting dalam memanage pendapat umum (public opinion).

Komunikasi Politik dengan Pendekatan Marketing.
Seperti pemasaran pada umum, para komunikator politik harus juga melakukan komunikasi pemasaran kepada stakeholders (khalayak terkait)-nya. Pemasaran politik berguna untuk memantapkan kredibilitas, mengenalkan dan membangun citra, mengundang keterlibatan khalayak, menunjukkan tanggung jawab sosial, mempertahankan dan menambah kostituennya, dsb.

Komunikasi politik dilakukan dengan pendekatan marketing sudah menjadi kebutuhan dan tuntutan pasar yang dalam hal ini adalah masyarakat yang melek politik (walau masih kental dengan simbul-simbul primordialisme). Dalam komunikasi kita kenal pemasaran sosial (Social Marketing) , yaitu suatu strategi untuk mengubah perilaku. Strategi itu mengkombinasikan elemen yang mendasar dari pendekatan perubahan social yang tradisional dalam suatu perencanaan dan kerangka kerja yang terintegrasi serta menggunakan teknologi komunikasi yang maju dan keahlian marketing.

Pengertian produk dalam marketing adalah barang dan jasa. Namun dalam social marketing produk yang akan dijual adalah Social Product. Produk social dalam komunikasi politik dalam pemilukada seperti ajakan, gagasan/idea, visi dan misi, program kerja yang akan dilakukan, dan janji-janji dari kandidat.

Dalam dunia marketing produk barang dan jasa, kita kenal tentang segmen pasar ( seperti : desa-kota ; menengah-bawah ; menengah-atas ; kelompok petani, pegawai, anak-anak ; remaja, dewasa, dll )., demikian juga dalam marketing social segmen pasarnya adalah adopter atau target penerima (electoral society). Pengetahuan target penerima dalam marketing social, meliputi :

1) Demographis Character. Karakteristik demografinya seperti kelas social, pendapatan, pendidikan, agama, tradisi, etnis, dll.

2) Psychologic Profile. Profil psikologisnya adalah ciri-ciri yang ada dalam diri seseorang seperti sikap, nilai, norma, motif, kerpibadian, dll.

3) Behavioral Character. Karakter perilaku ditunjukan oleh cirri-ciri perilaku, seperti pola perilaku, kebiasaan, sikap, dll.

Mengindentifikasi target penerima untuk menyusun ‘konsep marketing’ kata KOTLER yaitu meningkatkan derajat kecocokan antara produk dan pasar ; antara pesan yang akan disampaikan dengan kebutuhan informasi dari target penerima, antara visi dan misi kandidat dengan kebutuhan riil elector society. Karena tingkat kecocokan produk (pesan/informasi) dengan pasar (target penerima/konstituen) akan mempengaruhi persepsi, sikap, dan motivasi target sasaran/elector society. Misalnya, kepada kelompok masyarakat petani, janji yang ditawarkan kandidat tentu berbeda dengan kelompok dunia usaha.

Pendekatan marketing social, menggunakan prinsip-prinsip marketing. Diawali dengan menetapkan idea, visi, misi, program dan janji-janji kandidat sebagai “produk sosialnya” yang akan ditawarkan kepada pasar (elector society), kemudian ditetapkan posisioningnya, didesain kemasannya, kemudian ditetapkan cara ‘memasarkannya” (cara menyampaikannya dengan media apa).
Artinya, dalam pendekatan marketing social, tidak semata-mata memperhatikan unsure ‘promosi’ (pengenalan produk social), tetapi juga unsure lain seperti : ‘harga’ (resiko dan konsekuensi dari produk social yang ditawarkan) ; ‘distribusi’ (cara penyebaran) ; dan ‘tempat’ (yaitu disesuaikan dengan lokasi atau khalayaknyanya).

Demikian beberapa konsep kajian untuk mendesain suatu komunikasi politik dalam upaya untuk memenangkan dalam perebutan jabatan politik. Semua kajian ini memiliki relevansi yang signifikan bila pemilukada berjalan dengan fair, jujur tanpa dikotori oleh politik uang. Sumbang pemikiran ini sebagai partisipasi untuk menambah referensi para politisi, tim sukses maupun para professional yang menjual jasa komunikasi politik diseputar pelaksanaan pemilukada. Semoga sukses !!**

Label:

Komunikasi Birokrasi

23.41 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)

KOMUNIKASI BIROKRASI
Diposting : Drs. Ach. Chambali. Hs, SH.

PENGANTAR.
Produktifitas dan kinerja suatu organisasi pemerintah salah satunya dipengaruhi oleh kualitas komunikasi yang dibangun dalam kehidupan organisasi tersebut, karena organisasi yang didalamnya terdiri atas sejumlah orang; melibatkan keadaan saling bergantung; kebergantungan memerlukan koordinasi; koordinasi mensyaratkan komunikasi.

Kajian Ilmu Komunikasi pada perkembangan terakhir melintasi berbagai disiplin ilmu. kita sudah mengenal istilah Komunikasi politik, komunikasi organisasi, komunikasi pembangunan, sosiologi komunikasi, psikologi komunikasi, Filsafat Komunikasi, Etika Komunikasi dan lain-lain. Dan para pengkaji ilmu komunikasi yang memiliki minat dalam ilmu pemerintahan juga tidak ketinggalan, mereka mulai memasuki wilayah ilmu pemerintahan. Dan kemudian muncul istilah Komunikasi Pemerintahan atau Komunikasi Birokrasi.

Belum begitu banyak referensi yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan yang membahas masalah komunikasi pemerintahan atau komunikasi birokrasi. Akan tetapi rujukan pembahasan komunikasi pemerintahan/ birokrasi ini erat kaitannya dengan pengetahuan tentang birokrasi, kepemimpinan birokrasi, komunikasi organisasi dan komunikasi politik.

Menurut Everet M.Rogers, organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas yang jelas, ini lebih pas dalam menggambarkan organisasi pemerintah yang akan kita dibahas dalam membangun efektifitas komunikasi dalam organisasi / satuan kerja pemerintah untuk meningkatkan sinergitas personal yang ada di dalamnya.

Schein, Kohler dan Wright (Arni.M, 2005) masing-masing mendefinisikan organisasi secara berbeda tetapi mencakup 3 hal yang sama, yaitu bahwa organisasi merupakan suatu system, mengkoordinasikan aktivitas dan untuk mencapai tujuan bersama yang menjadi tujuan organisasi.

Organisasi sebagai suatu system karena organisasi terdiri dari beberapa bagian/unit yang merupakan sub-sub system dalam organisasi, yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam mewujudkan tujuan organisasi.

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, Nota Dinas, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi,dll. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.

Mengurai soal organisasi birokrasi, tidak bisa lepas dari konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, dalam karyanya ”The Theory of Economy and Social Organization”, yang dikenal melalui ‘ideal type’ birokrasi modern. Model ini yang sering diadopsi dalam berbagai rujukan birokrasi berbagai negara, termasuk di Indonesia, walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan.

Weber membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda.

Pertama, Kewenangan tradisional (traditional authority) atau kurang lebih di kita itu semacam, Tokoh Adat; yaitu yang mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi yang diwariskan antar generasi.

Kedua, Kewenangan kharismatik (charismatic authority), atau Tokoh Masyarakat/Agama, mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas pribadi dan yang tinggi dan bersifat supranatural, yangn keduanya merupakan pimpinan informal (informal leader).

Ketiga, kewenangan legal-rasional (legal-rational authority) mempunyai legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan. Yang terakhir ini biasa disebut Pimpinan Formal, yang dianggap oleh Weber, pimpinan yang paling efektif.

Ciri-ciri pokok organisasi birokrasi modern, menurut Weber yang sesuai dengan masyarakat modern, adalah :
  1. sistem kewenangan yang hierakis (A hierarchical system of authority)
  2. pembagian kerja yang sistematis (A systematic division of labour)
  3. spesifikasi tugas yang jelas (A clear specification of duties for anyoneworking in it)
  4. kode etik disiplin dan prosedur yang jelas serta sistematis (Clear ang systematic diciplinary codes and procedures)
  5. kontrol operasi melalui sistem aturan yang berlaku secara konsisten (The control of operation through a consistent system of abstrac rules)
  6. aplikasi kaidah-kaidah umum kehal-hal pesifik dengan konsisten (A consistent applications of general rules to specific cases)
  7. seleksi pegawai yang didasarkan pada kualifikasi standar yang objektif (The selection of emfloyees on the basic of objectively determined qualivication)
  8. sistem promosi berdasarkan senioritas atau jasa, atau keduanya (A system of promotion on the basis of seniority or merit, or both)

Paradigma Weber atas birokrasi adalah organisasi yang rasional dengan mengedepankan mekanisme social dan memaksimalkan efisiensi. Birokrasi sebagai institusi formal yang memerankan pengaturan, pelayanan dan pengembangan. Kehadiran birokrasi adalah kebutuhan rasional dalam mewujudkan tujuan pemerintah.

Sistem kewenangan yang hierakis (A hierarchical system of authority) sebagai salah satu konsep tipe idealnya Weber, dalam implementasi bias menjadi birokrasi yang lebih condong pada ‘berkuasa’ dari pada ‘bekerja’, ini sangat ditunjukan dalam birokrasi kita yang lebih pada pendekatan ‘struktur’ dari pada ‘fungsi’.

Dalam birokrasi yang sanghat weberian ini, jabatan structural (kekuasaan) menjadi primadona, dibandingkan jabatan fungsional, padahal titik pokok pekerjaan birokrasi, yaitu pelayanan, berarti ada pada tugas fungsional, yaitu melayani public.

Paradigma kekuasaan yang lebih melekat pada birokrasi telah memberi pola arus komunikasi yang ada di dalamnya. Iklim komunikasi yang ada lebih kuat pada arus dari atas kebawah (perintah). Paradigma ini terjadi hampir disemua tempat dan waktu di belahan bumi ini, hal ini dibuktikan munculnya adagium dari Lord Acton : power trend to corrupt, absolutely power tren to curropt absolutely.


KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM ORGANISASI.
Anggota atau orang-orang dalam organisasi tidak akan lepas dari komunikasi diantara mereka, baik komunikasi tersebut secara formal yang dilakukan oleh organisasi maupun secara informal yang dilakukan diantara mereka sendiri. Bagiamana cara mereka berkomunikasi, pada dasarnya manusia mengandalkan komunikasi lisan, tertulis, dan verbal. Permasalahan di masyarakat dalam berkomunikasi, adalah : verbal content (materi) 15% ; vocal interest (intonasi) 35% ; body language 50%.

Komunikasi Lisan.
Sarana utama untukm menyampaikan pesan adalah komunikasi lisan, seperti percakapan, paparan, pidato, diskusi, ghosip, dll.

Keuntungan dari komunikasi lisan adalah kecepatan dan umpan baliknya bisa langsung (terjadi dialog). Pesan verbal yang disampaikan mendapat tanggapan dalam waktu yang singkat. Jika penerima pesan kurang mengerti atau kurang yakin dengan pesan yang diterimanya, umpan balik yang cepat diberikan akan dapat mendeteksi dini kesalah-pahaman, sehingga dapat dilakukan koreksi secara dini.

Kelemahan besar dari komunikasi lisan/verbal yang muncul dalam organisasi adalah ketika pesan tersebut melewati beberapa orang secara berantai, semakin banyak orang yang dilewati informasi itu, semakin besar kemungkinan terjadi :
Distorsi, yaitu kekurang tepatan atau perbedaan arti diantara pesan yang dikirim dengan interpretasi penerimanya). Ini terjadi karena penerima pesan menginterpretasikan pesan sesuai dengan kerangka berpikir dan kerangka pengalamannya sendiri

Misal, kalau orang tidak mengenal gajah, saat kita bilang gajah bisa saja yang ada dalam benaknya adalah bisa hewan, bisa tumbuh-tumbuhan, dll.

Evasi komunikasi (Evasion of communication), yaitu gejala mendiskriditkan atau menyesatkan pesan oleh penerima pesan/komunikan karena tidak suka terhadap komunikator maupun pesan yang disampaikan.

Misal, kalau ada teman sekerja bilang yang disipilin, ia meresponnya dengan kata-kata, ‘ lu mau cari muka ya’ karena sipenerima pesan tidak suka dengan pembawa pesan maupun pesannya sendiri (karena ia suka bolos).

Komunikasi Tertulis.

Komunikasi tertulis dalam organisasi mencakup memo, surat-email, SMS, laporan, faximili, pengumuman temple, kotak saran, bulletin, atau lain-lain dikomunikasikan melalui lambang-lambang tertulis.

Keunggulan komunikasi tertulis, terdokumentasikan, berwujud dan dapat dibuktikan. Fitur ini sangat penting bagi khidupan organisasi yang kompleks dan panjang, yang personelnya sering bergantian peran.

Manfaat lain dari komunikasi tertulis muncul dari prosesnya, yaitu biasanya lebih cermat dan terstruktur dari pada kata-kata yang diucapkan.

Kelemahan komunikasi tertulis ini adalah, pesan tertulis memakan waktu. (laporan yang disusun berjam-jam, mungkin bisa disampaikan secara lisan hanya beberapa jam). Disamping itu, umpan balik tidak didapat disaat itu juga, atau kadang memang komunikasi tertulis tidak membangun umpan balik (misalnya terima memo, kadang direka-reka sendiri apa maksudnya).

Komunikasi Non Verbal.

Komunikasi non verbal (gesture/body language) baik secara berdiri sendiri (tanpa dibarengi komunikasi lisan), juga sebagai penegas suasana kebatinan yang berkomunikasi ( berkata dengan senyum atau dengan merengut, tentu kata yang diucapkan berbeda makna).

Kalau Anda mentranskrip untuk notulen suatu rapat, sedangkan Anda sendiri tidak hadir dalam rapat itu, maka Anda akan sulit memberikan stressing kata-kata dari pembicaranya, karena Anda tidak melihat suasana batin pembicara yang tercermin dari bahasa tubuhnya.

Dua pesan penting yang disampaikan dalam bahasa tubuh adalah :

a. Sejauhmana individu menyukai orang lain dan berminat terhadap pandangan pemikirannya.

Misal, kita lebih mungkin untuk memposisikan diri lebih dekat dengan orang yang kita sukai dan relative memiliki pandangan dan pemikiran yang relative sama dengan kita.

b. Status yang relative diterima antara pengirim dan penerima.
Misal, kalau Anda merasa memiliki status lebih tinggi dengan orang lain, maka Anda lebih mungkin duduk dengan menyilangkan kaki anda, atau duduk bersandar secara santai, dll.


ARAH KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Karena organisasi adalah kumpulan orang, maka dinamika organisasi akan ditandai dengan interaksi orang-orang yang ada di dalam organisasi, interaksi dan komunikasi tersebut mengalir terus ke dan dari beberapa arah. Secara hirarkhis, menurut R.L. Simpson (Stephen P.R, 2006) dan Redding & Sanborn (Arni.M.,2005) komunikasi dalam organisasi mengalir dalam dua arah, yaitu vertical dan horizontal. Ronald Adler dan George Rodman menguraikan fungsi dari kedua arah atau arus komunikasi dalam organisasi tersebut :

Komunikasi Vertical.

Dalam dimensi vertical dapat dibagi dalam dua arah, yaitu :

a. Dari Atasan Ke Bawahan (Downward Communication)
Yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Komunikasi yang mengalir dari satu tingkat ke tingkat dibawahnya merupakan komunikasi vertical kebawah, yaitu komunikasi antara atasan dengan bawahannya.

Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah :

  1. Pemberian instruksi kerja (job instruction);
  2. Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
  3. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
  4. Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
Komunikasi tersebut tidak selalu dilakukan secara verbal (kontak lisan) tetapi juga dilakukan secara non verbal, seperti surat, memo, laporan, disposisi, e-mail, SMS, dll.

b. Dari Bawahan Ke Atasan (Upward Communication)
Yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Komunikasi yang mengalir dari staf di tingkat bawah ke tingkat lebih atas, dari staf pelaksana keatasannya, dari menajer/pejabat tingkat bawah ke manajer/ pejabat tingkat lebih atas.

Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:

  1. Penyampaian informai tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
  2. Pnyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan ;
  3. Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan ;
  4. Untuk menambah referensi dalam pengambilan keputusan ;
  5. Memperkuat apresiasi dan loyalitas pegawai/karyawan terhadap organisasi;
  6. Untuk mengetahui apakah bawahan telah mengerti mengenai apa yang dimaksudkan oleh pimpinan.
  7. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
Komunikasi yang mengalir keatas sangat diperlukan disamping untuk mengetahui tingkat keberhasilan, juga untuk mengetahui hambatan dan kegagalan sehingga para manajer/pejabat diatasnya mengetahui suasana kebatinan para pegawai/ karyawannya, juga kondisi organisasi, sehingga secara cepat dapat dilakukan perbaikan.

Komunikasi ke atas, selain dilakukan secara verbal seperti rapat-rapat, diskusi yang melibatkan bawahan untuk mendengarkan kondisi teknis pelaksanaan, juga dilakukan secara non verbal, seperti laporan tertulis, survey sikap karyawan, angket untuk karyawan, dll yang dapat digunakan sebagai bahan pengambilan kebijakan untuk masa selanjutnya.

Komunikasi Horizontal

Ketika komunikasi terjadi antara anggota aorganisasi/pegawai dalam satuan kerja, antara manajer/pejabat pada level yang sama, diantara setiap personel yang secara horizontal ekuivalen, maka pola ini dinamakan komunikasi horizontal.

Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:

  1. Memperbaiki koordinasi tugas
  2. Upaya pemecahan masalah
  3. Saling berbagi informasi
  4. Upaya pemecahan konflik
  5. Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
Komunikasi horizontal yang formal diperlukan sebagai jalan pintas panjangnya jalur hirarkhis. Dari aspek manajemen, komunikasi horizontal bisa bermuara baik juga bermuara buruk. Bermuara baik kalau para personal organisasi memiliki interpretasi dan motivasi yang benar dan baik atas informasi yang ada, kalau tidak akhirnya bermuara buruk terhadap aspek manajerial.


GAYA KEPEMIMPINAN DAN IKLIM KOMUNIKASINYA
Perilaku dasar kepemimpinan dalam organisasi akan mempengaruhi kualitas arah atau arus komunikasi atau iklim komunikasi dalam organisasi. Dalam model pendekatan teori situasional menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard, ada 4 tipe perilaku dasar kepemimpinannya yang berpengaruh pada pola komunikasi dalam organisasi, yaitu :

a. Tipe Direktif (Telling), lebih menitikberatkan pada komunikasi satu arah, pemimpin membatasi peranan bawahan dalam pengambilan keputusan, bawahan lebih pada posisi menerima perintah dan arahan tugas.

b. Tipe Konsultatif (Selling), terjadi komunikasi dua arah antara pimpinan dan bawahan. Bahawan diberi ruang untuk menyampaikan pendapatnya, walau keputusan tetap pada pimpinan.

c. Tipe Partisipatif (Participative), komunikasi dua arah makin meningkat, peranan bahawan dan pimpinan dalam pengambilan keputusan seimbang, karena pimpinan tahu bahwa bawahan yang tahu banyak teknis operasionalnya nanti.

d. Tipe Delegatif, Pimpimnan mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan, selanjutnya mendelegasikan keputusan kepada bawahannya. Bawahan dipercaya untuk mengambil langkah-langkah bagaimana keputusn itu dilaksanakan.


FUNGSI KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI.

Fungsi komunikasi dalam organisasi menurut Sendjaja (1994) adalah sebagai berikut:

1. Fungsi informatif.
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik (aktual dan akurat) dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti.

Orang-orang dalam tataran manajemen (pada level apapun) sangat membutuhkan informasi yang lengkap dan akurat untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.

Sedangkan kalangan staf pelaksana (bawahan) membutuhkan informasi yang lengkap agar dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya berjalan sesuai dengan ketentuan yang mengaturnya, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya, akan memberikan kenyamanan dalam bekerja.

2. Fungsi Regulatif.
Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:

  • Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya
  • Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi persuasif.
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya dari pada memberi perintah.

Sebab pekerjaan yang dilakukan dengan motivasi kebersamaan dalam organisasi serta dengan senang hati, tanpa tekanan dan paksaan dari pegawai/karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya (lebih pada pendekatan kekuasaan)

4. Fungsi integratif.
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan pegawai/karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.

Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu:
  • Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (seperti : buletin, newsletter) ; Rapat Dinas, laporan kemajuan (progress report) organisasi, dll
  • Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, berolahraga bersama, outbond, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan motivasi untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri pegawai karyawan terhadap organisasi (memperkuat korp dan soliditas pegawai).

GAYA KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI.

Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam organisasi ketika mereka berkomunikasi dan berbagi informasi.

Gaya komunikasi didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).

Gaya Komunikasi tersebut meliputi :

1. The Controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.

Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. controlling style lebih pada kekuasaan memerintah, dan harus dilaksanakan tanpa mau menerima masukan dari yang diperintah.

Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.

Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.

2. The Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan (equality). The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).

Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.

Gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks.
Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi, karena ia memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja.

3. The Structuring style
Gaya ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.

4. The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor.

Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pegawai/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.

5. The Relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.

Aspek kekuasaan tidak ditampakan dalam gaya ini, tetapi lebih pada aspek partisipatif. Keterlibatan anggota organisasi lebih diberdayakan untuk memberi kontribusi dalam kebijakan-kebijakan teknis organisasi (pada level kebijakan politis mungkin masih menjadi kewenangan pimpinan)

Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.

6. The Withdrawal style
Kalau gaya Withdrawal (penarikan) ini digunakan akan melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.

Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.

Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat.

Gaya komunikasi yang dibangun hendaknya mampu mendorong pegawai/karyawan memiliki motivasi yang tinggi dan selalu berfikir positif mengenai organisasi. Setiap pegawai atau staf pada bagian manapun seharusnya :
  • Relationship Oriented →Networking → sinergi
  • Service Focused → berpikir pada pelayanan
  • Customer Commited → mempunyai komitmen pada pelanggan/publik
  • Facilitative → mampu memanfaatkan media saluran/pendukung
  • Forward Thinking → berpikir kedepan
  • Value Added → ada nilai tambah → selalu berusaha mengupdate kemampuan komunikasi
  • Team Driven [serba tim] and leaders [mampu tampil sebagai pemimpin]

IKLIM KOMUNIKASI DAN ORGANISASI
Iklim komunikasi dan iklim organisasi merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bagi para manajer/pejabat organisasi pemerintah pada level apapun, karena akan mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan/ pegawainya.
Untuk bisa menciptakan iklim komunikasi dan organisasi yang baik perlu pemahaman keduanya serta keadaan pegawai/keryawannya.

Iklim Organisasi.
Iklim organisasi adalah kualitas lingkungan internal organisasi (lingkungan kerja) yang dialami oleh pegawai / karyawan dan berpengaruh pada perilaku pegawai/karyawannya.

Dari hasil penelitian Campbell, 1970 (Arni.M, 2005) menyimpulkan bahwa lebih positif iklim organisasi lebih produktif organisasi. Iklim yang positif ini tidak saja menguntungkan organisasi tetapi juga penting bagi peningkatan ethos kerja karyawan.

Litwin dan Stringer (Arni. M, 2005) memberikan dimensi iklim organisasi yang berpengaruh pada perilaku anggota organisasi sebagai berikut :
a. Rasa tanggung jawab ;
b. Standar atau harapan tentang kualitas pekerjaan;
c. Punishment (hukuman) dan Reward (imbalan/ganjaran)
d. Rasa persaudaraan ( keakraban / hubungan emosionalnya)
e. Semangat Tim (Teamwork) dan semangat korp.

Iklim Komunikasi.
Iklim organisasi dan iklim komuniklasi hubungan yang sirkuler atau saling bersambungan. Iklim organisasi dipengaruhi oleh cara anggota organisasi bertingkah laku dan bekomunikasi.

Iklim komunikasi yang penuh persaudaraan, saling menghormati dan menghargai, mendorong perilaku anggota organisasi untuk berkomunikasi secara terbuka, rileks, santun. Demikian juga iklim organisasi yang ‘negatif’ akan menghambat keberanian anggotanya untuk berkomunikasi.

Pokok persoalan utama dalam iklim komunikasi adalah hal-hal sebagai berikut :
a. Persepsi mengenai sumber komunikasi dan hubungannya dalam organisasi.
  • Apakah anggota organisasi merasa puas dengan atasan, teman kerja, dan bawahan, sebagai sumber informasi ?
  • Seberapa penting sumber informasi itu ?
  • Apakah sumber-sumber informasi tersebut dapat dipercaya ?
  • Apakah sumber-sumber informasi itu terbuka terhadap komunikasi ?
b. Persepsi mengenai tersedianya informasi bagi anggota organisasi.
  • Apakah jumlah informasi yang diterima cocok atau tepat dengan topic-topik yang penting dari sumber informasi ?
  • Apakah informasi itu berguna ?
  • Apakah umpan balik informasi dikirim kepada sumber informasi yang tepat ?
c. Persepsi mengenai organisasi itu sendiri.
  • Berapa banyak anggota yang terlibat dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi mereka ?
  • Apakah tujuan dan obyektif dipahami
  • Apakah orang diberi sokongan/bantuan dan dihargai ?
  • Apakah system terbuka terhadap input dari anggotanya.

Kepuasan Komunikasi Dalam Organisasi.
Yang dimaksud dengan kepuasan komunikasi organisasi menurut Redding adalah semua tingkat kepuasan seseorang pegawai/karyawan mempersepsikan lingkungan komunikasi scara keseluruhan. Kepuasan anggota organisasi terhadap informasi yang tersedia.

Kepuasan dengan komunikasi muncul dari kombinasi factor-faktor sebagai berikut:
  • Kepuasan dengan pekerjaan. Ini mencakup dengan hal-hal mengenai gaji, kepangkatan, hak dan kewajiban sebagai pegawai
  • Kepuasan dengan ketepatan informasi. Ini berkaitan dengan keakuratan informasi mengenai kehidupan organisasi yang diterima.
  • Kepuasan dengan efisiensi dan kualitas medianya. Ini berkaitan dengan cukup tersedianya saluran dan media untuk memperoleh informasi.
  • Kepuasan dengan cara komunikasi teman sekerja. Ini berkaitan dengan iklim organisasi yang memungkinkan komunikasi antar pegawai berjalan dengan baik dan santun.
  • Kepuasan dengan keterlibatan dalam komunikasi organisasi sebagai suatu kesatuan. Ini berkaitan aspek-aspek organisasi seperti dipercaya, ada sokongan/dorongan, tujuan kinerja yang tinggi.

HAMBATAN KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM ORGANISASI.

Seringkali dijumpai dalam suatu organisasi terjadi kesalahpahaman antara pimpinan dengan bawahan dan atau antara pegawai dengan pegawai lainnya mengenai pesan/informasi yang disampaikan.

Ada sejumlah hambatan yang mengganggu dalam berkomunikasi dalam organisasi, selain hambatan yang sudah disebut diatas seperti distorsi dan evasi, ada juga hambatan yang berkaitan dengan adanya penyaringan, persepsi selektif, informasi berlebih, emosi, bahasa, dan kegelisahan komunikasi.

Hambatan Karena Penyaringan.
Dimensi penyaringan ini bermakna bahwa informasi yang disampaikan tidak seutuhnya, tetapi disaring yang hanya menguntungkan/ mengamankan posisi yang menyampaikan. Kalau informasi itu dari bawahan, maka ia cenderung mau ‘cari aman atau cari muka’ dengan melaporkan yang baik-baik saja.

Kalau informasi itu dari atasan, informasi itu ‘ada yang disembunyikan’ agar bawahan tidak mengetahui sehingga tidak tahun apa yang terjadi.

Menyaring memang bisa bernilai positif, tetapi lebih banyak nilai negatifnya bagi suatu kerja tim, karena tim (anggota organisasi) perlu tahun apa yang terjadi.
Hambatan Karena Persepsi Selektif.

Persepsi selektif adalah orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka lihat atas dasar kepentingan, latar belakang, pengalaman dan sikap mereka, dan kepentingan pribadi sangat mempengaruhi masalah-masalah mana saja yang layak dilihat. Tidak melihat realitas, melainkan menafsirkan apa yang dilihat dan menyebutnya sebagai realitas.

Misalnya, Kalau ia punya persepsi bahwa pegawai wanita itu kerjanya tidak bisa maksimal, karena repot dengan urusan rumah, maka ia tidak akan melibatkan ia dalam tim, karena pasti nanti merepotkan.

Hambatan Karena Informasi Berlebih.
Setiap orang memiliki kapasitas yang terbatas untuk mengolah data. Seseorang apakah bawahan atau atasan (menejer) yang mendapat banyak informasi yang harus ia pelajari dan ia pilah-pilah, kelebihan benan ini akan berakibat mengabaikan beban itu (informasi itu) sehingga ia akan melupakannya/meninggalkannya, padahal seharusnya ia selalu meng-update, untuk kepentingan pekerjaannya.

Hambatan Karena Emosi.
Suasana emosi penerima pesan saat berlangsungnya komunikasi akan mempengaruhi persepsi dan interpretarsinya terhadap pesan maupun pemebri pesan/informasi.

Seorang bawahan yang melapor keatasannya saat atasannya lagi ruwet, bisa dipastikan respon negative yang akan didapat, padahal belum tentu laporannya itu sesuatu yang buruk.

Demikian juga perintah atasan kepada bawahan yang lagi banyak masalah yang dipikirkan, maka responnya akan negative, dianggap atasan tidak mau tahu keadaan bawahannya.

Hambatan Karena Bahasa.
Bahasa bisa dalam kata-kata atau gerakan tubuh (gesture), dapat menjadi penghambat kalau ditempatkan pada waktu dan tempat yang kurang tepat.

Kata-kata bisa memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda pula, baik berbeda karena usia, pendidikan dan latar belakang budaya. Tiga variable ini sangat mempengaruhi arti dari uangkapan kata.

Demikian juga gerakan tubuh, menuding dengan telunjuk dari yang usia muda ke orang yang usia lebih tua, kebanyak kultur kita adalah kurang santun.

Hambatan Karena Kegelisahan Komunikasi.
Menurut K. Davis dan B.H. Spitzberg (Stephen P. Robbin, 2006) diperkirakan 5% sampai 20 % dari populasi mengalami kecemasan atau kegelisahan komunikasi, yaitu mengalami ketegangan dan kecemasan yang tidak pasa tempatnya dalam komunikasi lisan, tulisan atau keduanya.

Sering dijumpai ada orang yang mengalami kecemasan bila berbicara secara formal dengan orang lain, padahal ia tidak gagab saat ngomong santai. Atau ada juga yang susah sekali untuk menyusun kata-kata dalam surat atau laporan, kalau toh bisa kadang bahasanya seperti bahasa lisan, bukan bahasa surat. ***

DAFTAR KEPUATAKAAN
Astrid, S. Susanto, Dr. phil. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek – 1, Penerbit Binacipta, Bandung, 1974.
Adam Ibrahim, Drs. MPA, dkk. Kepemimpinan Dalam Organisasi, Penerbit LAN-RI, Jakarta, 2001.
Effendy, Onong Uchyana, Drs, MA, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Penerbit Remaja Karya CV, Bandung, 1985.
Effendy, Onong Uchyana, Drs, MA, Dimensi-Dimensi Komunikasi. Penerbit Alumni Bandung, 1986.
Muhammad, Arni, Dr. Komunikasi Organisasi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2005.
Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi, PT. Indeks, Kelompok Gramedia, Jakarta, 2006.


Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH

***********


Label:

Komunikasi, Hambatan, distrosi.

23.29 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)

HAMBATAN, DISTORSI DAN EVASI KOMUNIKASI


HAMBATAN KOMUNIKASI

Untuk melakukan komunikasi yang benar-benar efektif, para ahli komunikasi berpendapat tidak mungkin, karena saat komunikasi berlangsung sering tanpa disadari timbul hambatan.

Berikut ini ada beberapa hambatan komunikasi yang patut diperhatikan oleh komunikator :


Hambatan Karena Gangguan ( Noises)

Ada 2 macam Gangguan menurut sifatnya :
Gangguan Mekanik/phonetik (mechanical / phonetic noise), yaitu gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik, seperti bunyi-bunyian yang berisik yang menggangu suara komunikator menjadi tidak jelas.

Gangguan Semantik ( Semantic Noise), yaitu gangguan yang terjadi berkaitan dengan bahasa/lambang-lambang yang memiliki makna ganda (kata-kata bersayap). Gangguan semantic dipengaruhi oleh pengertian yang konotatif (connotative meaning), yaitu pengertian yang bersifat emosional dan evaluative yang disebabkan latar belakang dan pengalaman seseorang (kalai denotative adalah pengertian sebagaimana yang ada dikamus/dipahami secara umum).

Hambatan Karena Kepentingan (Interest).

Faktor kepentingan juga akan menghambat komunikasi yang efektif, karena factor kepentingan komunikan yang membuat komunikan akan selektif dalam menerima dan menanggapi pesan. Orang akan terangsang oleh pesan yang menjadi kebutuhannya.

Hambatan Karena Motivasi (Motivation)
Faktor motivasi komunikan juga akan mempengaruhi tingkat kepedulian, perhatian dan rangsangan terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator.

Hambatan karena Prasangka (Prejudice)

Prasangka merupakan hambatan berat bagi proses komunikasi, kalau belum apa-apa komunikan sudah curiga baik terhadap komunikator maupun pesan yang akan disampaikan maka komunikasi tidak berjalan dengan efektif. Hal ini bisa saja karena ethos komunikator dimata komunikan sudah merosot. Dalam prsangka, emosi/perasaan memaksa menarik kesimpulan atas dasar syak wasangka tanpa didasari rasionalitas maupun fakta.

Gangguan yang bersifat mekanik dan semantic adalah hambatan yang sifatnya obyektif, yaitu hambatan yang timbulnya bukan disengaja oleh pihak lain, tetapi keadaan yang tidak menguntungkan jalannya proses komunikasi.

Sedangkan hambatan yang berkaitan dengan kepentingan, motivasi, prasangka (termasuk didalamnya tamak, iri, dengki apatisme) merupakan hambatan yang bersifat subyektif, yaitu ditimbulkan oleh salah satu pihak/komunikan.

Hambatan-hambatan lain bisa juga datang karena :
• Bahasa/Language
• Membela diri/Defensiveness
• Misreading of Body Language
• Emosi/Emotions
• Persepsi/Perception
• Perhatian/Attention
• Perbedaan Budaya/Cultural Differences
• Terlalu banyak informasi/Information Overload

Ada beberapa cara untuk mengatasi hambatan dalam komunikasi (Overcoming Communication Barriers), yaitu melalui umpan balik/feedback-nya ; Informasi yang teratur/Regulate Information; Aktif mendengarkan/Listen Actively ; Bahasa yang sederhana/Simplify Language ; Emosi/Emotions


EVASI KOMUNIKASI.

Respon/tanggapan negative komunikan terhadap komunikator maupun pesan yang disampaikan bisa berupa ‘penentangan’ berupa sikap acuh tak acuh, mencemoh bahkan mendiskriditkan pesan.

Gejala mendiskriditkan atau menyesatkan pesan oleh komunikan karena tidak suka terhadap komunikator maupun pesan yang disampaikan dinamakan “Evasion of communication “

E. Cooper dan M. Johada, mengemukakan ada beberapa jenis evasi komunikasi :
Menyesatkan Pengertian,(understanding derailed), yaitu suatu pesan di-interpretasikan sesuai dengan kondisi emosi/perasaannya. Misal, temannya mengajak agar meningkatkan kedisiplinan. Oleh yang menerima pesan di-interpretarsikan temannya itu mau ‘cari muka’.

Mencacatkan Pesan (message made invalid), yaitu pesan yang diterima di-interpretasikan dan dikembangkan tidak sebagaimana mestinya. Misal, si-A, baru ditegur oleh atasannya, si-B yang tidak suka dengan si-A, cerita kepada si-C, bahwa si-A, dimarahi atasannya, si-C yang tidak suka dengan s-A, cerita kepada si-D, kalau si-A, di skors oleh pimpinannya.

Merubah Kerangka Referensi (changing frame of reference), Seseorang dalam menerima pesan, sering dimaknai sesuai dengan kerangka referensinya sendiri, baik kerangka piker maupun kerangka pengalamannya sendiri. Misal, Seseorang yang telah mengenal dan mempunyai pengalaman tentang Wisata Bali, akan berbeda responnya bagi yang belum tahu tentang Wisata Bali, saat disampaikan pesan-pesan tentang Wisata bali.

Distrosi
Kekurang tepatan atau perbedaan arti diantara pesan yang dikirim dengan interpretasi penerimanya dinamakan ‘distorsi’. Efektifitas komunikasi tidak saja pada aspek cara berkomunikasinya, tetapi juga aspek isi pesan yang disampaikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi distrosi pada pola komunikasi personal, maka faktornya juga personal, tetapi kalau komunikasi dalam kelompok/organisasi, disamping factor personal juga dipengaruhi factor kelompok/organisasi


Distrosi yang dipengaruhi oleh factor personal, yang memegang peranan peting adalah masalah persepsi. Lewis (1987) mengatakan bahwa persepsi adalah proses pengamatan, pemilihan, pengorganisasian stimulus yang sedang diamati dan membuat interpretasi (penafsiran) mengenai pengamatannya itu.

Hal-hal yang berkenaan dengan persepsi personal yang mempengaruhi distorsi dalam proses komunikasi, tersebut adalah :

1. Orang mengamati sesuatu itu selektif.
Keterbatasan kemampuan pancaindera kita dalam merespon lingkungan yang sangat terbatas sehingga akan melakukan persepsi pilihan. Pilihan tersebut maksudnya akan memusatkan perhatian pada stimulus/rangsangan keinderaan kita, dengan mengabaikan stimulus lainnya.

Misalnya ada dorongan stimulus dari diri kita untuk melihat tv, sedang bersamaan dengan itu ada stimulus/rangsangan untuk indera kita dari luar diri kita, yaitu orang berbicara dengan kita, tentu saja keduanya sulit menjadi perhatian pada derajat yang sama oleh indera kita, sehingga akan terjadi pengabaian dari salah satunya, sehingga pesan yang sampai menjadi distorsi dalam komunikasi tersebut.

2. Orang melihat sesuatu konsisten dengan apa yang mereka percayai.
Persepsi kita mengenai sesuatu, dipengaruhi oleh keyakinan yang selama ini kita percayai tentang orang, benda atau kejadian itu. Misalnya, menurut saya orang itu dapat dipercaya, tetapi ternyata teman kerja dia mengatakan orang tersebut tidak dapat dipercaya. Atau misalnya hiasan itu bagus untuk pajangan dirumah, tetapi teman saja mengatakan tidak bagus. Kondisi ini akan mempengaruhi interpretasi pesan.

3. Bahasa itu sendiri yang kurang tepat.
Dalam komunikasi, bahasa digunakan untuk menyatakan persepsi. Menggunakan bahas yang tidak berlaku umum, akan menimbulkan distorsi. Misalnya kita bilang ‘atos’ untuk orang jawa itu berarti keras, namun bagi orang Sunda itu bersrti sudah. Sesungguhnya bahas yang tepat dapat menunjukkan orang, benda atau kejadian sebagaimana keadaan yang sesungguhnya. Mengingat banyaknya bahasa, maka digunakan pada ruang dan waktu yang tepat.

4. Arti suatu pesan terjadi pada level isi dan relasi.
Suatu pesan diinterpretasikan pada level isi dan relasi (hubungan). Pada lever/tataran isi menunjuk pad ide-gagasan, hal-hal, orang, benda atau kejadian yang dibicarakan (verbal) atau disampaikan (non verbal). Sedang pada level/tataran relasi, menunjuk pada bagaimana isi pesan dalam proses komunikasi. Misalnya seseorang menyampaikan sesuatu prestasi seseorang (level isi) dengan cara senyuman yang sinis (level relasi) akan bermakna berbeda kalau disampaikan dengan penuh senyuman kebanggan. Demikian juga (level relasi) pihak penerima pesan.

5. Tidak adanya kosistensi bahasa verbal dan non verbal.
Pace (1989), mengungkapkann bahwa percakapan diantara dua orang diperkirakan bahwa arti dari pesan dari bahasa verbal diserap 35 % dan dari bahsaa non verbal diserap 65 %. Dengan demikian bahwa sumber arti dan perasaan dari pesan yang disampaikan adalah berasal dari pesan non verbal.
Ini artinya konsistensi yan g diucapkan dengan yang diperbuat, harus dijaga agar tidak terjadi distriorsi. Sering kita dapati yang diungkapkan dengan lisan berarti ia atau setuju, tetapi bahas tubuhnyanya (non verbal) menunjukkan ketidak setujuannya.

6. Pesan yang meragukan
Keraguan pesan dalam kontek berkomunikasi mengarah pada ketiga keraguan, yaitu keraguan isi pesan, maksud pesan, dan keraguan efek pesan.

Keraguan isi pesan, berkenaan dengan ketidakpastian apa arti pesan yang sesungguhnya (pesannya kabur). Makin besar keraguan arti pesan, makin sulit untuk memahami pesan itu.


Keraguan maksud pesan, menunjuk pada ketidakjelasan maksud dari pengirim pesan. Misalnya sesorang dipanggil untuk menghadap, tetapi tidak dijelskan apa yang mau dibicarakan.

Keraguan efek pesan, berkenaan dengan ketidakpastian memprediksi atau memperkirakan konsekuensi yang mungkin dari suatu pesan. Kita mungkin menginterpretasikan dengan tepat isi pesan, tetapi tidak mampu memprediksi efek isi pesan tersebut. Misalnya, seorang yang dipanggil tersebut diatas karena ada keraguan maksud, maka ini menimbulkan distorsi, yaitu waktu diajak bicara dia tidak menyiapkan apa-apa yang patut dikemukakan.

7. Memori yang mengarah penajaman atau penyamarataan.
Memori / atau daya ingat seseorang dipengaruhi oleh sikap penajaman atau penyamarataan. Sesorang yang memiliki memori dengan pola penyamarataan, cenderung mengeneralisasi masalah dan kehilangan struktur pesan yang utuh. Berbeda dengan seseong yang memiliki memori dengan pola penajaman, ia akan memiliki struktur permasalahan yang detail dan lengkap. Sehingga pesan yang diterima tidak distrosi.

8. Motivasi bisa membangkitkan distorsi pesan.
Sikap terhadap isi, seseorang yang mempunyai sikap negative terhadap isi pesan, cenderung untuk mengabstraksikan secara negative, begitu sebaliknya. Keinginan dan motivasi dari pembicara, yang menyederhanakan pesan, menghaluskan agar pantas, untuk menyenangkan, sehingga mengaburkan isi substansi pesan akan menimbulkan distorsi. ****

Diposting : Drs. Ach. Chambali Hasjim, SH.


Label:

Komunikasi, Verbal-Nonverbal

23.10 / Diposting oleh Drs. Achmad Chambali Hasjim, SH / komentar (0)

KOMUNIKASI VERBAL DAN NON VERBAL


Komunikasi merupakan suatu proses dimana para ‘partisipan komunikasi’ bertukar lambang-lambang informasi. Lambang-lambang informasi itu bisa saja bersifat verbal, non verbal dan paralinguistic. Lambang-lambang verbal meliputi kata-kata dan angka-angka. Baik yang lisan maupun yang tertulis.

Lambang-lambang non verbal menurut De Lozier (1976) meliputi ekspresi fasial, gerak anggota badan (gesture), pakaian, warna, music, waktu, dan ruang. Juga sentuhan dan bau. Sedang lambang-lambang paranguistik ialah lambang-lambang yang terdapat diantara komunikasi verbal dan non verbal. Lambang-lambang ini meliputi kualitas suara seperti :tekanan/intonasi suara, kecepatan berbicara, dan vokalisasi yang bukan kata yang digunakan untuk menunjukan makna dan emosi tertentu (Amri.J.1993)

Biasanya orang beranggapan bahwa proses komunikasi hanya bersifat verbal, seperti yang dilakukan dua orang yang sedamng mengobrol. Padahal situasi yang menyelimuti proses komunikasi yang sedang berlangsung tersebut, meliputi komunikasi verbal, non verbal bahkan juga paralinguistic. Misalnya saat ngobrol, ada ekspresi wajah dari keduanya yang menunjukkan keseriusan atau sedang bertengkar atau bercanda, dan tekanan-tekanan suaranya menunjukan situasi ngobrolnya.

KOMUNIKASI VERBAL
Komunikasi verbal, yaitu komunikasi yang menggunakan lambang-lambang atau kata-kata , baik yang dinyatakan dengan lisan maupun tulisan.

Komunikasi verbal merupakan karakteristik khusus dari manusia, karena tidak ada makhluk lain ciptaan Allah SWT yang mampu mengungkapkan apa yang ada dalam benaknya dengan kata-kata dan tulisan kecuali manusia.

Dengan kata-kata atau tulisan manusia dapat mengungkapkan suasana kebatinannya, isi hatinya, alam pikirannya berupa idea dan gagasan. Dengan kata baik yang terucap maupun yang tertulis, dunia menjadi dinamis, romantic, bahkan tragis. Kata bisa membuat orang tersanjung sekaligus tersungkur.

Pesan-pesan verbal terangkai dari satu kata atau lebih dalam wujud bahasa. Bahasa merupakan seperangkat lambang-lambang yang teratur dan tersusun sesuai dengan aturan yang digunakan dan dipahami oleh suatu komunitas tertentu (komunitas pengguna bahasa tersebut).

Fungsi bahasa.
Menurut Larry L. Barker (Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga fungsi : penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.

  1. Penamaan (penjulukan) merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk / disebut dalam komunikasi.
  2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
  3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Keterbatasan Bahasa:

Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.
Kata memiliki sifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda karena latar belakang sosial budaya, maka maknanya juga akan berbeda pula. Ada pula bahasa dengan makna denotatif dan konotatif.

Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang kita temukan dalam kamus dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Makna konotatif adalah makna yang subyektif, mengandung penilaian tertentu atau emosional (lihat Onong Effendy, 1994, h. 12).


Misalnya: Kata susah mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam, baik secara denotatif atau konotatif. Susah bisa berarti hidupnya susah, susah bisa berarti sulit mengerjakan soal, susah berjalan, berarti sulit berjalan.dll

Kata-kata mengandung bias budaya.

Bahasa terkait erat dengan sosio kultural, kondisi budaya. Manusia didunia ini berkelompok dalam komunitas-komunitas dengan budaya yang berbeda sehingga melahirkan bahas yang berbeda pula. Bila terjadi penyebutan yang sama pada budaya yang berbeda bisa bermakna yang berbeda pula. Dalam komunikasi dapat berakibat kesalahpahaman (miss-communiction). Misal untuk orang Sundakata ”atos” menunjuk makna ” sudah”, tetapi bagi orang Jawa berarti ”keras”

Rancunya fakta, penafsiran, dan penilaian.

Saat kita melihat sesuatu, bahasa yang terucapkan sering merancukan antara fakta, penafsiran dan penilaian, hal ini terjadi karena kekeliruan persepsi. Misalnya, ketika kita melihat orang yang sedang membersihkan halaman rumah, orang mengatakan ia sedang ’bekerja’. Masalahnya, apa makna ’bekerja’ yang ia maksudkan, apakah itu memang pekerjaannya sehari-hari sebagai tumpangan hidupnya, atau apakah ’bekerja’ tersebut yang dimaksudkan adalah aktivitas yang ia lakukan saat senggang.

KOMUNIKASI NON VERBAL
1. Komunikasi non verbal, yaitu penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata (lisan mupun tulisan), tetapi menggunakan kial, isyarat ataupun gesture (gerakan/ekspresi anggota tubuh)ataupun vocal yang bukan kata-kata.

Komunikasi dengan bahasa/lambang-lambang non verbal seperti gerak-gerik, sikap, ekspresi wajah, kostum-kostum simbolik, dan lambang-lambang non verbal lain yang punya arti. Laurence D. Brenan mengungkpkn bahwa pernyataan manusia itu meliputi sikap, ekspresi wajah, kepribadian, penampilan, pakaian. Location and appearance, packing.

Kial / Isyarat (gestural), yaitu isyarat atau gerakan tubuh kita dapat menterjemahkan/ memformulasikan buah pikiran/idea/gagasan yang ter-ekspresikan secara fisik yang dapat ditangkap maknanya, tetapi sangat terbatas dalam mengkomunikasikan hal-hal terntutu saja.

Bergambar (pictorial), yaitu sebagai lambang-lambang pesan yang digunakan untuk berkomunikasi berkomunikasi, yang memilikim kekuatan melebihi kila/isyarat dan warn dalm hal kemampuan menerjelamahkan/memformulasikan buah pikiran/gagasan seseorang, namun masih tidak melebihi bahasa verbal.

Note : people problems are usually communication problems : verbal content (materi) 15% ; vocal interest (intonasi) 35% ; body language 50%)

Code / lambang-lambang pesan komunikasi.

Lambang-lambang komunikasi nonverbal belum dapat diidentivikasi seluruhnya, dari hasil penelitian menunjukan bahwa cara kita duduk, berdiri, berjalan, berbicara, berpakaian, sisiran rambut, dll semuanya telah mampu menyampaikan informasi pada orang lain.

Ada 4 macam code atau lambang-lambang dalam proses komunikasi, yaitu :

1. Performance Code,
yaitu lambang-lambang pesan yang dihasilkan oleh anggota badan kita, seperti suara, wajah, gerakan tangan, dll. Ada 5 macam Performance Code :
  • Lambang yaitu gerakan yang mempunyai arti tertentu, Misalnya acungan jempol sebagai ungkapan “bagus”
  • Illustrasi, yaitu suatu gerakan yang dimaksudkan untuk meperjelas komunikasi verbal. Misal : Gerakan tangan membentuk bulatan, untuk mempertegas arti bulat.
  • Afeksi, yaitu gerakan ekspresi wajah untuk mrngungkapkan suatu perasaan. Misal cemberut, sebagai ungkapan tidak suka.
  • Regulasi, yaitu berkomunikasi dengan gerakan non verbal. Misal: kerdipan mata, mencibir, mengangguk, menggeleng. Dll
  • Adaptasi, yaitu sikap penyesuaian diri dengan lingkungan dimana proses komunikasi berlangsung. Misalnya : Pakai baju koko dan berpeci, saat berkomunikasi di komunitas muslim.
2. Arvactual Code, yaitu menggunakan suatu benda tertentu (atribut tertentu) untuk menunjukan identitasnya. Misalnya : pakaian seragam, badge, dll

3. Mediatory Code, menyampaikan pesan komunikasi dengan menggunakan alat peraga. Misalnya : menjelaskan Sesutu dengan gambar, grafik, alat peraga lainnya.

4. Spatio Temporal Code,yaitu keadaan ruang dan waktu yang dapat mengkomunikan pesan tertentu. Misalnya : telpon tengah malam, mungkin ada sesuatu yang sangat penting.

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi non verbal, yaitu :

1. Interpretasi adalah karakteristik yang kritis dalam komunikasi non verbal, karenanya sulit menyamakan tindakan stimulus nonverbal tertentu dengan satu pesan verbal khusus. Setiap lambang-lambang nonverbal bagi suatu kultur tertentu, bisa berbeda maksudnya dengan kultur yang lain. Karenanya hindari mengeneralisasi seluruh makna lambang-lambang nonverbal tersebut.


2. Komunikasi nonverbal tidaklah merupakan sistem bahas tersendiri (kecuali bagi tuna rungu), tetapi merupakan bagian dari komunikasi verbal (sebagai stimulus untuk lebih memperkuat, memperjelas makna dari komunikasi verbal-lisan)


3. Hati-hati komunikasi non verbal mengandung resiko penafsiran yang salah yang disebabkan tidak jelas tertangkap perhatian, beda kultur, dan kurang dikenal oleh komunikan.

Klasifikasi pesan nonverbal.
Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:

1. Pesan kinesik.
Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.


Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.

Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut:
  • Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, memandang objek penelitiannya baik atau buruk;
  • Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan;
  • Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi;
  • Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan
  • wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.

Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.

Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah:
  • Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif;
  • Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah;
  • Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.

2. Pesan Proksemik
Disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.


3. Pesan Artifaktual
Diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.


4. Pesan paralinguistik/vokalik
Adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda (pada kulaitas, intonasi dan sifat vokaliknya).


5. Pesan sentuhan dan bau-bauan,
Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian. Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.



Fungsi pesan nonverbal.

Mark L. Knapp (Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:

1. Repetisi/Pengulangan, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.

2. Substitusi/Pengganti, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.

3. Kontradiksi/Pelengkap, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya mengatakan ’ bagus’ tetapi sambil mencibirkan bibir.

4. Komplemen/Memperdayakan, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan atau rasa sangat senang yang tidak terungkap dengan kata-kata.
5. Aksentuasi/Penekanan, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.


Karakteristik Komunikasi Nonverbal
1. Kita selalu berkomunikasi.
Manusia sebenarnya selalu berkomunikasi, apakah itu dengan kontak mata, senyuman, kerdipan mata, melotot, kerutan dahi, dll, pakaian dengan pakaian tertentu, berdandan dengan dadanan tertentu, smua itu sebenarnya ingin mengkomunikasikan tentang kondisi kita.


2. Arti tergantung pada konteks.
Mengepalkan tangan dengan mengangkatnya keatas, memiliki makna sesuai dengan konteksnya. Konteks member semangat atau konteks mengancam.


3. Komunikasi Nonverbal lebih dapat dipercaya.
Bila seseorang mengkomunikasikan suatu kesedihan dengan verbal, namun komunikasi nonverbalnya (wajahnya tidak terlihat sedih), orang akan mengatakan bahwa ia telah berbohong.


4. Cara yang utama dalam menyatakan perasaan dan sikap.
Orang lebih banyak mengungkapkan perasaan dan sikapnya dengan tingkah laku nonverbal. Marah, kecewa, senang, murung frustasi tidak akan diucapkan, tetapi lebih ditampakan dalam laku nonverbal.



Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan. Yaitu:

1. Factor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatapmuka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banyak ’membaca’ pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.

2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang pesan verbal.

3. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.

4. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan.

5. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal.

6. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat). *****

Diposting : drs. Achmad chambali Hasjim, SH.


Label: