‘AKTUALISASI’
KALIMAH SYAHADATAIN
( Kuliah Subuh Online)
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ
وَالصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ
وَعَلَى اَلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيطَانِ الرَّجِيْمِ
syahidallaahu annahu laa ilaaha illaa huwa walmalaa-ikatu wauluu l'ilmi
qaa-iman bilqisthi laa ilaaha illaa huwa l'aziizu lhakiim
[3:18]
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu188 (juga menyatakan yang demikian itu). Tak
ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
(Qs. Ali Imran (3:18)
Majelis netizen rohimatullah
· Sebelumnya kita panjatkan syukur kehadirat allah swt..
Tuhan maha pemurah pencurah rahmah maha pengasih yang tak pilih kasih dan maha
penyayang yang kasih sayangnya tak terbilang.
· Alhamdulillaahil
ladzii an ’amana al iimaani wal islaami,
segala puji bagi allah yang telah melimpahkan nikmat iman dan islam.
· Wa
nikmatan ‘umrihi, wa an jismihi, nikmat umur - kesempatan dan nikmat badan sehat, sehingga hari ini kita
bisa hadir di majelis ilmu ini untuk melaksana seruan Rasuulloh sawl “barangsiapa
meniti suatu jalan untuk mencari ilmu (dienul islam), maka Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).... Amien.
· Berkat rahmat
dan nimat itulah, pagi ini kita dapat menunaikan sholat subuh berjamaah di
rumah Allah yang penuh rahmat.. Baiturrohmah.
· Sholat subuh
yang selalu disaksikan oleh malaikat ini seperti difirmankan Allah
Ta’ala dalam QS. Al israa’-78, oleh Rasululloh saw di tegaskan bahwa “barang siapa
sholat shubuh, maka ia dalam jaminan Allah....(hr. Muslim.
No 1.050)
·
Wanusyolaa wanusalamu ‘alaa khoiril
anaam Muhammadin shalalloohu ‘alaihi
wassalam, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas junjungan penghulu
alam-nabi besar Muhammad salallaahu alaihi wassalam, beserta para keluarga,
sahabat serta umatnya ....amien
Saya juga ingin berwasiat, terutama untuk diri saya dan
keluarga keluar saya serta hadirin “ ...
Yaa
ayyuhaalladziina aamanuu ittaquullaaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illaa
wa-antum muslimuun /... Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama islam. (Qs. Ali
Imran (3:102)
· Bertaqwa,yang
sebenar-benarnya taqwa, yaitu
dengan “melaksanakan semua perintahnya (sesuai dengan kemampuanya), misalnya sholat tidak bisa
dengan berdiri bisa dengan duduk tidak bisa duduk bisa dengan tidur.
· Dan meninggalkan semua larangannya (secara mutlak)”, maksudnya untuk
meninggalkan larangan tidak ada alasan, misalnya “belum mampu” meninggalkan
kebiasaan minum minuman keras nanti aja, ya tidak bisa gitu !!!
·
Abu Hurairah r.a, menceritakan ia mendengar rasulullah saw sabda, : ” apa yang aku
larang kalian dari (mengerjakan)nya maka jauhilah ia, dan apa yang aku
perintahkan kalian untuk (melakukan)-nya maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, .. “.(hr.Bukhari dan
Muslim).
· Apa yang
akan saya sampaikan bukan hal yang baru, karena risalah agama ya memang sudah
sempurna sampai rasululloh saw wafat,
· Dakwah
itu hanya berfungsi untuk fadzakkir innama anta mudzakkir;
hanya sekadar mengingatkan, memberitahukan dan mengabarkan tentang
firman-firman allah swt serta sunnah-sunnah rasululloh saw. (Al Ghosyiah [88]:21)
·
Selebihnya, tergantung hati masing-masing,
apakah terbuka untuk hidayah atau mau menerima hidayah, dan ada dorongan untuk
taufiq (melaksanakan kebaikan) tersebut.
· Hari ini
kami mendapat amanat untuk menyampaikan “amar ma’ruf” menyeru kepada kebaikan,
ini sesuai dengan perintah allah ta’ala (QS. Ali Imran 104)
· Dan kata Rasululloh saw, ad daallu
‘alal khoiri kafaa ’illihi orang yang mengajak kebaikan mendapat pahala yang sama dengan
orang yang diajaknya /HR. Tirmizi)
·
Dan mudah-mudahan saya tidak
termasuk golongan yang diperingatkan allah ta’ala :
Ata/muruunan-naasa bilbirri watansawna
an-fusakum wa-antum
tat luunal kitaaba
Afalaa ta'qiluun
[2:44}. “mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca al
kitab (taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”
Asbabunnuzul
turunya ayat 44 surah al baqarah
ini, allah menegur, seorang yahudi yang menyuruh anak dan mantunya serta kaum
kerabatnya yang telah memeluk agama islam untuk melaksanakan kewajibannya,
tetapi dirinya sendiri tetap saja mengingkari... Ia menyuruh orang berbuat
baik/beramal sholeh, tetapi dirinya sendiri tidak melakukannya. Semoga kita tidak termasuk golongan yang
demikian ini.
· Dakwah
berfungsi untuk fadzakkir innama anta mudzakkir; hanya sekadar mengingatkan,
memberitahukan dan mengabarkan tentang firman-firman allah swt serta sunnah-sunnah
rasululloh saw.
· Selebihnya,
tergantung hati masing-masing, apakah terbuka untuk hidayah atau mau menerima
hidayah, dan ada dorongan untuk taufiq (melaksanakan kebaikan) tersebut.
Majelis netizen rohimatullah
· Syahadat
merupakan asas dan dasar bagi rukun Islam lainnya. Syahadat merupakan ruh, inti
dan landasan seluruh ajaran Islam.
· Rasululloh saw menegaskan dalam hal ini : Dari Abi Abdi ar-Rahman bin Ibnu Umar
Ibni Khattab Ra. Berkata : “ Aku telah mendengar bahwa Rasulullah Saw pernah
berkata “ (( Islam dibanun di atas lima perkara yaitu mengucapkan syahadat
tidak ilah selain Allah dan bahwasanya Muhammad Rasulullah serta mendirikan
shalat menunaikan zakat shaum di bulan ramadhan dan menuaniakan haji ke
Baitullah.) “
· Syahadat
sering disebut dengan Syahadatain
karena terdiri dari dua kalimat (Dalam bahasa arab Syahadatain berarti 2
kalimat Syahadat). Dua kalimah
syahadat itu laksana ‘anak kunci’ yang dengannya manusia
masuk kedalam alam keselamatan (keislaman), dan dengan kalimat itu pula manusia
dimasukkan ke surga, kalau kalimat itu menjadi ucapan di akhir hidupnya.
· Kata
sekaten (sekatenan) bermula
dari Syahadatain,
konon Raden Patah Adipati Demak Bintoro, mengundang para walisongo untuk
penyebaran Islam di Jawa. Sunan Kalijogo mengusulkan menggunakan media budaya
setempat, dan disepakati sepanjang tidak menyimpang aqidah, Maka di Masjid
Dewak selama tujuh hari menjelang Maulud Nabi SAW diadakan kegiatan syiar
Islam, dengan menggunakan gemelan Kyai Sekati yang konon buatan Sunan kalijogo.
Kemudian masyarakat yang ingin masuk Islam, dituntun mengucap dua kalimah
syahadat atau sahadatain. Sunan kalijogo
termasuk wali yang suka berkesenian, seperti tembang ilir-ilir, gundul-gundul
pacul adalah ciptaan Sunan kalijogo
· Mengucap
dua kalimah syahadat mengandung konsekuensi bahwa seseorang menjadi “muslim”
dan tentu saja kepadanya diberlakukan syariat islam, dan dituntut untuk
melaksanakan semua perintahNya dan menjauhi semua larangan-Nya yang telah
diwahyukan melalui Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan membaca dua kalimah syahadat, seseorang telah berhijrah dari alam
kafirum kepada alam muslimun.
·
Sabda Rosululloh SAW (diriwayatkan oleh
Achmad dan Abu Daud ) “ Dari Mu’adz berkata aku mendengar Rosululloh SAW
bersabda : Mangkana
Akhiruu Kalamihi Laailaha Illallah Dakholal Jannah (Barangsiapa yang
diakhir hidupnya mengucap Laailaha
Illallah maka akan dimasukkan syurga ).
·
Sabda Rosululloh SAW (diriwayatkan oleh
Achmad dan Abu Daud ) “ Dari Mu’adz berkata aku mendengar Rosululloh SAW
bersabda : Mangkana
Akhiruu Kalamihi Laailaha Illallah Dakholal Jannah (Barangsiapa yang
diakhir hidupnya mengucap Laailaha
Illallah maka akan dimasukkan syurga ).
·
Kedua
kalimat syahadat itu adalah:
Pertama, syahadat tauhid :
asyhadu an-laa
ilaaha illallaah
·
Syahadat Tauhid,
memiliki makna beri'tikad dan berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak
disembah dan menerima ibadah kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, menta'ati hal
tersebut dan mengamalkannya.
·
Ucapan La
ilaaha menafikan hak penyembahan dari selain Allah, siapa pun orangnya. - Illallah
adalah penetapan hak Allah semata untuk disembah. Jadi makna kalimat ini secara ijmal (global) adalah, "Tidak ada sesembahan yang hak selain
Allah".
·
Ketauhidan ini menegaskan eksistensi
satu-satunya tuhan/illah yang yang patut disembah adalah Allah SWT. Ini keimanan yang fundamental bagi seorang
muslim. Sebab Ilah atau Ma'bud (Arab) sering juga diartikan
sebagai "tuhan", atau ‘khuda’ (Parsi), atau ‘Dewata’
(Hindu), atau “GOD” (bhs Inggris). Dan ‘illah’ atau tuhan tersebut bisa saja
berwujud manusia, barang, kesenangan, harta, jabatan, dan lain-lian yang
dipandang dapat mendatangkan ketenangan.
Karena itu ‘illah’ atau ‘tuhan’ tidak dapat disamakan dalam pengertian
Tuhan Allah SWT.
·
Kalimah Syahadat “asyhadu an-laa ilaaha illallaah” mempunyai dua rukun: Pertama, Laa ilaaha (لاَ إِلـهَ) =An-Nafyu (peniadaan)
: yaitu meniadakan dan meninggalkan bentuk kesyirikan serta mengingkari segala
seuatu yang disembah selain Allah Ta’ala.
Kedua, Illallaah (إِلاَّ
الله ) = Al-Itsbat (penetapan): yaitu menetapkan bahwa tiada
yang berhak disembah dan diibadahi melainkan Allah Ta’ala serta
beramal/berperilaku dengan landasan ini.
· Makna dua
rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur'an, seperti firman Allah Subhannahu
wa Ta'ala : QS. Al-Baqarah (2: 256)
Laa
ikrooha fid-diin ; Qot tabay-yanar-rusydu munal-ghoyy, Fa may yakfur
bith-thooghuuti wayu’mim billaahi fa qodistamsaka bil ‘urwatil –wushqoo
lanfishooma lahaa. Walloohu sami’un ‘aliim.
[2:256] Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar
kepada Thoghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui
· Ayat ini
menjelaskan barang siapa yang ingkar
kepada Thoghut, yaitu syaitan dan apa saja sesembahan selain dari Allah SWT, ini
merupakan makna annafyu-
“laila”. Dan beriman hanya kepada Allah SWT ini makna al-itsbat- “illallooh”
Kedua, Syahadat Rasul :
wa asyhadu anna
muhammadan rasuulullaah
· Syahadat
rasul ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat ”’abduhu warosuuluhu’ (hamba dan
utusanNya). Dua rukun ini menafikan
ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam .
·
Beliau adalah hamba Allah dari golongan
manusia. Tetapi beliau sebagai Rosul Allah makhluk yang paling sempurna dengan
sifat yang mulia. Allah SWT menegaskan
tentang siapa Muhammad saw.: qul innamaa
anaa basyarun mitslukum yuuhaa ilayya annamaa ilaahukum ilaahun
waahidun…./Katakanlah: Sesungguhnya
aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa
sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". …….. [QS.
Al-Kahfi ( 18:110)]
· Syahadat
Rasul,
memiliki makna mengakui secara lahir batin bahwa beliau adalah hamba Allah dan
RasulNya yang diutus kepada manusia secara keseluruhan, serta mengamalkan
konsekuensinya: menta'ati perintahnya, membenarkan ucapannya, menjauhi larangannya,
dan menjadikannya sebagai suri tauladan dalam sikap dan perilaku hidupnya.
QS.An_Nisaa’ (4:59):
yaa ayyuhaalladziina aamanuu athii'uullooha
wa-athii'uur-rosuula,
wauliil-amri minkum, fa-in tanaaza'tum
fii syay-in farudduuhu ilaalloohi
warrasuuli, in kuntum tu/minuuna bilaahi walyawmil-aakhiri dzaalika khoyrun wa-akhsanu
ta/wiilaa
[4:59] “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
· Mengucap
dua kalimah syahadat mengandung konsekuensi bahwa seseorang menjadi “muslim”
dan tentu saja kepadanya diberlakukan syariat islam, dan dituntut untuk
melaksanakan semua perintahNya dan menjauhi semua larangan-Nya yang telah
diwahyukan melalui Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan membaca dua kalimah syahadat, seseorang telah berhijrah dari alam kafirum kepada alam
muslimun.
Kandungan Kalimah Syahadat.
· Syahadat berasal
dari bahasa Arab
(ašy-šyahādah, dari kata kerja šyahida ,
"ia menyaksikan") yang berarti pengakuan atau persaksian. Dengan
demikian Syahadat merupakan:
· Al-I’lan (Sebagai Ikrar/pengumuman),
Syahadat
merupakan pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya. Ketika ia
mengucapkan kalimat syahadah, maka ia memiliki kewajiban untuk menegakkan dan
memperjuangkan apa yang kita ikrarkan itu.
· Al-Qosam (Sebagai Sumpah), Seseorang
yang bersumpah, berarti dia bersedia menerima akibat dan risiko apapun dalam
mengamalkan sumpahnya tersebut. Artinya, Seorang muslim itu berarti siap dan
bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam.
· Al-Wa’du (Sebagai Janji), Syahadat
sebagai janji. Artinya, setiap muslim adalah orang-orang yang berjanji setia
untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah
SWT, yang terkandung dalam Al Qur'an maupun Sunnah Rasul.
Syarat Bersyahadat
· Mengucapkan
kalimah syahadat bukanlah hal yang sulit bagi orang yang tidak mengalami
gangguan dalam pengucapan/vocal/bahasa lisan, tetapi pengucapan yang memiliki
makna terhadap perilaku kehidupan haruslah dipersiapkan secara seksama ruang ukhrowi atau ruang
qolbiyahnya, maka dari itu perlu diperhatikan tujuh syarat dalam bersyahadat,
yaitu :
1. 'Ilmu, (mengerti/faham), yang menafikan Jahl (kebodohan).
·
Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang
ditetapkan atau faham akan apa yang diucapkan. Syarat ini menafikan ‘jahl’ (kebodohan), ketidaktahuannya
dengan hal tersebut. Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan
memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan olehlisannya. Seandainya ia
mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak
sah dan sia-sia.
QS. Ali
‘Imraan ( 3:18)
syahidallaahu annahu laa ilaaha illaa huwa walmalaa-ikatu
wauluul'ilmi qaa-iman bilqisthi laa ilaaha illaa huwal'aziizulhakiim
[3:18] Allah menyatakan bahwasanya tidak ada
Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan.
Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu188 (untuk
menjelaskan martabat orang-orang berilmu.) (juga menyatakan yang
demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
{Baca juga QS. Az-Zukhruf [43]:(86) ; QS. Muhammad
[47]:(19)}
2. Yaqin, (yakin), menafikan Syak (keraguan).
·
Orang yang mengikrarkannya harus meyakini
kandungan syahadat itu. Syarat ini yang menafikan ‘syak’ (keraguan), maksudnya orang yang mengikrarkannya harus
meyakini kandungan syahadat itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka
persaksian itu…….innamaalmu/minuunalladziina aamanuu bilaahi
warasuulihi tsumma lam yartaabuu
wajaahaduu bi-amwaalihim………/ Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu
………..QS. Al Hujarat (49
:15).
·
Lawan
dari keyakinan adalah keraguan (syak).
Keyakinan akan membawa seseorang kepada keistiqomahan, sedangkan keraguan akan
menimbulkan kemunafikan.
·
Dalam
Hadits, juga dinyatakan sebagai berikut: Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabda, “Aku
bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Tidak ada seorang hamba yang
bertemu dengan Allah dengan dua kalimat ini dan tidak ragu tentang
kedua-duanya, kecuali masuk surga.
(HR. Muslim)
3. Qabul (menerima), menafikan Radd (penolakan),
·
Menerima akan kebenaran yang terkandungan dalam
Kalimah Syahadat serta konsekuen menajalaninya.
·
Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak
menerima (dan menta'ati), maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah
swt dalam QS. Ash-Shoffaat (37:35-36)
innahum kaanuu idzaa qiila lahum laa
ilaaha illaallaahu yastakbiruun
[37:35] Sesungguhnya mereka
dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,
wayaquuluuna a-innaa lataarikuu aalihatinaa lisyaa'irin majnuun
[37:36] dan mereka berkata:
"Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena
seorang penyair gila?"
· Ini seperti
halnya perbuatan-perbuatan syirik,
Mereka mengikrarkan laa ilaaha illallah, tetapi tidak
mau meninggalkan penyembahan selain Allah swt.
(seperti meyakini kebenaran ramalan bintang, barang-barang keramat,
dll). Dengan demikian berarti mereka belum menerima makna laa ilaaha illallah.
· Lawan dari penerimaan di
atas adalah ‘Radd’ penolakan atau
pembangkangan. Yaitu membangkang dan berpaling dari ajaran-ajaran Rasulullah
SAW dengan hatinya, sehingga ia tidak ridho dan tidak menerima ajaran-ajaran
tersebut. Allah menggambarkan orang-orang seperti itu dalam ayat berikut ini:
QS. Thoha (20: 124-126)
waman a'radha 'an dzikrii fa-inna lahu ma'iisyatan dhankaa wanahsyuruhu yawma lqiyaamati a'maa
[124] “Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.
qaala rabbi lima hasyartanii
a'maa waqad kuntu bashiiraa
[125]
Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan
buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"
qaala kadzaalika
atatka aayaatunaa fanasiitahaa
wakadzaalika lyawma tunsaa
[126] Allah
berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu
melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan".
4. Inqiyad (patuh), yang menafikkan Tark (meninggalkan),
·
Patuh terhadap kandungan dan makna Syahadat.
Maksudnya dengan mengucap kalimah syahadat disertai iktikat untuk tunduk dan
patuh dengan apa yang sudah diucapkan. Syarat ini yang menafikan ‘tark’ (meninggalkan).
·
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam
QS. Luqman (31:22) :
waman yuslim wajhahu ilaallaahi wahuwa muhsinun
faqadi istamsaka bil'urwati lwutsqaa
wa-ilaallaahi 'aaqibatu l-umuur
[31:22] Dan
barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang
berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang
kokoh. Dan hanya Allah-lah kesudahan segala urusan.
·
Pernyataan
syahadat harus diiringi dengan ketundukan. Ketundukan yaitu tunduk dan
menyerahkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya. Artinya, kita harus mengamalkan semua
perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.
·
Perbedaan antara ‘penerimaan’
dengan ‘ketundukan’ yaitu bahwa penerimaan merupakan pekerjaan hati,
sedangkan ketundukan pekerjaan fisik. Oleh
karena itu, setiap muslim yang bersyahadat selalu siap mengimani aqidah Islamiyah,
melaksanakan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya yang merupakan aplikasi
syahadatain. Ia bertekad menjadikan hukum dan undang-undang Allah SWT berlaku
bagi kehidupan dirinya maupun kehidupan sosialnya
·
Lawan dari inqiyat atau
kepatuhan adalah pengingkaran atau meninggalkan (tark), yaitu tidak mau melakukan atau mengabaikan apa yang
diperintahkan Allah atau sebaliknya, justru mengerjakan apa yang dilarang-Nya.
Seseorang yang bersyahadat adalah orang-orang yang tunduk dan taat kepada
Allah.
5. Ikhlash, yang menafikan Syirik
· Maksud
penerimaan kalimah syahadat secara ikhlas memiliki konsekuensi logis menolak
pen-Tuhan-an selain Allah Swt, dan tidak segala amal ibadahnya tidak mengandung
riya’. Syarat ini menafikkan ‘Syirik’ (menyekutukan) dan ‘riya’
(pamer).
·
Istilah
“keikhlashan” diambil dari kata ‘al laban al khalish’ (“susu
murni”), yang maksudnya tidak lagi dicampuri kotoran yang merusak kemurnian dan
kejernihannya. Artinya, ikhlash berarti bersihnya hati dari segala sesuatu yang
bertentangan dengan makna syahadat. Ucapan syahadat mesti diiringi dengan niat
yang ikhlash, lillahi ta’ala, tidak
bercampur dengan riya’ atau kecenderungan tertentu tidak akan diterima
Allah SWT.
·
Ikhlas,
akan membersihkan amal perbuatan dari segala debu-debu syirik, yang memiliki
konsekuensi logis menolak pen-Tuhan-an selain Allah Swt, dan amal ibadahnya tidak
mengandung riya’. Semua dilakukan semata-mata untuk mencari keridhoan Allah
SWT. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang
mengucapkan laa ilaaha illalah karena menginginkan ridha Allah." [HR.
Al-Bukhari dan Muslim]
·
Syahadat
sendiri merupakan bagian dari ibadah, oleh karena itu harus dilakukan dengan
ikhlash. Dan ikhlash, merupakan lawan dari kemusyrikan. Setiap perbuatan yang
mengandung kemusyrikan, maka akan menghapus amal perbuatan itu sendiri. Dan
orang yang melakukannya menderita kerugian, karena pekerjaannya sia-sia tidak
bermakna. Dan tidak ikhlash juga berarti mengadakan tandingan-tandingan
selain Allah SWT. Allah SWT
berfirman QS. An-Nisaa’ (4:48) :
innallaaha laa
yaghfiru an yusyraka bihi wayaghfiru maa
duuna dzaalika liman yasyaau waman yusyrik bilaahi faqadi iftaraa itsman 'azhiimaa
[4:48] Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [baca juga QS. Al-Kahfi (18:110) ;QS. Az-Zumar
(39:65)]
6. Shidq (jujur) Yang menafikan Kadzib (dusta)
·
Mengucap dengan lisannya dan membenarkan
dengan hatinya, melaksanakan dalam tindakan, berarti ia telah mengimani
syahadat, karena ketiganya itu merupakan unsure dari iman (”at-tashdiiqu bil-qolbi;
al-iqrooru bil-lisaani;
al-’amalu bil-arkaan ) Namun manakala lisannya mengucapkan, tetapi
hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta/‘kadzib’.
QS.
Al-Baqoroh (2:8-10) :
wamina nnaasi
man yaquulu aamannaabillahi wabil yaumilaakhiri wamahum bimu'miniin
[2:8]Di antara manusia ada yang mengatakan:
'Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian', padahal mereka itu sesungguhnya
bukan orang-orang yang beriman.
yukhaadi'uunallaaha
walladziina aamanuu wamaa yakhda'uuna illaa anfusahum
wamaa yasy'uruun
[2:9] Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang
mereka tidak sadar.
fii
quluubihim maradhun fazaadahumullaahu maradhan walahum 'adzaabun liimun bimaa kaanuu yakdzibuun
[2:10] Dalam hati mereka ada penyakit*/, lalu
ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta."
·
Penyakit hati yang dimaksud ayat ini adalah keyakinan mereka terdahap kebenaran Nabi Muhammad s.a.w. lemah.
Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan kedengkian, iri-hati dan dendam terhadap
Nabi s.a.w., agama dan orang-orang Islam.
·
Kejujuran
adalah bahwa kondisi ‘lahir’ tidak boleh menyalahi ‘batin’. Keduanya harus
saling sesuai dan sejalan antara ilmu dan amalnya, antara apa yang ada di dalam
hatinya dengan apa yang dikerjakan oleh raganya, yang dinyatakan dengan lisan,
diyakini dalam hati, lalu diaktualisasikan dalam amal perbuatan.
·
Rasulullah
SAW bersabda: “Siapa
yang mengucapkan: ‘Tiada tuhan selain Allah’ dengan jujur dalam hatinya, maka
ia akan masuk surga. (HR. Bukhari).
Allah SWT berfirman QS. Al An’am (6: 82)
alladziina aamanuu
walam yalbisuu iimaanahum bizhulmin ulaa-ika lahumu l-amnu wahum muhtaduun
[6:82] “Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
·
Lawan dari sikap Jujur (Shidq)
ini adalah kebohongan/dusta (kadzib) yang melahirkan kemunafikan (nifaq), yaitu
menampakan sesuatu yang sebenarnya tak ada dalam hatinya. Atau bahwa ia
menyimpan kekufuran dalam batinnya, tetapi menampakkan iman dalam lisan dan
raganya.
QS. Al Ahzab (33:23)
mina lmu/miniina rijaalun shadaquu
maa 'aahaduullaaha 'alayhi faminhum man qadaa nahbahu
waminhum man yantazhiru wamaa baddaluu tabdiilaa
[33:23] “Di antara orang-orang mu’min itu ada
orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di
antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu
dan mereka tidak merubah (janjinya)“.
·
Kejujuran
dan kemunafikan diuji melalui cobaan. Cobaan ini akan menjadi seleksi bagi
seseorang, dengan cobaan akan menunjukan siapa yang betul-betul berjuang di
jalan Allah, dan siapa yang tidak bersungguh-sungguh berjuang. Dalam hal ini,
Allah SWT berfirman:
QS. Al
‘Ankabuut (29:2-3)
ahasiba nnaasu an
yutrakuu an yaquuluu aamannaa wahum laa yuftanuun
[29:2] Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
walaqad fatannaalladziina min qablihim falaya'lamannallaahulladziina shadaquu walaya'lamanna lkaadzibiin
[29:3] Dan sesungguhnya
kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang
yang dusta.
·
Kejujuran memang kini menjadi barang langka,
tetapi itulah yang seharusnya bagi kita yang telah mengucapkan kalimah syahadat
dan sekaligus mengimaninya. Kalau sudah bersahadah tetapi belum belaku jujur
maka belum kaffah dalam memasuki maqom muslimunnya.
7. Mahabbah (kecintaan), Yang menafikan Baghdha' (kebencian).
· Maksudnya
mencintai Allah dan Rasul-Nya, mencintai orang-orang yang beriman, serta cinta
beramal sholeh sebagai konsekuensinya. Apapun yang diberikan Allah swt, diterima
dengan rasa cinta dan tawaqal. Syarat Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha' (kebencian).
· Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam QS. Al-Baqoroh (2:165) :
wamina nnaasi man yattakhidzu min duunillaahi andaadan yuhibbuunahum kahubbillaahi walladziina aamanuu asyaddu hubban lillaahi walaw yaraalladziina zhalamuu idz yarawna l'adzaaba anna lquwwata lillaahi jamii'an
wa-annallaaha syadiidu l'adzaab
[2:165] Dan diantara
manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang
berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat
siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
·
Seseorang
yang beriman, akan melimpahkan cintanya terlebih dahulu kepada Allah SWT,
Rasul-Nya, dan jihad, sebelum mencintai yang lainnya. Rasa cinta yang dimiliki diposisikan sebagai
hidayah Allah SWT yang perlu diabdikan dan dicurahkan kehadirat-Nya, baru
setelah itu kecintaan duniawinya. Untuk hal ini Allah SWT memperingatkan
seperti yang difirmankan-Nya.
QS. At Taubah (9:24),
qul in kaana aabaaukum wa-abnaaukum wa-ikhwaanukum wa-azwaajukum
wa'asyiiratukum wa-amwaalun
iqtaraftumuuhaa watijaaratun takhsyawna kasaadahaa wamasaakinu
tardhawnahaa ahabba ilaykum minallaahi
warasuulihi wajihaadin fii
sabiilihi fatarabbashuu hattaa ya/tiyallaahu
bi-amrihi walaahu laa yahdiil qawmal faasiqiin
[9:24] “Katakanlah: “Jika bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”.
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
·
Dan
jika seseorang ingin merasakan manisnya iman, maka ada baiknya pahami hadits
Rasululloh saw berikut ini : “Tiga hal, yang
barangsiapa dalam dirinya ada ketiganya, akan mendapatkan manisnya iman, bila
Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, bila seseorang
mencintai seseorang yang lain, ia tidak mencintainya kecuali karena Allah; dan
apabila ia tidak ingin kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkan
dirinya dari kekufuran itu sebagaimana ia tidak ingin dijebloskan ke dalam
neraka.” (HR. Bukhari).
·
Cinta
itu juga harus disertai dengan suatu kebencian, yaitu kebencian/kemarahan
terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan makna yang terkandung dalam
syahadat, seperti kesyirikan, kemunkaran dan kebathilan sehingga harus
dijauhinya. Rasulullah SAW bersabda: “Ikatan iman yang terkuat adalah cinta karena Allah dan
marah karena Allah. (HR. Thabrani dari Ikrimah dan Ibnu Abbas).
·
Maka
ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan ahli
syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan
dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.
· Setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat syahadat di atas, maka akan timbul di dalam dirinya
sikap rela dan ridho untuk diatur oleh Allah SWT, Rasulullah, dan Islam, dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dan dalam setiap keadaan.
Kalimah Syahadat Fondasi Ketauhidan
·
Pengucapan Kalimah Syahadat tentu tidak saja
berhijrah dari alam kafirun ke maqom muslimun, lebih dari itu Kalimah Syahadat
merupakan fondasi bagi kita untuk dapat meningkat sampai pada “maqomam-mahmudah” maqom tertinggi yaitu
“Muttaqin”.
·
Kalimah tauhid "Laa Ilaha
Illaallah" mengandung maksud secara esoteric (penerimaan secara
alamiah/takdir) maupun aplikatif adalah tiada sesuatupun yang diikuti
aturannya, dijauhi larangannya, disembah / diabdi selain Allah (Tauhid Uluhiyah) dengan kepengaturan-Nya/ajaran-Nya
sebagai Rabb (Tauhid Rubbubiyah).
·
Siapa yang mengakui tauhid rububiyah untuk
Allah, dengan mengimani tidak ada maha
pencipta, pemberi rizki dan pengatur alam kecuali Allah, maka konsekuensinya
ia harus mengakui tauhid ulluhiyah bahwa tidak ada yang berhak menerima ibadah
dengan segala macamnya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala . QS. Al-Fatihah (1:5)
iyyaaka
na’budu/hanya kepada Engkau kami menyembah;
wa iyyaka nasta’in/dan
hanya kepada Engkau kami minta pertolongan)
·
Tauhid
uluhiyah,
yaitu tauhid ibadah, karena ‘ilah’ maknanya adalah ma'bud (yang disembah). Maka
tidak ada yang diseru dalam do'a kecuali Allah SWT, tidak ada yang dimintai
pertolongan kecuali Allah SWT, tidak ada yang boleh dijadikan tempat bergantung
kecuali Allah SWT, tidak ada yang patut dimintai perlindungan kecuali Allah
SWT, tidak ada yang patut di puji kecuali Allah SWT, tidak ada yang pantas
menerima seluruh aktivitas ibadah kita kita kecuali Allah SWT. Allah SWT telah memerintahkan untuk menyembah
Tuhan Allah SWT yang telah menciptakan kamu dan sebelum kamu, sebagaimana dalam
QS. Al-Baqarah (2:21) :
Yaa
ayyuhan-naasu’buduu robbakumul-ladzi kholaqolakum wal ladziina min qoblikum
la’allakum tattaquun.
[2:21] Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
[Baca
juga :QS. Ali-‘Imraan (3:2); QS. Adz-Dzariyat (51 : 56)]
· Sedang, tauhid rububiyah adalah bukti wajibnya
tauhid uluhiyah . Makanya, tauhid uluhiyah itu merupakan hasil dari keyakinan
seseorang akan tauhid Rububiyah.
QS. Al-An'am (6:102)
Dzaalikumullohu robbukum , laa
ilaaha illaahuu khooliqu kulli syai’in fa’ buduuh, wa huwa ‘alaa kulli syai’iw
wakiil.
[6:102] Demikian itu ialah Tuhan kamu, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia
adalah Pemelihara segala sesuatu"
· Rububiyyah adalah
aspek-aspek Allah sebagai Rabb yang terjabar
pada al-Akwan
(Alam Semesta) dan al-Kitab. Hukum-hukum yang terlaksana di alam semesta (makro
kosmos) maupun alam manusia (mikro kosmos, secara fisik) merupakan penjabaran
Rububiyyah Allah.
QS. Al_Fatihah (1:2)
:
Alhamdu lillahi robbil
‘alamiin / Segala puji bagi Allah, Robb semesta alam
QS.
An Naas (114:1),
Qul
a’uudu birrob binnaas
[114:1] Katakanlah: “aku berlindung
kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia.
·
Rabb diterjemahkan Tuhan yang ditaati Yang Maha Mengatur, Yang
Maha Memiliki, Yang Maha Mendidik dan Yang Maha Memelihara.
· Ketika
Nabi Musa bersama kaumnya dalam kondisi terjepit sewaktu di kejar Fir’aun dan
pengikutnya, karena di depan ada laut. Berkatalah salah seorang dari sahabat
Nabi Musa, bernama Yusha bin Nun: "Wahai Musa, ke mana kami harus
pergi?" Musuh berada di belakang kami sedang mengejar dan laut berada di
depan kami yang tidak dapat dilintasi tanpa sampan.
Jawab
Nabi Musa “Qoola
kallaa inna ma ’iya robbi sayahdiin’
[26:62] Musa menjawab: "Sekali-kali
tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi
petunjuk kepadaku". [QS.
Asy_Syu’ara (26:62)]
· Dalam
surah ke 26 Asy-Syu’ara yang menceritakan perlawanan Fir’aun kepada nabi Musa
as tersebut, pada ayat 62 kalimatnya, Inna ma ’iya
Robbi, bukan inna ma’iya Ilaahi. Dalam kasus ini, menggambarkan bahwa
ketakutan pengikut Musa as. bukan tidak percaya adanya Allah swt yang patut
disembah (ululuhiyah), tetapi sebagai Rabb (rububiyah/Yang Maha Mengatur) dia
masih lemah.
· Lemahnya
keyakinan terhadap Allah swt sebagai Rabb ini yang membuat orang yang
beribadah, tetapi kadang masih meminta pertolongan kepada selain Allah, serta
mengeluh kepada Allah,. “Ya Allah swt,
saya menyembah-Mu tetapi kenapa saya masih susah?” Nah ini khan karena ia tak memiliki kesadaran
bahwa Allah swt, selain Yang Maha Disembah (Illahi), juga Yang Memelihara Hidup
(Rabb). Apapun yang diberikan Allah SWT, tentu Allah yang Maha Tahu apa yang
ada dibalik itu semua. Banyak manusia
tidak kuat godaan, akhirnya menita pertolongan kepada yang lain selain Allah
Ta’ala.
· Dengan
kata lain, pada level syar’i, ketika seorang muslim mengikrarkan diri beriman
kepada Allah Swt. namun dalam praktek hidupnya
tak sesuai dengan syariat Allah swt, dan mencabangkan Allah SWT dengan
ilaah-ilah yang lain, maka ia belum disebut bertauhid. Dalam hal ini, Allah swt mengingatkan seperti
firmannya dalam Kitabulloh : QS. Yassiin (36:74) :
Wattakhodzuu
min duu nillahi aalihatal la’al lahum yunshoruun.
[36:74] Mereka
mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
· Pen-tuhanan
kepada Allah SWT pada level batin dan ibadah ritual, haruslah dibuktikan dengan
pen-tuhanan Allah swt, melalui jalan hidup yang sesuai dengan syari’at-Nya,
sehingga segala perilaku ibadah ritual (syahadatnya, sholatnya, zakatnya,
puasanya dan hajinya) terpancarkan dalam perilaku sosialnya.
· Artinya
perilaku ibadahnya berbanding lurus dengan perilaku sosialnya. Bukan
sebaliknya, perilaku ibadah ritualnya berbanding terbalik dengan perilaku
social. Atau ibadahnya kenceng, tetapi perilaku munkar
juga kenceng.
·
Untuk dapat meningkatkan ketauhidan dan
keimanan kita secara kaffah, Kyai Kondang Zainudin MZ (Almarhum) memberi tip
proses yang perlu dilakukan yaitu ” Takholli -
Takhalli – dan Tajalli ” (satu
jenis huruf arab yang letak titiknya berbeda, jim-kha’ dan kho’). Takholli, membersihkan jiwa dan bathin kita dari
pikiran-pikiran yang merangsang untuk berpeilaku buruk (sirik, dengki, culas,
malas, dll); Takhalli, isi dengan niat-niat kebaikan di jalan Allah SWT; Tajalli, maka akan datang
karomatullah berupa petunjuk, perlindungan dan pertolongan dari Allah SWT.
·
Dengan selalu mereaktualisasi Rukun Islam
yang pertama, yaitu Syahadat, akan menyegarkan kembali ketauhidan kita,
sehingga usaha meningkatkan maqom sampai pada maqoman-mahmudah, yaitu “muttaqin”
Insya-Allah dapat dicapai. (Bersambung :“Syahadat
Tauhid”)***
Waloohu
a’lam bishowab
Demikian yang saya sampaikan
bila itu kebenaran, merupakan kebenaran yang datangnya dari allah semata,
karena sifat-nya yang al haaq/yang maha benar,
Kalau ada salahnya, itulah
kesalahan saya sebagai manusia,
Yang sifatnya memang deket
dengan kekhilafan
Seperti kata pepatah arab :
“al
insaanu makhallul khoto wan nisyaan”.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ
ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
Subhanakallohumma
wabihamdika
asyhadualla ilahailla
anta
astagfiruka wa’atubu
ilaik
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon
pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
(HR. Tirmidzi, Shahih).
Ya Rabb,
Nas-alullah
as-salamah wal ‘afiyah/
Hanya kepada Allah kita mohon keselamatan.
Wallahu
waliyyut taufiq was sadaad.
Wassalamu’alaikum
warahmatulloohi wabarokatuh
0 komentar:
Posting Komentar