IBDA’ BINAFSIH DALAM KEMIMPINAN RASUL
(Sebagai Rujukan dan Referensi Kepimimnan Muslim)
Bissmillaahirahmaanirrahim
Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin / Wash-sholaatu was-salaamu
‘alaa asyrofil ambiyaai wal mursaliin / Wa ‘alaa ‘aalihi wa
shohbihi aj-maiin
Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Segala
puji-pujian hanya milik Allah Tuhan pemelihara alam semesta.
Semoga
rahhmat dan salam terlimpah kepada seorang Nabi dan Utusan yang paling mulia
Yaitu junjungan Nabi Muhammad SAW, dan kepada keluarganya para sahabat semua.
Amma
ba’du
Ibda’ Binafsih
Makna Ibda' binafsik (Mulailah dari dirimu) secara terminologi
sosial, maka kata 'diri' (anfus, nafs),
mengingatkan kita pada 'individu'. (bahwa), "perubahan struktural tak akan
pernah terjadi tanpa didahului perubahan kultural, dan perubahan kultural tak
akan pernah terjadi tanpa perubahan inidividual," sehingga dapat dikatakan
perubahan individual itu adalah induk dari segalanya.
Dalam firman Allah SWT QS. Ar_Ra’d (13:11),
menegaskan bahwa sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan768
yang ada pada diri mereka sendiri.
lahu mu'aqqibaatun min bayni yadayhi wamin kholfihi
yakhfazhuunahu min amrilloohi innallooha laa yughoyyiru maa
biqawmin hattaa yughayyiruu maa bi-anfusihim wa-idzaa
araadallaahu biqawmin suu-an falaa
maradda lahu wamaa lahum min
duunihi min waal
[13:11] Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah767. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan768
yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Pada
ayat diatas, kata yang menjadi kata kunci (keyword) adalah ‘diri’ (dalam ayat
tersebut anfus, jamak dari nafs).
Dalam terminologi sosial, kata ‘diri’ (anfus, nafs) ini mengingatkan kita pada
‘individu’.
Jadi
sebelum ada pernyataan populer dalam sosiologi (bahwa), “perubahan struktural tak akan pernah terjadi tanpa didahului perubahan
kultural, dan perubahan kultural tak akan pernah terjadi tanpa perubahan
inidividual,” ternyata Allah SWT
sudah mewahyukan melalui QS Arra’du (13:11) tersebut, bahwa perubahan individual/nafs
merupakan awal dari perubahan bagi suatu
keolompok/komunitas atau suatu kaum. Dalam
hadits Rosulullah SAW bersabda : “Ibda’
Binafsik” yang artinya Mulailah dari dirimu.
Kalau
pada dewasa ini kita melihat adanya krisis kepemimpinan baik ditingkat local,
regional maupun nasional, hal ini karena kita telah meninggal dasar pijakan
dalam kepemimpinan/“leadership basic” yang telah dicontohkan Rasululloh SAW sejak 14
abad yang lalu. Rasulullah SAW sebagai
panutan kita menjadikan Ibda’ binafsik
sebagai solusi terbaik dalam membina umat dan mengatasi krisis multi
dimensional.
Nabi
Muhammad saw adalah contoh teladan terbaik dan tipologi ideal paling prima. Hal
ini digambarkan oleh al-Qur’an surat Al-Ahzab (33:21) :
laqod kaana lakum fii rosuulillaahi
uswatun khasanatun liman kaana yarjuullooha walyawmal-aakhiro wadzakarollooha katsiiroo
[33:21] Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.
Ketauladanan Nabi
diambil, antara lain, karena ia mampu menghadapi berbagai masalah yang dihadapi
secara praktis, realistis, tanpa kehilangan keseimbangan, tanpa kehilangan
idealisme dan tanpa surut dari sebuah misi. Itulah sebabnya Michael H. Hart, dalam
bukunya “Seratus Tokoh Yang
Paling Berpengaruh dalam Sejarah Umat Manusia”, menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai
tokoh Nomor Satu yang paling berpengaruh dalam sejarah
kehidupan manusia. Dan Rasulullah dalam
mengatasi krisis yang paling ampuh ialah selalui memulai dari diri sendiri / Ibda’ Binafsih.
Kesuksesan
Rasululloh yang gemilang itu, setidaknya telah menorehkan tiga karya besar yang
belum pernah ditorehkan oleh siapapun pendahulunya, hanya dalam kurun waktu 23
tahun, ( dengan biaya kurang dari 1 % dari biaya Revolosi perancis, dan korban
yang kurang dari 100 orang). Tiga karya besar itu adalah :
Pertama, تَوْحِيْدُ الإِلهِ (tauhid
“ laillahailallah/mengesakan Tuhan), yaitu menjadikan Bangsa Arab yang semula mempercayai banyak
tuhan/polytheisme (ada 360 patung pemujaan/ paganisme) menjadi bangsa yang
memiliki keyakinan tauhid mutlak( monotheisme absolud)
Kedua, تَوْحِيْدُ الأُمَّةِ (tauhidul ummah/kesatuan
ummat), yaitu menjadikan bangsa Arab yang sebelumnya terus menerus
terjadi perang antar suku dan antar kabilah, menjadi bangsa yang bersatu dalam
satu ikatan islam dan iman sebagi umat Muhammad.
Ketiga, تَوْحِيْدُ الْحُكُوْمَةِ (tauhidul
khukumah/kesatuan pemerintahan), yaitu menjadikan bangsa Arab sebelumnya tidak memiliki
pemerintahan sendiri yang merdeka dan berdaulat, karena bangsa Arab adalah
jajahan Persia dan Romawi, menjadi bangsa yang mampu mendirikan Negara kesatuan
yang terbentang luas dari benua Afrika sampai Asia.
Di
era modernitas umat, kecanggihan teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai hidayah
Allah SWT, seharus merupakan ‘tool’ atau alat untuk lebih menyempurnakan dan
memperlancar upaya perubahan menuju kebaikan, namun sayangnya fenomena yang ada
lebih mengarah kepada kehancuran, kalau toh bukan kehancuran jasadiyah, tetapi
kehancuran qolbiyah dan ukhrowiyah telah lebih terasa, tentu hal ini karena
telah ditinggalkannya pusaran qolbiyah atau pengingkaran suara hati nurani para
pemimpin umat atau bangsa.
Padahal
Allah SWT telah dengan jelas member petunjuk, kepada siapa kita harus menggantung
kepemimpinan umat ini, seperti dijelaskan dalam QS. Al_Maiadah (5:55-56),
innamaa waliyyukumulloohu warosuuluhu walladziina aamanuulladziina yuqiimuunash-sholaata wayu/tuunazzakaata
wahum rooki'uun
[5:55] Sesungguhnya penolong kamu
hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
waman yatawallallooha warosuulahu
walladziina aamanuu fa-inna khizballoohi humulghoolibuun
[5:56] Dan barangsiapa mengambil Allah,
Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya
pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.
Dengan kualitas pemimpin
yang sebagaimana dijelaskan pada Surah Al_Maidah ayat 55-56 diatas, maka Allah
SWT menjamin kita pasti memperoleh kemenangan atau berhasil dalam menjalankan
kepemimpinan tersebut.
Strategi Kepemimpinan Rasululloh SAW
Kepemimpinan
Rasululloh SAW, dengan prinsip “Ibda’
Binafsih” atau “mulai dari diri sendiri” mampu berhasil keluar dari krisis
yang dihadapi di zaman Kerasulannya, dengan mengetrapkan beberapa strategi, seperti
:
Pertama, kualitas
moral-personal yang prima,
Kualitas
personal Rasululloh SAW ditunjukan oleh sifat Nabi yang: siddiq, amanah, tabligh, dan
fahtanah,
atau jujur, dapat dipercaya, menyampaikan apa adanya, dan cerdas.
Keempat
sifat ini membentuk dasar keyakinan umat Islam tentang kepribadian Rasul saw.
Kehidupan Muhammad sejak awal hingga akhir memang senantiasa dihiasi oleh
sifat-sifat mulia ini. Bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, ia telah
memperoleh gelar al-Amin
(yang sangat dipercaya) dari masyarakat pagan Makkah.
Pentingnya
kualitas moral yang prima ini kembali ia tekankan setelah menjadi utusan Tuhan
dalam haditsnya: Dari Abu
Hurairah, Rasul saw. bersabda: Sesungguhnya aku diutus guna menyempurnakan
kebaikan akhlak. (H.R. Ahmad, 8595).
Kedua, Integritas.
Integritas
menjadi bagian penting dari kepribadian Rasul Saw. yang telah membuatnya
berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya.
Ketika
dakwahnya dianggab akan mengganggu kehidupan jahiliiyahnya, maka para pemuka
Makkah mencoba membujuk Rasululloh untuk menghentikannya, dengan imbalan
kedudukan dan harta yang berlimpah dalam system masyarakat Mekkah yang ada saat
itu, Rasululloh SAW menolak dengan
mengungkapkan kata yang santun : “Seandainya
kalian letakkan matahari di tangan kananku dan bulan ditangan kiriku, maka aku tidak
akan berhenti dalam menyampaikan risalah ini”. Begitum kuatnya benteng integritas Rasululooh
membuat pembesar Makkah saat itu tak punya jalan menaklukannya.
Ketiga, kesamaan di depan
hukum.
Prinsip
kesetaraan di depan hukum merupakan salah satu dasar terpenting manajemen Rasul
saw.
Rasululloh
SAW menunjukkan komitmennya akan penegakan hukum tanpa pandang siapa yang
bersalah, dengan hukum yang berlaku (qishosh) seperti siapa yang mencuri
hukumannya potong tangannya.
Rasululloh
saw. dengan tegas bersabda: Demi
Allah, kalau sekiranya Fathimah binti Muhammad mencuri, maka aku sendiri yang
akan memotong tangannya. (H.R. Bukhari, 3216)
Keempat, Penerapan pola hubungan egaliter dan akrab.
Salah satu fakta
menarik tentang nilai-nilai manajerial kepemimpinan Rasul saw. adalah
penggunaan konsep sahabat (bukan murid, staff, pembantu, anak buah, anggota, rakyat, atau hamba)
untuk menggambarkan pola hubungan antara beliau sebagai pemimpin dengan
orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya.
Sahabat
dengan jelas mengandung makna kedekatan dan keakraban serta kesetaraan. Berbeda
dengan, misalnya, murid, staff, atau pengikut yang kesemuanya berkonotasi
tingkatan tinggi-rendah.
Sahabat
lebih bermuatan kerjasama dua arah, saling melengkapi dan saling
menyempurnakan. Sahabat terasa sedemikian dekat, seolah tanpa jarak.
Konsep
persahabatan memang benar-benar tepat menggambarkan realitas hubungan yang
terbina antara Rasul saw. dengan orang-orang di sekitarnya. Inilah antara lain
motivator yang telah membuat para sahabat rela mengorbankan apa saja (seperti
jiwa, raga, harta, waktu) demi perjuangan Rasul saw.
Sebab
di dalam hati mereka merasakan bahwa cita-cita Rasul saw. adalah juga cita-cita
mereka sendiri, dan keberhasilan beliau adalah juga keberhasilan mereka.
Disamping
itu, para sahabat nabi, dipilih Allah untuk mendampingi Nabi sesuai dengan
kapasitas dan kompetensinya, yang menggambarkan kebutuhan seorang pemimpin,
lihat saja sifat dan karakter keempat sahabat Nabi tersebut:
- Abu Bakar Assidiq yang bersifat percaya sepenuhnya kepada
Muhammad saw, adalah sahabat utama (memiliki
sifat integritas)
- Umar
ibnu Khattab bersifat kuat, berani dan tidak kenal takut
dalam menegakkan kebenaran (memiliki
keberanian dalam kebenaran)
- Ustman ibnu Affan adalah seorang pedagang kaya raya yang
rela menafkahkan seluruh harta kekayaannya untuk perjuangan Muhammad saw. (modal yang cukup)
- Ali ibnu
Abi Thalib adalah seorang pemuda yang
berani dan tegas, penuh ide kreatif, rela berkorban dan lebih suka bekerja
dari pada bicara. (generasi penerus yang siap/sustainable-keberlanjutannya)
Kelima, kecakapan membaca kondisi dan merancang strategi.
Keberhasilan
Muhammad saw. sebagai seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya membaca
situasi dan kondisi yang dihadapinya, serta merancang strategi yang sesuai
untuk diterapkan. Model dakwah rahasia yang diterapkan selama periode Makkah
kemudian dirubah menjadi model terbuka setelah di Madinah, mengikuti keadaan
lapangan.
Keenam, tidak mengambil
kesempatan dari kedudukan.
Rasul
Saw. wafat tanpa meninggalkan warisan material. Sebuah riwayat malah menyatakan
bahwa beliau berdoa untuk mati dan berbangkit di akhirat bersama dengan
orang-orang miskin.
Jabatan
sebagai pemimpin bukanlah sebuah mesin untuk memperkaya diri. Sikap inilah yang
membuat para sahabat rela memberikan semuanya untuk perjuangan tanpa perduli
dengan kekayaannya, sebab mereka tidak pernah melihat Rasul saw. mencoba
memperkaya diri.
Kesederhanaan
menjadi trade mark kepemimpinan
Rasul saw. yang mengingatkan kita pada sebuah kisah tentang Umar ibn
al-Khattab. Seseorang dari Mesir datang ke Madinah ingin bertemu dan mengadukan
persoalan kepada khalifah Umar ra. Orang tersebut benar-benar terkejut ketika
menjumpai sang khalifah duduk dengan santai di bawah sebatang kurma. Tak ada
tanda-tanda bahwa ia adalah seorang pemimpin besar yang sangat berkuasa—ia tak
berbeda dari orang-orang yang dipimpinnya.
Ketujuh, visioner–futuristic.
Sejumlah
hadits menunjukkan bahwa Rasul saw. adalah seorang pemimpin yang visioner,
berfikir demi masa depan (sustainable).
Meski
tidak mungkin merumuskan alur argumentasi yang digunakan olehnya, tetapi banyak
hadits Rasul saw. yang dimulai dengan kata
‘akan
datang suatu masa…’, lalu diikuti sebuah deskripsi berkenaan dengan
persoalan tertentu.
Kini,
setelah sekian abad berlalu, banyak dari deskripsi hadits tersebut yang telah
mulai terlihat dalam realitas nyata.
Berikut
adalah beberapa contoh hadits futuristik:
Kedelapan, menjadi prototipe bagi seluruh prinsip dan ajarannya.
Pribadi
Rasul Saw. benar-benar mengandung cita-cita dan sekaligus proses panjang upaya
pencapaian cita-cita tersebut. Beliau adalah personifikasi dari misinya. Oleh
karena itu ia dengan mudah dimengerti dan dengan berhasil menggerakkan
masyarakatnya untuk sama-sama berupaya keras mencapai tujuan bersama.
Terkadang
kita lupa bahwa kegagalan sangat mudah terjadi manakala kehidupan seorang
pemimpin tidak mencerminkan cita-cita yang diikrarkannya. Sebagaimana sudah
disebut di atas, Rasul saw. selalu menjadi contoh bagi apa pun yang ia anjurkan
kepada orang-orang di sekitarnya.
Dengan mengambil
contoh dan teladan dari Rasululloh SAW, kita semua baik yang dipimpin terlebih
yang memimpin umat, masyarakat dan bangsa ini, kita yakin semua krisis yang
dihadapi akan bisa dilewati dengan mudah. Insya_Allah !!
Dan
kuncinya, adalah Ibda’ Binafsih, mari kita awali dari setiap diri kita
masing-masing untuk berbuat kebaikan, dan jangan membodohi diri sendiri, dengan
mengingkari pusaran qalbiyah yang selalu membisikan kata hati yang ilahiyah.
Para
pemimpin umat hendaklah apa yang dia ucapkan, menjadi tuntutan untuk dia
lakukan terlebih dahulu sebagai teladan ummatnya. Ingat firman Allah SWT :
yaa ayyuhaalladziina aamanuu lima taquuluuna maa
laa taf 'aluun
[61:2] Wahai orang-orang yang beriman,
kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? *********(Sya’ban 1436 H_ahas***)
Waloohu a’lam bishowab
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ
ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
Subhanakallahumma wabihamdika
asyhadualla ilahailla anta
astagfiruka wa’atubu ilaik
“Maha Suci
Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq
disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
(HR.
Tirmidzi, Shahih).
Ya
Rabb,
Nas-alullah as-salamah
wal ‘afiyah/
Hanya
kepada Allah kita mohon keselamatan.
Wallahu waliyyut taufiq
was sadaad.
Wassalamu’alaikum
warahmatulloohi wabarokatuh
Ya Rabb..
"Allahummaghfirlii,
warhamnii, wahdinii,
wa aafinii, warzuqnii."
Ya Allah, ampunilah aku,
kasihanilah aku, berilah petunjuk padaku,
selamatkanlah
aku (dari berbagai penyakit), dan berikanlah rezeki kepadaku
“Allaahumma innii as’aluka
‘ilman naafi’an
wa rizqan waasi’an
wa syifa’an min kulli daa’in”
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat,
rezeki yang luas, dan penawar (kesembuhan) dari segala penyakit.
(H.R. Thabrani)”
Amien
0 komentar:
Posting Komentar