HIDAYAH ALLAH SWT BAGI MANUSIA
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ
وَالصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ
وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيطَانِ الرَّجِيْمِ
waliya'lamalladziina
uutuu l'ilma annahu lhaqqu min rabbika fayu/minuu bihi fatukhbita lahu
quluubuhum wa-innallaaha lahaadilladziina aamanuu ilaa shiraathin mustaqiim
[22:54] dan agar
orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Qur'an itulah yang
hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan
sesungguhnya Allah
adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang
beriman kepada jalan yang lurus.
QS. AL HAJJ (24:54)
Majelis Netizen Rohimatullah
· Sebelumnya kita panjatkan syukur kehadirat allah swt..
Tuhan maha pemurah pencurah rahmah maha pengasih yang tak pilih kasih dan maha
penyayang yang kasih sayangnya tak terbilang.
· Alhamdulillaahil
ladzii an ’amana al iimaani wal islaami,
segala puji bagi allah yang telah melimpahkan nikmat iman dan islam.
· Wa
nikmatan ‘umrihi, wa an jismihi, nikmat umur - kesempatan dan nikmat badan sehat, sehingga hari ini kita
bisa hadir di majelis ilmu ini untuk melaksana sunnah rasul “barangsiapa
meniti suatu jalan untuk mencari ilmu (dienul islam), maka allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).... Amien.
· Berkat rahmat
dan nimat itulah, pagi ini kita dapat menunaikan sholat subuh berjamaah di
rumah allah yang penuh rahmat.. Baiturrohmah.
· Sholat subuh
yang selalu disaksikan oleh malaikat ini seperti difirmankan allah
ta’ala dalam qs. Al israa’-78, oleh rasululloh saw di tegaskan bahwa “barang siapa
sholat shubuh, maka ia dalam jaminan allah....(HR. Muslim.
No 1.050)
· Wanusyolaa
wanusalamu ‘alaa khoiril anaam
Muhammadin shalalloohu ‘alaihi wassalam ,
sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurah atas junjungan penghulu alam-nabi besar muhammad salallaahu
alaihi wassalam, beserta para keluarga, sahabat serta umatnya ....amien
Saya juga ingin berwasiat, terutama untuk diri saya dan
keluarga keluar saya serta hadirin “ ...
Yaa
ayyuhaalladziina aamanuu ittaquullaaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illaa
wa-antum muslimuun /... Bertakwalah kepada allah sebenar-benar takwa
kepada-nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama islam. (qs ali
imran (3:102)
· Bertaqwa,yang sebenar-benarnya
taqwa, yaitu dengan “melaksanakan semua perintahnya (sesuai dengan kemampuanya), misalnya sholat tidak bisa
dengan berdiri bisa dengan duduk tidak bisa duduk bisa dengan tidur.
· Dan meninggalkan semua larangannya (secara mutlak)”, maksudnya untuk
meninggalkan larangan tidak ada alasan, misalnya “belum mampu” meninggalkan
kebiasaan minum minuman keras nanti aja, ya tidak bisa gitu !!!
· Abu hurairah r.a, menceritakan ia mendengar rasulullah saw sabda, : ” apa yang aku
larang kalian dari (mengerjakan)nya maka jauhilah ia, dan apa yang aku
perintahkan kalian untuk (melakukan)-nya maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, .. “.(HR.Bukhari dan
Muslim).
· Apa yang
akan saya sampaikan bukan hal yang baru, karena risalah agama ya memang sudah
sempurna sampai rasululloh saw wafat,
· Dakwah
itu hanya berfungsi untuk fadzakkir innama anta mudzakkir;
hanya sekadar mengingatkan, memberitahukan dan mengabarkan tentang
firman-firman allah swt serta sunnah-sunnah rasululloh saw. (al ghosyiah [88]:21)
·
Selebihnya, tergantung hati masing-masing,
apakah terbuka untuk hidayah atau mau menerima hidayah, dan ada dorongan untuk
taufiq (melaksanakan kebaikan) tersebut.
·
Hari
ini kami mendapat amanat untuk menyampaikan “amar ma’ruf” menyeru kepada
kebaikan, ini sesuai dengan perintah allah ta’ala (ali imran 104)
· Dan kata rasululloh saw, ad daallu ‘alal khoiri kafaa ’illihi orang yang mengajak kebaikan mendapat pahala yang sama dengan
orang yang diajaknya /HR.
Tirmizi)
·
Dan mudah-mudahan saya tidak
termasuk golongan yang diperingatkan Allah Ta’ala :
Ata/muruunan-naasa bilbirri Watansawna
an-fusakum Wa-antum
tat luunal kitaaba
Afalaa ta'qiluun
[2:44}. “mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca al
kitab (taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”
Asbabunnuzul
turunya ayat 44 Surah Al Baqarah
ini, allah menegur, seorang yahudi yang menyuruh anak dan mantunya serta kaum
kerabatnya yang telah memeluk agama islam untuk melaksanakan kewajibannya, tetapi
dirinya sendiri tetap saja mengingkari... Ia menyuruh orang berbuat
baik/beramal sholeh, tetapi dirinya sendiri tidak melakukannya. Semoga kita tidak termasuk golongan yang
demikian ini.
· Dakwah
berfungsi untuk fadzakkir innama anta mudzakkir; hanya sekadar mengingatkan,
memberitahukan dan mengabarkan tentang firman-firman allah swt serta
sunnah-sunnah rasululloh saw.
· Selebihnya,
tergantung hati masing-masing, apakah terbuka untuk hidayah atau mau menerima
hidayah, dan ada dorongan untuk taufiq (melaksanakan kebaikan) tersebut.
Majelis Netizen Rohimatullah
· Dalam perjalanan hidup manusia untuk mencapai tujuan
hidup yang benar, perlu petunjuk, perlu hidayah
atau al huda atau al-haadii, yang merupakan salah satu dari asmaul husna, yaitu allah yang maha pemberi petunjuk,
· Firman
allah swt dalam qs. Al-hajj (22:54),
….wa innallooha lahaadil-ladziima aamanuu ilaa shirootim
mustaqiim.
Sesungguhnya
allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang
lurus”
·
Makna
Hidayah, Lafadz
al-huda serta pecahan katanya dalam Al-Qur’an disepakati oleh ulama sebagai
kata yang paling banyak bentuk maknanya.
Muqatil
bin Sulaiman al-Balkhi dalam kitab al-Asybah wan Nazhair, Yahya bin Sallam
dalam kitab at-Tasharif, dan as-Suyuthi dalam kitab al-Itqan, menyebutkan tujuh belas makna lafadz al-huda.
Adapun Ibnul Jauzi di dalam kitab
Nuzahatul A’yun menyebutkan 24 makna
lafadz al-huda.
Taufiq wal hidayah.
· Sering
kita mengucapkan ‘taufiq wal hidayah’, maksudnyan adalah :
ü Hidayah adalah
memberi petunjuk, mendapat hidayah allah, berarti mendapat petunjuk allah swt.
ü Taufik, adalah
dorongan kemauan untuk melaksanakan perintah-nya, atau kedamaian yang sempurna
ü Hidayah berupa taufik untuk tunduk dan mengikuti
kebenaran. Hidayah ini dikhususkan bagi hamba yang beriman dan menerima
syariat Allah SWT. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah,
niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (at-Taghabun: 11)
ü Sesorang sudah mendapat
hidayah memeluk agama islam,
tetapi kok masih korupsi, itu artinya ia telah mendapatkan hidayah qolbiyah (sebagai seorang muslim bahkam mukmin), tetapi belum ada hidayah
taufiq atau dorongan kalbu/maunah qolbiah untuk melaksanakan syariat islam belum optimal
Hidayah untuk manusia.
· Makhluk
hidup yang bergerak (manusia dan binatang)
mendapat hidayah dari allah swt.
· Makhluk
dari jenis manusia, diberi hidayah lebih lengkap dan sempurnya dibanding
makhluk lainnya, karena menjadi khlafiha dibumi.
· Ahmad
musthafa al-maraghi dalam kitab tafsirnya yang dikenal dengan tafsir
al-maraghi menjelaskan, ada beberapa macam hidayah/petunjuk yang
diberikan allah kepada manusia melebihi makhluk lainnya. Dan secara bertingkat,
adalah sebagai berikut :
Pertama, hidayah ilhamiyah (naluri/insting)
· Hidayah
ilhamiyah (isntink/naluri) sebagai bawaan lahir diberikan kepada
manusia maupun hewan
· Contohnya,
ü Bayi
yg baru lahir langsung bisa menyusu kepada ibunya ketika lapar dan
menangis ketika ngompol,
ü Anak
bebek langsung bias berenang, tidak perlu ada proses diajari.
· Pada
hidayah tingkat ini, yang diterima hewan bisa lebih sempurna
dari pada manusia, misalnya anak ayam saat menetas langsung bisa berlarian dan
mencari makan, tetapi anak manusia belum bisa.
· Allah akan memberi hidayah kepada makhluknya sesuai dengan kadarnya masing2
QS. Al-A'laa
(87:1-3) berikut ini:
sabbihiis marobbikal-a'laa
[87:1] Sucikanlah nama Tuhanmu Yang
Maha Tinggi,
alladzii khalaqa fasawwaa
[87:2] yang menciptakan, dan
menyempurnakan (penciptaan-Nya),
walladzii
qaddara fahadaa
[87:3] dan yang menentukan kadar
(masing-masing) dan memberi petunjuk,
Kedua, hidayah
hawasiyah (indrawi ).
· Karena
hidayah ilhamiyah, hanya mengandalkan naluri, maka allah menambahkan hidayah hawasiyah,
yaitu kelengkapan panca indera (mata/lihat,
telinga/dengar, hidup/cium aroma, lidah/rasa, dan kulit/sentuhan
· Hewan
juga mendapat hidayah ini, walau dalam kualitas yang berbeda. Ada jenis hewan
yang mampu mendengar dan mencium tanda-tanda kematian, gempa, jejak dsb. (makanya manusia mengandalkan anjing pelacak, karena daya penciumiannya)
(dan
makhluk hewan, hanya mendapatkan dua tingkatan hidayah tersebut).
Ketiga, hidayah ‘aqliyah (akal).
· Hidayah
indrawi yang didapat melalui panca indra, kadang suka salah dalam
mempersepsikan obyek.
· Misalnya,
ü Ketika
kita lihat tongkat yg tercelup di air, terlihat bengkok, padahal sebenarnya kan
tidak bengkok.
ü Mata
sering terkecoh oleh fenomena alam (melihat seperti ada air di jalan aspal saat
terik),
ü Bintang,
bulan dan matahari, apa besarnya seperti yang terlihat ?.
· Intinya,
indra tidak selalu mampu memberitahukan informasi yang secara benar
· Nah,
untuk meluruskan indra ini maka manusia membutuhkan hidayah ‘aqliyah (hidayah akal).
· Dimana
akal bisa "meluruskan tongkat yg
bengkok", ‘menjelaskan fenomena alam tersebut, memperkirakan besarnya
benda-benda langit dengan menciptakan alat teropong bintang, dsb dengan ilmu
pengetahuan yg diolahnya.
Keempat, hidayah qolbiyah (kalbu/hati).
· Kemampuan
akal tidak mampu menembus wilayah ‘metaphisik’ (ghoibi), karena
hal-hal yang berkaitan dengan aqidah ilahiyah dan syariah-ibadah, akal tidak
menjangkaunya.
· Misalnya, saat
kita mau sholat, tiba-tiba kentut (keluar angin dari dubur), maka kita harus
melakukan wudu lagi, dan menurut fardhu wudhu yang dibasuh
adalah :
ü Fagsiluu wujuuhakum, (maka basuhlah mukamu),
ü Wa aidi-yakum ilal maroofiqi,( dan tanganmu sampai dengan siku,)
ü Wamsahuu biru ‘usikum, (dan sapulah kepalamu)
ü Wa arjulakum ilal ka’-baini (dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,..) Qs.al
maidah (5:6) :
· Kalau hanya berdasarkan akal
saja (dengan mengabaikan hokum al_qur’an), seharusnya yang dibersihkan adalah
bagian dubur/pantat karena kentut yang membuat batal tadi lewat sana., tetapi
saat berwudu untuk bersuci kita sama
sekali tidak membasuh pantat yang menyebabkan batal tadi (nggak masuk akalkan
?)
Kelima, hidayah
diniyah (agama
).
· Hidayah yang lebih tinggi lagi khusus buat manusia adalah hidayah diniyah (dinnul islam) yang
dibawa oleh rasululloh saw sebagai “qhotamun-nabiyyin“/nabi
terakhir untuk menuntun dalam mencapai “fidunnya khasanah – akhiroti
khasanah”
· Agama
tidak selalu mengedepankan akal, tetapi juga keyakinan (iman), karena keterbatasan
kemampuan akal manusia untuk menjangkau
kehendak Allah swt. Dalam syariat
Islam ada tiga perkara yang perlu dipahami.
· Pertama, Syohibusy-syariah dalam hal “Aqidah”. Di dalam aqidah
(iman) ini menggunakan gaya bahasa “ kalimat berita” . Jadi manusia hanya
sekedar bertindak sebagai “ penerima berita” dari Allah SWT tersebut. Manusia hanya sekedar menerima “dawuh”
/perintah, maka dalam perkara akidah kita tidak boleh merubah ( mengurangi –
atau menambah) apa yang telah firman Allah Ta’ala. Jelasnya, masalah aqidah “ hanya Allah SWT kang ngasto pubo wasesane “,
Misalnya, yang ada pada Arkanul Iman yang enam (iman kepada Allah, kepada Malaikat, kepada
Kitab-kitab, kepada Rasullullah, kepada Yaumil akhiri, Takdir baik & buruk
/Qodho-qodhar )
Allah mengingatkannya dengan keras terhadap
orang-orang yang tidak beriman : (QS.
Yassin_36 : 60- 61 )
Alam a’had ilaikum yaa bani adamaa allata’budusy-syaiton, innahuu lakum
’aduwwum-mubin.
[36:60] Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu hai
bani adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagi kamu",
Wa
Ani’ Budhuuni Hazaa Sirootum Mustaqim
Dan
hendaklah kamu menyembah-Ku. inilah jalan yang lurus
· Kedua, Syohibusy-syariah
dalam hal “ ibadah”. Didalam
tataran ‘ibadah’, menggunakan gaya bahasa “ ibtikari” atau ciptaan
Allah. Yang menciptakan, menyusun dan menetapkan masalah-masalah ibadah,
hanyalah Allah SWT semata. Disini kedudukan manusia hanya sekedar
menjalankan/melaksanakan.
Misalnya, seperti
pada Arkanul Islam yang lima (syahadat, sholat, zakat, puasa, haji) sebagaimana
yang adanya, manusia tidak boleh
“ngreko-ngreko”, membuat tata cara sendiri mengenai masalah ibadah ini, kita
hanya dapat taat dan patuh. (misalnya bikin cara sholat sendiri dengan lafaz
bahasa Indonesia supaya mengerti yang diua\capkan, puasa nglebeng, puasa
ngalong, dll. )
Menyikapi
dua syariat ini, serorang muslim dalam menyikapi dua syariat tersebut haruslah
“sami’na - wa atho’na” (kami dengar dan kami patuhi)
· Ketiga, Syohibusy-syariah dalam hal ” muamalah”. Dalam muamalah
digunakan gaya bahasa “selektif edukatif”, maksudnya manusia bebas melaksanakan
muamalah dalam bentuk apapun, asal baik, mendidik dan tidak melanggar syarita
Islam. Jelasnya didalam hal muamalah orang merdeka memilih mana yang terbaik
dari yang baik (dalam koridor hukum aqidah dan ibadah ). Dalam hal muamalah ini Rosulullah SAW
bersabda : “
Perkara aqidah dan iabadah kamu semua berkiblatlah kepadaku, tetapi bab
muamalah kamu berlebih tahu adanya“
· Hidayah
berupa dien (agama), yang dimaksud adalah agama Islam sebagai agama yang diridhoi oleh Allah SWT [QS. Ali_Imron (3:19)’ QS. Ali_Imron (3:85)], sebagai Agama Allah/diennullooh [QS. Ali ‘Imraan (3:83), QS. An Nashr (110:2)’ QS. An Nashr
(110:2)]; sebagai Agama yang benar/diennul haq [, QS. At_Taubah (9:33),
QS. Ash-Shaff (61:9), QS. Al-Fath (48:28)], sebagai
agama yang bersih/diennul khollis [QS. Az-Zumar (39:3)], sebagai agama yang kukuh
dan mengkukuhkan /dienul qoyyimah [QS. Al-An’aam (6:161), QS. Ar-Ruum (30:43)];
dan sebagai agama yang berkelanjutan/penutup [QS. An-Nahl (16:52)]
Tingkatan Hidayah
·
Al-Fairuz
Abadi menjelaskan bahwa hidayah yang diberikan Allah l untuk manusia ada empat
tingkatan :
·
Pertama, Hidayah yang diberikan oleh Allah SWT
kepada seluruh makhluk mukallaf (jin dan manusia), seperti akal, kecerdasan,
dan pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat dharuri (sebuah kemestian).
Ini
sebagaimana firman Allah Ta’ala : Musa berkata, “Rabb kami ialah (Rabb) yang telah memberikan
kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.”
(Thaha: 50)
·
Kedua, Hidayah yang dibawa dan diemban para
nabi untuk dijelaskan kepada manusia dan jin, sebagaimana firman Allah SWT: “Kami telah
menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami.” (al-Anbiya:
73)
·
Ketiga, Hidayah berupa taufik untuk tunduk dan mengikuti kebenaran. Hidayah ini
dikhususkan bagi hamba yang beriman dan menerima syariat Allah SWT. Sebagaimana
firman Allah Ta’ala : “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia
akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (at-Taghabun: 11)
·
Keempat, Hidayah untuk masuk ke dalam surga
pada hari kiamat nanti. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah SWT : “Segala puji bagi
Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini.” (al-A’raf: 43)
·
Keempat tingkatan hidayah ini
bertahap sifatnya.
Seorang hamba yang belum mencapai tingkatan kedua tidak akan mendapatkan
hidayah tingkatan yang ketiga. Untuk mencapai tingkatan hidayah keempat, ia
harus melalui tingkatan yang ketiga. (Basha’ir, 5/313)
Hidayah Merupakan
Anugerah Yang terbaik
· Hidayah
adalah hak prerogatif allah swt. Tidak seorangpun yang memiliki hak memberi
hidayah pada orang lain, para pendakwah hanya membantu membuka jalan untuk
memperoleh hidayah allah,
· Rasulullah
saw bersabda: “Barang
siapa mengajak kepada hidayah (kebaikan) maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang
mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa
mengajak kepada kesesatan maka ia akan mendapat dosa seperti dosa orang-orang
yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka.” [Al-Imam al-Albani berkata tentang hadits ini
dalam as-Silsilah ash-Shahihah (2/548), “Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim
(8/62), Abu Dawud (2/262), at-Tirmidzi (2/112), ad-Darimi (1/126—127), Ibnu
Majah (1/91), dan Ahmad (2/397) dari hadits Abu Hurairah z, secara marfu’
(disandarkan kepada Rasulullah n). At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”
· Asy-Syaikh al-‘Utsaimin dalam Syarah
Riyadhus Shalihin menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “mengajak kepada hidayah” artinya
menjelaskan hidayah dan mengajak orang lain kepadanya.
· Misalnya,
ia menjelaskan kepada orang lain bahwa dua rakaat shalat dhuha hukumnya sunnah
dan seyogianya seorang muslim mengerjakannya. Kemudian penjelasannya ini
diikuti oleh orang lain sehingga mereka pun mengerjakan shalat dhuha. Maka dari
itu, ia akan mendapatkan pahala mereka tanpa mengurangi sedikitpun pahala milik
mereka, karena keutamaan yang diberikan oleh Allah SWT
amat luas.
· Ini maksudnya, setiap orang yang diberi hidayah oleh Allah SWT
untuk mengerjakan kebaikan melalui sebabnya, ia akan memperoleh
pahalanya, tanpa mengurangi pahala yang diperoleh dari orang yang
mengerjakan anjurannya.
· Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa hidayah dimulai dengan
keterangan dan penjelasan, setelah itu taufik dan ilham. Hal ini setelah adanya
keterangan dan penjelasan. Tidak ada jalan untuk mencapai tahap keterangan dan
penjelasan kecuali melalui para rasul. Apabila tahap keterangan dan penjelasan
telah tercapai, hidayah taufik bisa terwujud. (Fathul Bari 1/211)
· Ibnul Qayyim berkata, “Hidayah akan mendatangkan hidayah
berikutnya sebagaimana kesesatan akan mendatangkan kesesatan lainnya.
Amalan-amalan kebaikan akan membuahkan hidayah. Semakin bertambah amalan
kebaikan seseorang, hidayah pun akan bertambah. Sebaliknya, amalan-amalan
kejelekan pun akan membuahkan kesesatan. Hal ini karena Allah SWT
mencintai amalan-amalan kebaikan sehingga Dia membalasnya dengan hidayah dan
kemenangan, dan Allah SWT membenci amalan-amalan
kejelekan sehingga membalasnya dengan kesesatan dan kecelakaan.” (Tanwir
al-Hawalik, 1/338)
· Ibnul Qayyim menambahkan, “Jika seorang hamba beriman kepada Al-Qur’an
dan menjadikannya sebagai pedoman hidayah secara umum, ia menerima
perintah-perintah di dalamnya dan membenarkan berita-beritanya. Hal ini akan
menjadi sebab baginya meraih hidayah lain dengan lebih terperinci lagi, karena
hidayah itu tidak ada ujungnya meskipun seorang hamba telah mencapai tingkat
hidayah setinggi-tingginya.
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (Maryam: 76) (Tanwir al-Hawalik 1/177
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (Maryam: 76) (Tanwir al-Hawalik 1/177
· Karena itu, Dakwah berfungsi untuk fadzakkir innama anta mudzakkir;
hanya sekadar mengingatkan, memberitahukan dan mengabarkan tentang firman-firman
Allah swt serta sunnah-sunnah Rasululloh
saw, dan meneru kepada kepaikan.
· Selebihnya,
tergantung hati masing-masing, apakah terbuka untuk hidayah atau mau menerima
hidayah, dan ada dorongan untuk taufiq (melaksanakan kebaikan) tersebut.
Dhamirul qolbi dan
maunah at taufiq
· Semua kelengkapan hidup sebagai hidayah dari allagh swt tersebut, tidak
akan menghantarkan kepada kesalehan, baik keshalehan ibadah mahdhoh maupun kesalehan ijtima’iyah/sosial kalau
tidak dilengkapi dengan “ hidayah dhamirul qolby/kata hati dan hidayah maunah at taufiq/kemauan yang kuat untuk
melaksanakannya”.
· Orang berbuat munkar, ada dua kemungkinan :
ü Pertama, ada “dhamirul qolbi/kata hati” yang menentang/ menolak untuk berbuat
munkar, tetapi “maunah at taufiqnya” tidak ada, sehingga terjadi pembiaran
untuk melakukan kemunkaran.
ü Kedua, dhamirul qolbinya tertutup “qolbun muntaqoliba” kegelapan hati, dan
ada “maunah
at taufiqnya” sehingga perilakunya munkar karena sudah tidak menuruti kata
hatinya (got spot)
· Dorongan
kata hati yang menjelma kepada perbuatan manusia, sangat menentukan akan nilai
dari perbuatan seseorang, apakah perbuatannya baik atau buruk.
· Rasululloh saw memperingatkan :, “ ketahuilah bahwa dalam dirimu ada segumpal daging, apabila
dia baik kamu akan termotivasi untuk melakukan kebaikan, namun apabila dia
tidak baik, kamu akan terangsang melakukan perbuatan yang tidak baik.
Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati”.
· Bisikan
hati yang merupakan pusat kekuatan spiritual manusia, akan menggerakkan untuk
mengamalkan semua yang disyariatkan oleh dinenul islam.
· Dan
memposisikan allah swt pada posisi –iyyaka na’budu – wa iyyaka nasta’in
(hanya
engkau yang kami sembah, karena itu hanya engkau kami mohon pertolongan ),
· Karena
engkaulah sumber kebenaran yang haq.
Allah berfirman dalam surat al-baqoroh, (2:147) : “kebenaran
itu adalah dari tuhanmu, sebab itu
jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu “.
Yang tertutup dari
hidayah.
· Hidayah
itu bak matahari, semua orang bisa mendapatkannya kalau mau.
Kalau kita berlindung di dalam rumah atau ruangan yang tertutup, maka kita
tidak akan dapat cahayanya. Kalau mau dapat sinar matahari, keluarlah, jangan
tutupi sinarnya.
· Ada
golongan manusia yang tertutup untuk mendapat hidayah dari allah swt, seperti
yang difirmankan allah swt, diantaranya :
1. Orang-orang yg menutupi (kafir) kebenaran.
“walaahu laa yahdiil qowmal kaafiriin /dan allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” [qs at-taubah(9:37)]
2. Orang-orang fasik,
Yaitu
orang-orang yang bergelimang dosa, orang yang tahu mana yang benar dan mana
yang salah tapi dia tetep melakukan dosa demi dosa.
“….walaahu laa yahdiil qowmal faasiqiin /dan allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. [qs
at-taubah (9:80)]
3. Orang-orang munafik,
Orang
yang membenarkan dengan hati dan lisannya, tetapi tidak dengan perbuatannya.
“…aydiyahum nasuullooha fanasiyahum innal munaafiqiina humul faasiquun
/mereka telah lupa kepada allah, maka allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu
adalah orang-orang yang fasik.
·
Akhirnya,
banyaklah memohon hidayah. Dari Abdullah bin Umar c, Rasulullah n sering
membaca doa:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
Allohumma inna-nas aluka alhuda wattaquu wal ‘affaa wallaghinaa
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
Allohumma inna-nas aluka alhuda wattaquu wal ‘affaa wallaghinaa
“Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon selalu dari-Mu hidayah, takwa, sikap ‘iffah, dan kekayaan.” (HR. Muslim no. 4898)
· Sekian semoga kita termasuk golongan yang selalu mendapatkan hidayah dari Allah
Ta’ala, dan mendapat maunah at taufiq untuk selalu
beramal sholeh.... Amien
Waloohu
a’lam bishowab
Demikian yang saya sampaikan
bila itu kebenaran,
Merupakan kebenaran yang
datangnya dari allah semata,
Karena sifat-nya yang al
haaq/yang maha benar,
Kalau ada salahnya, itulah
kesalahan saya sebagai manusia,
Yang sifatnya memang deket
dengan kekhilafan
Seperti kata pepatah arab :
“al
insaanu makhallul khoto wan nisyaan”.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ
ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
Subhanakallahumma
wabihamdika
Asyhadualla ilahailla
anta
Astagfiruka wa’atubu
ilaik
“maha suci engkau ya allah, dengan memuji-mu aku bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-mu, aku memohon
pengampunan-mu dan bertaubat kepada-mu.”
(hr.
Tirmidzi, shahih).
Nas-alullah
as-salamah wal ‘afiyah/
Hanya kepada allah kita mohon keselamatan.
Wallahu
waliyyut taufiq was sadaad.
Wassalamu’alaikum
warahmatulloohi wabarokatuh
0 komentar:
Posting Komentar